Di depannya ada pasar souvenir kecil, café-cafe dan stand-stand makanan.
Nah, sekarang saya akan membahas tentang budget menginap dan makan. Untuk menginap, kami cari hotel murah di booking.com.
Kalau kalian berani sekamar sama traveler lain, banyak juga backpacking hostels yang harganya sangat terjangkau.
Tapi kalau kalian berempat atau lebih, silahkan cari di booking yang sekamar berempat, itupun sudah cukup murah. Kami dapat di Hotel Meininger, di Downtown Franz: 136 euro/2 hari/ 2 malam, jadi sekitar Rp.280 ribu atau 17 euro/orang/malam. Hotelnya bagus dan kamar mandinya luas, tapi lumayan jauh (hampir 10 menit) untuk jalan ke transportasi umum terdekat, yaitu halte tram.
Selain itu, kami mencari tau apakah hotelnya punya dapur umum yang bisa dipakai semua pengunjung, biar bisa menghemat budget, jadi sebelum jalan-jalan sarapan di hotel dan setelah jalan-jalan masak dan makan malam disana.
Karena, jangan samakan dengan Indonesia yang beli makanan jadi di warung atau warteg bisa lebih murah daripada masak sendiri, di Eropa biaya tenaga kerja itu muahal banget, jadi makan di luar juga mahal.
Karena itu, untuk makanan selama di Eropa, kalau mau irit tentunya lebih baik masak sendiri. Kami sempat makan di restoran yang sederhana di Wina, satu orang habis sekitar 20 euro, mencakup main course + minum + shared dessert.
Karena kami ingin mencoba masakan khas Wina, Wiener Schnitzel, daging sapi muda yang digoreng tepung, yang ternyata rasanya kalah dengan rendang. Hati-hati, kadang Schnitzel juga bisa terbuat dari babi.
Untuk dessert, kami mencoba kue khas Wina Sachertorte, tart cokelat yang uenak banget. Ditambah Mozartkugeln atau Bola Mozart, yaitu coklat dicampur kacang pistasio, marzipan (manisan dari kacang almond), dan nougat.
Sedangkan saat masak sendiri untuk dinner, dengan kurang dari 15 euro kami sudah beli spaghetti, bumbunya, sosis, keju, dan minuman jus dari supermarket.
Kalau benar-benar nggak mau masak bisa beli makanan di Imbiss (mungkin ekuivalen warung makan di Indonesia), harga kebab sekitar 4-5 euro, seperti di Jerman. Nah waktu itu kami bela-belain ke Berliner Doner Imbiss karena katanya dia kebab terenak di Wina, tapi ternyata nggak ada tempat makan di dalam, alhasil kami berdiri di luar dan kebab yang awalnya hangat langsung dingin dalam beberapa detik.