Mohon tunggu...
Fransisca Dewi Eva Chatalina
Fransisca Dewi Eva Chatalina Mohon Tunggu... Sekretaris - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Hukum Keluarga Islam

Selanjutnya

Tutup

Book

Kewarisan Perempuan di Negara Muslim Modern: Pergeseran, Adaptabilitas, dan Tipologi

11 Maret 2023   11:47 Diperbarui: 23 Maret 2023   11:23 231
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan yang menjadi sebab penghalang kewarisan perempuan di Arab Saudi adalah :

  • Budak. Adalah orang yang lemah secara hukum.
  • Pembunuhan. Dalam hal ini adalah pembunuhan yang mengakibatkan qisash, diyat, dan kafarat. Bukan pembunuhan yang dibenarkan syariat.
  • Beda Agama. Perbedaan agama dalam segala hal dipandang menghalangi  

Selain Indonesia dan Arab Saudi ada juga negara muslim yang menerapkan sistem pembagian waris perempuan modern yaitu Somalia. Muslim di Somalia menganut mazhab Syafi'i secara umum. Namun, hukum adat Afrika juga masih memiliki pengaruh yang kuat juga. Bahkan dalam hal-hal tertentu hukum adat tersebut bisa mengalahkan hukum islam.

Pada tahun 1975, Somalia memiliki undang-undang dengan nama Family Code Of Somalia yang mana diundangkannya hukum keluarga ini adalah untuk menggantikan hukum adat kuno yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah. Terdiri dari 173 pasal dan 4 bab. Buku pertama pasal 1-52 mengatur tentang perkawinan dan perceraian. Buku kedua pasal 53-81 mengatur tentang anak dan pemeliharaannya. Buku ketiga pasal 82-116 mengatur tentang perwalian dan perwakilan, dan buku ke empat pasal 117-173 mengatur tentang kewarisan.

Walaupun tampak memperhatikan nilai kesetaraan, namun Family Code Of Somalia ini masih kurang melindungi hak perempuan. Misalnya masih dimungkinkan terjadinya kawin paksa pada perempuan dan juga praktik poligami. Dalam kultur patriarki, perempuan diorientasikan pada berperan pada sektor domestik. Yang dibatasi ruang geraknya dan kurang memperoleh akses pendidikan. Selain itu, ruang gerak perempuan juga dibatasi oleh kontrol terhadap suaminya.

Pada tahun 1979, Somalia mendeklarasikan diri menjadi negara muslim yang didasarkan pada fiqih Syafi'iyah. Ketentuan kewarisan perempuan di Somalia didasarkan pada fiqih Syafii'iyah , namun dengan modifiaksi yang cukup radikal. Syarat kewarisan yang harus dipenuhi adalah wafatnya ahli waris, adanya pewaris harta, dan adanya harta waris. Sementara yang menjadi sebab kewarisan setiaknya ada dua, yaitu hubungan kerabat dan hubungan perkawinan. Yang dimaksud kerabat disini adalah sebatas anak/cucu, saudara, bapak/ibu, dan kakek/nenek. Sedangkan yang menjadi sebab penghalang kewarisan adalah disebabkan oleh adanya ahli waris yang lebih berhak.

Meski negeri ini bermadzab Syafi'i. Namun konsep pewarisan terdapat beberapa perbedaan. Misalnya kesetaraan hak antara laki-laki dan perempuan dan pembatasan drastis kelompok ahli waris. Dari ketentuan Family Code Of Somalia, dapat dilihat bahwa kesetaraan hak waris laku-laki dan perempuan khususnya suami istri, anak laki-laki dan perempuan, saudara laki-laki dan perempuan, dan antara kakek dan nenek. Kerabat jauh tidak memiliki kesempatan untuk mewarisi.

Zu al-furudh dalam konsep kewarisna perempuan di Somalia terdiri dari suami, istri, anak (laki-laki/perempuan), cucu (laki-laki/perempuan), ayah, ibu, kakek, nenek, dan saudara (laki-laki/perempuan). Jika semaunya ada maka yang berhak mewarisi adalah suami/istri, anak (laki-laki/perempuan), ayah, dan ibu.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan secara fiqih klasik antara Indonesia, Arab Saudi, dan Somalia dalam hal kewarisan. Ketiganya berbeda, baik yang berupa ketentuan umum (dasar hukum, sebab, syarat dan halangan) maupun yang berkaitan dengan ketentuan teknis (kelompok, bagian, dan cara perhitungannya).

Di Indonesia, cabang ketentuan waris perempuan mengalami pergeseran dari fiqih klasik (Syafi'iyah). Terkait dengan dasar hukum, ketentaun kewarisan dalam KHI selain dari Al-Qur'an, hadist dan ijma' yang sangat populer dengan landasannya, juga menggunakan ijma' ulama lokal sebagai landasannya. Misalnya terkait hak cucu perempuan atau laki-laki untuk menggantikan kedudukan ayahnya yang wafat. Sealin itu juga wasiat wajibah yang diberlakukan kepada kerabat angkat (baik anak angkat ataupun orangtua angkat).

KHI tidak menjadikan wala' sebagai sebab mewarisi. Berbeda dengan Syafi'i yang menganggap wala' sebagai sebab untuk mewarisi. Hal ini karena Indonesia tidak mengenal perbudakan. Hubungan kerabat angkat sebagi sebab kewarisan melalui wasiat. Disebabkan oleh faktor budaya dan kebiasaan (adat-istiadat) masyarakat yang terbiasa mengangkat anak atau orang tua.

Terkait dengan penghalang waris, dalam KHI dijelaskan terdapat sedikit perubahan dari konsep Syafi'iyah. KHI memasukkan tindakan percobaan pembunuhan, penganiayaan berat, dan fitnah sebagai penghalang kewarisan. Perubahan ini mengandung nilai positif, khsuusnya bagi pewaris dari tindakan kekerasan dan intimidasi terhadap harta yang dimiliki oleh pewaris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun