Kedua, memasak dan belanja di supermarket. Sebagai pulau liburan, harga makan di restoran cukup mahal, sekali makan 20-30 euro. Jika memasak sendiri, dengan 5 euro sudah bisa makan kenyang. Kami pun sarapan di rumah, dan makan malam di penginapan, siang hari mencoba berbagai makanan di restoran karena penasaran dengan makanan Korsika. Orang Indonesia, termasuk saya, kebayakan tidak akan cocok dengan masakan Eropa pada umumnya, karena kurang berbumbu, kurang pedas dan sebagainya. Masakan khas Korsika biasanya terbuat dari sapi muda, babi hutan, keju kambing, juga kadang ikan. Untuk saya, masakannya kadang terlalu hambar, terlalu pahit, terlalu asin, jadi sayangnya tidak ada ynag pas. Maka, saya sarankan membawa bumbu instand an memasak sendiri.
Ketiga, belajar bahasa Prancis atau Italia dasar. Semua penduduk bisa berbahasa Prancis, dan sebagian besar berbicara bahasa Italia, alasannya akan saya bahas selanjutnya. Walaupun orang-orang yna gbekerja di sektor pariwisata fasih berbahsa Inggirs, lebih asyik untuk berbicara dengan warga local, karena mereka memberikan perspektif yang menarik tentang kehidupan sehari-hari, dan juga pada dasarnya sangat ramah.
 Dua orang penduduk bahkan mentraktir kami kopi, minuman "aperitivo" atau alkohol sebelum makan di kafe dan restoran. Banyak penduduk meluangkan waktu untuk mengorbrol dengan kami dan memberikan tips-tips tempat menarik yang diakses gratis..Â
Tulisan pertama ini membahas tempat wisata di bagian Utara Korsika, dan tulisan selanjutnya (Bagian dua) membahas bagian selatan. Pembagian ini berdasarkan pengalaman saya dan bukan pembagian resmi.
Korsika Utara
Kota pelabuhan Bastia terletak di Utara Korsika. Jika pulau Korsika berbentuk seperti tangan terkepal dengan jari telunjuk terangkat, Bastia berada di pangkal jari telunjuk itu. Sepanjang garis pantai terdapat cafe, bar, dan pertokoan.
 Oleh warga local yang sedang berlatih Polyphonie Corse di salah satu restoran (paduan suara tradisional dari Korsika), kami disarankan pergi ke Nonza, sebuah desa indah berpenduduk 67 orang dengan pantai berbatu gelap, sekitar sejam perjalanan dengan mobil.
 Desa Nonza yang terletak di atas gunung batu memang indah, maka desa perpenduduk 67 orang ini lebih dipenuhi turis daripada warganya.Â
Untuk mencapai pantainya kami harus turun gunung dengan tangga sekitar 30 menit. Untuk saya, Pantai ini unik karena sama sekali tidak ada pasir di garis pantainya, tetap batu.batu kerikil sebesar buah duku atau lebih besar. Kebanyakan batu berwarna gelap, namun ada juga warna terang dan hijau emerald.