Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Presidential Threshold Dihapus, Apa Dampaknya bagi Demokrasi Indonesia?

4 Januari 2025   09:44 Diperbarui: 4 Januari 2025   09:44 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pilpres, pemilu (Kompas Cetak)

Bukti Empiris dari Negara Lain

Pengalaman negara lain dapat menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia. Di Prancis, misalnya, sistem pemilu presiden tanpa ambang batas memungkinkan siapa saja mencalonkan diri. Akibatnya, pemilu putaran pertama sering kali diikuti oleh puluhan kandidat, meskipun hanya sedikit yang benar-benar memiliki peluang menang.

Namun, Prancis memiliki sistem dua putaran yang efektif, di mana dua kandidat dengan suara terbanyak akan bersaing di putaran kedua. Sistem ini memastikan bahwa presiden yang terpilih memiliki legitimasi yang kuat. Di sisi lain, negara-negara seperti Brasil dan Filipina menunjukkan bahwa tanpa ambang batas, risiko munculnya presiden populis dan konflik legislatif-eksekutif menjadi lebih besar.

Kesimpulan

Di hapusnya Presidential Threshold adalah langkah yang akan membawa dampak besar bagi sistem politik Indonesia. Di satu sisi, penghapusan Presidential Threshold dapat memperluas spektrum demokrasi, memberikan lebih banyak pilihan kepada rakyat, dan membuka peluang bagi munculnya pemimpin alternatif. Namun, di sisi lain, kondisi ini juga membawa risiko fragmentasi suara, meningkatnya populisme, dan tantangan stabilitas pemerintahan.

Debat mengenai penghapusan Presidential Threshold seharusnya tidak hanya berfokus pada keuntungan jangka pendek, tetapi juga mempertimbangkan implikasi jangka panjang terhadap kualitas demokrasi, stabilitas politik, dan tata kelola pemerintahan. Keputusan ini membutuhkan kajian mendalam yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan praktisi politik, untuk memastikan bahwa reformasi yang dilakukan benar-benar membawa manfaat bagi kemajuan bangsa.

Dengan memahami kompleksitas masalah ini secara menyeluruh, kita dapat melihat bahwa menghapus Presidential Threshold bukan hanya soal membuka peluang bagi lebih banyak kandidat, tetapi juga tentang bagaimana menjaga keseimbangan antara keterwakilan demokrasi dan stabilitas pemerintahan. Pada akhirnya, reformasi sistem politik harus diarahkan untuk menciptakan demokrasi yang lebih inklusif, adil, dan efektif bagi seluruh rakyat Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun