Media massa, yang seharusnya menjadi jembatan informasi, juga kurang memberikan perhatian serius terhadap isu ini. Sebagian besar pemberitaan hanya bersifat permukaan tanpa penjelasan yang mendalam. Contohnya, ketika terjadi kebakaran hutan, liputan media lebih fokus pada kejadian tersebut tanpa membahas penyebab utamanya, seperti deforestasi atau perubahan iklim. Minimnya informasi yang komprehensif membuat masyarakat sulit menyadari urgensi dan kompleksitas dari masalah ini.
Ketertarikan yang Terkalahkan
Di era digital, di mana persaingan informasi sangat ketat, perhatian masyarakat lebih mudah teralihkan oleh konten sensasional. Isu lingkungan yang sering kali serius dan kompleks kalah pamor dibandingkan dengan berita selebriti, video viral, atau inovasi teknologi terbaru.
Kehadiran media sosial sebenarnya memberikan peluang besar untuk meningkatkan kesadaran lingkungan. Namun, sayangnya, banyak kampanye lingkungan yang gagal memanfaatkan platform ini secara maksimal. Pesan-pesan yang disampaikan sering kali tidak menarik secara visual atau emosional, sehingga sulit bersaing dengan konten lain yang lebih menghibur.
Pola Pikir "Itu Bukan Tanggung Jawab Saya"
Ada pula anggapan bahwa tanggung jawab menjaga lingkungan adalah tugas pemerintah, perusahaan besar, atau organisasi internasional. Masyarakat sering merasa bahwa kontribusi individu mereka terlalu kecil untuk memberikan dampak yang berarti. Pola pikir ini membuat banyak orang enggan mengambil langkah sederhana, seperti mengurangi penggunaan plastik sekali pakai atau menghemat energi.
Padahal, perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang dilakukan secara kolektif. Misalnya, gerakan membawa botol minum sendiri atau memilih transportasi umum telah terbukti mengurangi emisi karbon di beberapa kota besar. Sayangnya, kurangnya kesadaran akan dampak nyata dari tindakan individu membuat banyak orang merasa bahwa upaya mereka tidak akan memberikan hasil.
Krisis yang Nyata
Meski sering diabaikan, dampak dari isu lingkungan sudah sangat nyata dan dirasakan oleh banyak orang. Di Indonesia, banjir besar yang melanda Jakarta setiap musim hujan adalah salah satu contoh nyata dari kerusakan lingkungan. Penggundulan hutan di hulu sungai dan sistem drainase yang buruk telah memperburuk kondisi ini, tetapi masalah ini terus berulang setiap tahun tanpa solusi yang jelas.
Di sisi lain, polusi udara telah menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Menurut data WHO, lebih dari tujuh juta orang di dunia meninggal setiap tahun akibat penyakit yang disebabkan oleh polusi udara. Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat polusi udara yang tinggi, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya.
Tidak hanya itu, laut Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati kini terancam oleh pencemaran plastik. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu penyumbang sampah plastik terbesar di dunia. Sampah-sampah ini tidak hanya mencemari ekosistem laut, tetapi juga berpotensi masuk ke rantai makanan manusia melalui mikroplastik yang terkandung dalam ikan dan makanan laut lainnya.