Mohon tunggu...
fransiskus
fransiskus Mohon Tunggu... Freelancer - Memberikan Apa Yang Bisa Diberikan

Mengubah Sesuatu Lebih Baik Dengan Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bibir Pantai yang Hilang Dimakan Gelombang

19 Oktober 2020   22:32 Diperbarui: 20 Oktober 2020   12:51 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Herman hidup di sebuah desa kecil di pesisir Pantai selatan Jawa, desa yang jauh dari hiruk- pikuk  perkotaan, yang sangat membisingkan telinga manusia. Hidup di pesisir pantai mendapatkan banyak berkah, tetapi banyak juga bahaya yang mengintai Herman dan para masyarakat yang tinggal di pesisir pantai.

Masyarakat pesisir mendapatkan berkah karena banyak wisatawan yang datang untuk berlibur menikmati indahnya pantai. Hal ini menjadikan peluang usaha bagi masyarakat yang tinggal di sekitar Pantai Samas. Namun, ombak besar dapat membuat semua usaha yang ada di sekitar pantai rusak bahkan hilang dalam sekejap mata.

Herman sendiri seorang lelaki yang  berumur delapan belas tahun, Herman sendiri tergolong siswa yang berprestasi di sekolahnya. Herman sudah waktunya untuk  melajutkan  menuntut ilmu ke Perguruan Tinggi. Herman bercita – cita bersekolah tinggi agar kelak dapat memajukan desanya dalam bidang pariwisata dan perikanan.

Setelah mendafar di berbagai perguruan tinggi, Herman diterima di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Herman merasa senang karena dapat meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Namun, di sisi lain Herman juga merasa sedih karena harus meninggalkan desanya yang sangat permai, yang menyediakan semua kebutuhan masyarakat, desa yang sangat nyaman dan menyimpan sejuta kenangan masa kecilnya. 

Keindahan pantai yang menawan hati dan memanjakan mata sangat berat untuk ditinggalkan.  Herman berjanji akan mengembangkan desanya setelah ia menyelesaikan pendidikanya.

Pak Sumeri dan Ibu Sumeri orang tua herman sejatinya tidak rela untuk melepas anaknya pergi keluar kota, walaupun hanya sebentar.  Karena herman merupakan anak satu – satunya yang dimilikinya. Berat hati ditinggal oleh anak tersayang. Namun demi cita – cita sang anak, Keluarga Herman mengizinkan Herman untuk melanjutkan pendidikanya ke Perguruan Tinggi.

Mengeyam Pendidikan Tinggi 

Hari yang ditunggu pun tiba, Herman harus berangkat  ke kota untuk memulai masa studinya di kota. Sebelum berangkat Herman menyempatkan diri untuk pergi ke tepi pantai dan berucap,  “aku pergi untuk kembali, kembali di tempat yang indah ini untuk bertemu dengan keindahan pasirmu, bertemu kembali dengan langit senja yang mengiringi matahari pergi menuju kesinggasananya”.

Demi pengidupan yang baik masyarakat aku rela sementara meninggalkanmu, untuk menuju hari yang lebih baik. Ia pun bergegas untuk kembali ke rumah dan bersiap untuk berangkat ke Jakarta. Herman berpamitan dengan kedua orang tuanya dan semua warga. Herman berjabat tangan dengan kedua orang tuanya dan pergi melaju dengan kepala tegak  dengan diiringi teriakan semangat dari warga sekitar, Herman  menuju kesebuah abang ojek yang siap menghatarnya sampai ke terminal.

Tak membutuhkan waktu lama, abang ojek pun memacu motornya menuju ke terminal. Dalam perjalanan, Herman sempat meneteskan air matanya. Ia tak kuasa meninggalkan desanya tercinta. Desa yang membentuk karakternya sampai sekarang ini. “Bapak…Ibu…doakan anakmu ini agar dapat menjalani semua ini dan dapat kembali ketempat ini dengan secepat mungkin”.

Setelah menempuh perjalanan sekitar satu jam, Herman sampai di terminal membayar abang ojek pangkalan sebesar Rp 25.000. Bukan harga yang mahal, tapi bukan harga yang murah. Setelah membayar herman bergegas mencari bus dengan tujuan Jakarta.

Arus keluar masuk pada hari itu sangat padat sehingga Herman sedikit kualahan dalam mencari Bus yang sesuai dengan tujuanya. Ia pun bertanya petugas kesana kemari dan akhirnya setelah beberapa lama mencari, ia mendapat bus sesuai dengan alamat tujuanya. Coming Jakarta… Yeehhh.

Refleksi Untuk Kita

Herman pergi ke Jakarta untuk melanjutkan studinya, sementara keluarganya hidup di desa dengan kondisi yang seadanya. Semenjak ditinggal Herman pergi kondisi pun banyak yang berubah. Tanaman yang ada di tepi pantai seperti pandan dan cemara laut lambat laun berkurang, spesies penyu yang ada di pantai samas semakin lama semakin berkurang.

Semua itu diakibatkan oleh oknum – oknum masyarakat yang tidak bertanggung jawab. Keluarga Herman pun gelisah dan mengecam kegiatan tidak bijaksana yang dilakukan oleh oknum masyarakat tertentu.

Pantai yang indah akan menarik parawisatawan, namun pantai yang jauh dari kata baik dan bersih niscaya tidak akan ada wisatawan yang mau datang. Keindahan pantai adalah nilai tambah agar wisatawan mau datang. Namun, semuanya sudah tidak mempunyai arti.

Pantai Samas yang dulunya indah berseri, sekarang menjadi gersang dan penuh sampah yang tersebar di pasir pantai. Umumnya sampah tersebut berasal dari aliran air sungai yang bermuara di pantai Samas. Alam yang dirusak tidak akan memberikan tmbal balik yang baik kepada manusia. Alam dan manusia saling berdampingan dan manusia membutuhkan keberadaan alam itu sendiri.

Keluarga Herman dan Masyarakat lainya pun semakin kawatir karena semakin lama intesitas wisatawan yang datang semakin berkurang. Tentu ini menjadi berita buruk bagi masyarakat yang mengandalkan penghasilan dari wisatawan yang datang berwisata ke pantai. Masyarakat semakin bingung mengenai kehidupan mereka yang semakin lama semakin susah. Akibat dari oknum yang tidak bertanggung jawab berdampak buruk bagi banyak pihak.

Akibat dari tanaman pandan dan cemara yang sudah ditebangi, Pantai Samas sering dilanda abrasi ketika musim air laut tinggi. Masyarakat sekitar pantai ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Banyak wisatawan yang tidak datang, ditambah dengan abrasi yang sering terjadi.

Abrasi mengikis tepi pantai sampai kerumah warga. Masyarakat harus berpindah ke tempat yang jauh dari bibir pantai. Abrasi yang menyerang rumah warga cukup besar, jalan pun seperti termakan oleh ari begitu saja, rusak dalam waktu kurang dari 5 menit.

Perjuangan di Jakarta. 

Desa Herman yang semakin hancur, Herman pun sudah kurang lebih 4 Tahun berkuliah di jakarta. Keluarga Herman sangat rindu dengan anaknya, ketika berkuliah Herman tidak bisa pulang karena tidak adanya biaya. Selain itu, di kampus tempat Herman belajar, terdapat semester pendek dan ini dimanfaatkan oleh Herman agar cepat menyelesaikan studinya. Tak terasa Herman kini sudah lulus dan mendapatkan gelar Sarjana “  Ini ibuk dan bapak pasti senang saya sudah mendapatkan gelar Sarjana”. Herman tidak sabar untuk kembali ke desa dan membangun desanya agar menjadi lebih maju. Setelah selesai mengurus berkas kelulusan Herman segera kembali ke desanya. Untuk melihat bagaimana kondisi desanya sekarang.

Waktu yang ditunggu akhirnya datang, Herman berangkat dari Jakarta menggunakan bus berwarna merah begitu juga hati herman yang sedang sangat senang karena tidak lama lagi dapat bertemu dengan keluarganya.

Satu hari lamanya dia berada dalam bus yang sangat membatasi pergerakanya. Pagi dini hari herman sampai di Jogja dengan hati gembira, tidak terasa lelahnya dibayar dengan suasana Jogja yang masih sejuk. Ini saatnya ia menuju ke desanya perjalanan kurang lebih 20 menit. Herman naik ojek untuk sampai ke desanya. Dalam perjalanan Herman berbincang - bincang dengan tukang ojek membicarakan mengenai desanya. 

Hampir sudah sampai ke desanya, Herman bingung serasa ada yang berbeda dari jalan menuju desanya. Tidak lama kemudian, sekitar 5 menit tambah bingung, desanya yang dulunya asri, pantainya bersih sekarang menjadi sunyi dan sangat panas. Herman sangat bingung di mana rumah tinggalnya sekarang. Ia pun bertemu dengan Pak Husen, dia masih mengenali wajahnya.

“walahh baru pulang kamu to lee, sudah lulus sekarang ya, wah bangga sekali Ayah dan Ibumu lee. 

“iya Pak Husen, baru saja sampai ini, kok semuanya jadi begini pak sekarang?. Semuanya berubah menjadi seperti ini”.

Pak Husen pun menjelaskan semua kronologi kejadinya, dan Herman pun meneteskan air matanya karena tidak kuat mendengar cerita dari Pak Husen.

Setelah bercerita sekitar 1 Jam Herman meminta bantuan Pak Husen untuk menunjukan rumahnya yang baru. Pak Husen langsung mengantar ke rumahnya, dan Herman pun bertemu keluarganya dan menangis, Mengapa Semua Ini terjadi?....

Ketika kita menyatu dengan alam dan menjaga kelestarian alam, niscaya alam tidak akan berbuat buruk kepada kita umat manusia. Manusia pada hakikatnya membutuhkan alam untuk dapat bertahan hidup.

Alam sudah menyediakan yang dibutuhkan umat manusia, tetapi tidak menyediakan apa yang diinginkan umat manusia. Mari kita jaga alam kita dan kembalikan alam kita yang sudah mulai rusak akibat pola pikir yang salah dari para petinggi Negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun