Mohon tunggu...
Fransisca Dewi Eva Chatalina
Fransisca Dewi Eva Chatalina Mohon Tunggu... Sekretaris - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam di Indonesia

29 Maret 2023   21:32 Diperbarui: 29 Maret 2023   21:57 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pencatatan perkawinan menurut sudut pandang yuridis adalah pencatatan perkawinan yang dilakukan oleh negara bertujuan untuk melaksanakan suatu kewajiban masyarakat sebagai negara hukum. Sehingga suatu perkawinan memiliki kepastian dan kekuatan hukum yang jika dikemudian hari terdapat permasalahan maka dapat dipertanggung jawabkan dihadapan hukum dengan berbagai tuntutan. Pencatatan perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat (2). Jika perkawinan tidak dicatatkan, maka perkawinan dianggap tidak pernah ada. 

D.  Perkawinan Wanita Hamil Menurut Ulama dan KHI

Menurut ulama madzab Hambali, perkawinan wanita hamil hukumnya tidak sah. Karena telah melakukan zina, sehingga menunggu hingga wanita tersebut melahirkan dan bertaubat. Setelah itu diperbolehkan untuk melaksanakan perkawinan. 

Menurut ulama madzab Syafi'i perkawinan wanita hamil hukumnya sah, baik dengan laki-laki yang menghamilinya maupun dengan laki-laki yang tidak menghamilinya. Menurut madzab Maliki perkawinan wanita hamil hukumnya adalah sah jika dengan laki-laki yang menghamilinya namun harus bertaubat terlebih dahulu. Sedangkan menurut Madzab Hanafi perkawinan wanita hamil tetap sah baik dengan laki-laki yang menghamilinya ataupun tidak. 

Namun dengan syarat tidak boleh dikumpuli sampai dengan wanita tersebut melahirkan anaknya. Jika dinikahi oleh orang yang tidak mengamilinya maka boleh dikumpuli sesudah melahirkan dan masa suci serta masa haidnya, selain itu juga telah selesai masa tunggunya bagi wanita setelah hamil (istibro).

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam, perkawinan wanita hamil hukumnya adalah sah. Menurut pasal 53 KHI ayat 1,2, dan 3 perkawinan tersebut tetap dihukumi sah namun harus dengan laki-laki yang telah menghamilinya. 

Hal tersebut dilakukan demi kemaslahatan, agar anak tersebut dapat dinasabkan kepada ayahnya. Namun ada yang berpendapat, jika perkawinan dilakukan ketika anak yang berada di dalam kandungan tersebut sudah berusia lebih dari 3 bulan, maka anak tersebut tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya. Karena bayi tersebut sudah dalam keadaan bernyawa didalam kandungan yang berusia lebih dari 3 bulan. Dengan mempertimbangan konsep maslahat untuk menutupi aib keluarga dan juga pertanggung jawaban dari laki-laki, maka KHI memperbolehkan untuk melakukan perkawinan wanita hamil.

E.  Pencegahan Perceraian

Perceraian merupakan sesuatu yang boleh dilakukan, namun jangan sampai dilakukan. Tidak ada larangan perceraian dalam agama, namun sebisa mungkin untuk dihindari karena akan menyebabkan kemudharatan terutama terhadap anak hasil dari perkawainannya. Sebuah perceraian akan banyak berpengaruh pada tumbuh dan perkembangan anak. Maka dari itu perlunya berbagai upaya untuk menghindari adanya perceraian. Kesiapan sebelum pernikahan juga berpengaruh terhadap potensi perceraian.

Menjaga komunikasi yang baik dengan pasangan adalah salah satu cara agar terhindar dari perceraian. Komunikasi merupakan salah satu kunci dari langgengnya suatu hubungan. Karena semua permasalahan yang ada dapat diselesaikan dengan cara yang baik-baik yaitu komunikasi bukan dengan cara perceraian. Perceraian bukan menyelesaikan masalah, namun justru menambah masalah baru.

Cara yang kedua adalah menghindari sikap egois. Suami istri haru memiliki sikap toleran. Ada saatnya suami harus mengalah dan ada saatnya istri yang harus mengalah. Jangan sampai keduanya sama-sama keras, karena ini akan menyebabkan perceraian. Ibarat salah satu jadi api, maka yang satunya harus bisa jadi air untuk memadamkan api tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun