Mohon tunggu...
Frans Sopater Hutapea
Frans Sopater Hutapea Mohon Tunggu... Lainnya - Tryin to share anything I interested

Legal Counsel | Traveller | Law Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Jika Tidak Memiliki Serikat Pekerja di Dalam Perusahaan, Bagaimana Langkahnya?

17 Mei 2022   15:36 Diperbarui: 23 Mei 2022   17:24 5043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pengertian Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Penting untuk diketahui terlebih dahulu pengertian dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“SP/SB”) yang tercantum dalam Pasal 1 angka 17 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”), yang menyatakan:    

Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar   perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”

Kemudian pengertian lainnya yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (“UU SP/SB”), yang menyatakan:

“Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.”

Kedua ketentuan di atas menyatakan bahwa tidak ada pengertian yang berbeda antara SP/SB yang dibentuk dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan, hanya saja dalam setiap pelaksanaan dan keanggotaannya harus merujuk pada ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (“AD/ART”) SP/SB yang diikuti dan juga hanya boleh menjadi anggota dalam satu SP/SB saja yang ketentuannya tercantum dalam Pasal 13 jo Pasal 14 UUSP/SB.

Kekosongan Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Perusahaan

Apabila ada kekosongan SP/SB dalam suatu perusahaan, dinyatakan dalam pengertian SP/SB itu sendiri bahwa setiap pekerja/buruh dapat bergabung dan menjadi anggota SP/SB baik di dalam maupun di luar perusahaannya. Hal itu juga diartikan bahwa apabila di dalam satu perusahaan tidak memiliki SP/SB, maka setiap pekerja dapat bergabung untuk menjadi anggota SP/SB di luar perusahaannya. 

Suatu SP/SB memiliki fungsi dan tujuan terhadap anggota-anggotanya yang telah diatur dalam Pasal 4 UUSP/SB, yang menyatakan:

“(1) Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh bertujuan memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja/serikat dan keluarganya. 

(2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh mempunyai fungsi: 

  1.  sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan industrial; 
  2.  sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerja sama di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan tingkatannya; 
  3.  sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan sesuai dengan peraturan                perundang-undangan yang berlaku; 
  4.  sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggotanya; 
  5.  sebagai perencana, pelaksana, dan penanggungjawab pemogokan pekerja/buruh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 
  6.  sebagai wakil pekerja/buruh dalam memperjuangkan kepemilikan saham di perusahaan.”

Dalam ketentuan di atas SP/SB baik di dalam maupun di luar perusahaan dapat membantu dalam upaya hukum setiap perselisihan hubungan industrial, yang dimana jenis perselisihan hubungan industrial tercantum dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UUPPHI”) meliputi:

        “a. perselisihan hak; 

           b. perselisihan kepentingan; 

           c. perselisihan pemutusan hubungan kerja; dan 

           d. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.”

Hal yang sama juga ditegaskan dalam Pasal 151 ayat (1) dan (2) UUK, yaitu:

“(1) Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusan hubungan kerja. 

(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh.”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun