Ketiga, tidak ada tiket masuk untuk ke tempat-tempat wisata alam apapun (pantai, Sungai, air terjun, jalur trekking). Di Indonesia, sedikit-sedikit kita harus membayar retribusi daerah, parkir, dsb. Tentu hal ini tidak masalah kalau uangnya betul digunakan untuk membangun tempat wisata yang layak dan ramah lingkungan.
Di Korsika, ketika ada jasa yang ditawarkan, harganya jelas tercantum di papan atau website resmi dengan wajar, dan sama untuk semua orang (kecuali anak-anak, siswa, atau orang tua yang sering mendapat keringanan). Misalnya, naik ferry ke pelabuhan St. Florence "Hanya" 20 euro bolak balik, mungkin lebih murah daripada di Nusa Penida.Â
Harga tidak seenaknya "diketok", seperti sering terjadi di restoran atau tempat penyewaan perahu di Indonesia. Misalnya di Flores, Pulau Komodo, dimana saya mendapat harga dua kali lipat daripada turis lain yang memesan sehari sebelum saya, kemudian turis "bule" mungkin harus membayar lima hingga sepuluh kali lipat.Â
Jam keberangkatan dan kedatangan kembali juga tercantum jelas dan semua tepat waktu. Di Nusa Penida, saya sempat terjebak oleh agen yang tidak profesional dan membuat kami menunggu kapal berjam-jam, padahal tujuan memakai agen untuk efisiensi waktu.
Masalah-masalah tersebut tentu adalah masalah struktural di luar kontrol individu, dan lebih disebabkan jurang perbedaan antara negara maju dan berekembang. Namun dengan mulai merefleksikannya, semoga kita Bersama-sama dapat memupuk kepedulian untuk merawat alam, mulai dari diri dan lingkungan masing-masing. Dengan demikian Indonesia dapat menunjukkan pesona alam pada wisatawan, tidak kalah dengan Korsika.