2. Gangguan Rantai Pasok
Pandemi COVID-19 memberikan dampak besar terhadap sistem logistik global. Di Indonesia, gangguan rantai pasok menyebabkan kelangkaan barang di berbagai sektor, mulai dari kebutuhan pokok hingga barang industri. Ketika pasokan barang terbatas tetapi permintaan tetap tinggi, harga-harga pun melonjak.
Fenomena ini terlihat jelas pada harga minyak goreng yang melonjak drastis di awal 2022. Kelangkaan bahan baku dan spekulasi di pasar memperburuk situasi, membuat inflasi menjadi lebih sulit dikendalikan.
3. Kebijakan Moneter yang Tidak Tepat
Inflasi juga dipengaruhi oleh kebijakan moneter yang diterapkan oleh Bank Indonesia. Ketika uang beredar terlalu banyak tanpa diimbangi peningkatan produksi, nilai uang akan menurun. Hal ini dapat memicu inflasi karena harga barang dan jasa menjadi lebih mahal.
Pada masa lalu, Indonesia pernah mengalami hiperinflasi yang parah pada 1965--1966. Kebijakan pemerintah yang mencetak uang secara masif untuk membiayai defisit anggaran menjadi pemicu utama. Peristiwa tersebut menjadi pelajaran penting betapa krusialnya pengelolaan moneter dalam menjaga kestabilan ekonomi.
4. Dampak Faktor Musiman
Selain faktor global dan kebijakan domestik, Indonesia juga rentan terhadap inflasi musiman. Saat Ramadan atau menjelang hari raya, permintaan terhadap barang konsumsi meningkat signifikan. Kenaikan permintaan ini sering kali tidak diimbangi dengan pasokan yang memadai, sehingga harga-harga melonjak.
Jika dibiarkan, akumulasi dari berbagai faktor ini bisa menjadi bom waktu yang siap meledak. Ketika inflasi melonjak tanpa kontrol yang memadai, masyarakat akan menghadapi beban ekonomi yang semakin berat.
Dampak Inflasi terhadap Kehidupan Masyarakat
Salah satu dampak paling nyata dari inflasi adalah penurunan daya beli masyarakat. Kenaikan harga barang dan jasa membuat uang yang dimiliki masyarakat kehilangan nilainya. Kelompok masyarakat berpenghasilan tetap adalah yang paling rentan terkena dampaknya.