"Kami bersyukur karena banyak acara di tempat ini, dan di sekolah. Ini adalah rejeki yang harus di tangkap. Kesempatan itu tidak datang berkali-kali!"
Dua sisi yang buatku makin bingung. Di satu sisi nasehat tulus istriku. Di lain pihak nasehat tetanggaku. Walaupun kulihat untuk kegiatan keimanan, ia banyak menuntut karena tidak ada pos dana untuk pelayanan-pelayanan di anggaran keluarganya.
Dibandingkan diri kami, sepertinya rejekinya banyak terus walaupun pelitnya minta ampun terlebih untuk sumbangan-sumbangan.
Saat itulah langkahku makin mendekati si nenek-nenek penjual segala kebutuhan dapur dan gerabah apa adanya. Kurogoh sakuku dan kuberikan uang lima puluh ribuan terakhirku.
Dan Puji Tuhan! Semua takutku sirna!
Yang ada malah langkah yang ringan dan kepastian jawaban ketika ditanya mau beli yang mana oleh sang nenek.
"Ambillah Puk (Bahasa Sasak:panggilan nenek). Ijinkan saya memberikan untuk Papuk." Kulihat mata yang bahagia. Dan ia mendoakanku banyak sekali. Karena ia punya tanggung jawab memelihara cucunya. Maklumlah ibu dan bapak mereka kawin muda lalu bercerai dan pergi entah kemana, yang ditinggalkan mereka hanyalah anak-anak yang seringkali berulah.
Tanpa kuduga air mataku menetes dari sudut-sudut mata tuaku. Kuingat istri dan anak-anakku yang menjadi tanggungjawabku. Mereka adalah buah cinta Tuhan yang dititipkan kepadaku.
Sang Neneklah yang memberiku dari kekurangannya. Perbanyak bersyukur.
Istriku mengajariku ketika Tuhan menggerakkan hatimu untuk memberikan sesuatu kepada orang di manapun itu, maka lakukannlah, jangan pernah menunda! Karena kesempatan datangnya langka. Berilah dari kekuranganmu. Karena jika kamu menunggu untuk kaya baru mau memberi maka sampai mati pun kita tidak pernah memberi, karena kita pasti merasa kurang terus!
Akhirnya kini kusadari bahwa Tuhan telah membukakan jalan-Nya bagiku. Aku tak perlu takut lagi ditagih hutang tiap bulan. Semua kewajiban terbayarkan rutin. Dan semua kebutuhan hidup terpenuhi sempurna. Sedangkan keinginan menjadi terkontrol dari semua peristiwa ini.