Selain itu, ada persoalan hukum terkait perlindungan pihak ketiga. Contohnya, seorang pembeli properti mungkin tidak tahu bahwa aset yang dibelinya berasal dari hasil kejahatan. Dalam situasi seperti ini, bagaimana hukum melindungi pihak tersebut?
Harmonisasi regulasi juga menjadi masalah penting. Saat ini, Indonesia memiliki banyak undang-undang yang mengatur soal penyitaan dan perampasan aset, seperti UU Tindak Pidana Korupsi, UU Pencucian Uang, dan KUHAP. UU Perampasan Aset harus diselaraskan dengan peraturan-peraturan ini agar tidak terjadi tumpang tindih atau kebingungan dalam implementasinya.
Apa yang Harus Dilakukan agar UU Ini Berhasil?
Agar UU Perampasan Aset benar-benar efektif, diperlukan beberapa langkah strategis:
Penguatan Institusi Penegak Hukum
Institusi seperti KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung perlu dilengkapi dengan sumber daya manusia yang kompeten dan teknologi canggih untuk melacak aset yang disembunyikan.Pengawasan dan Akuntabilitas
UU ini harus diimplementasikan dengan transparansi tinggi untuk mencegah penyalahgunaan kewenangan. Mekanisme pengawasan independen juga diperlukan untuk memastikan proses perampasan aset dilakukan secara adil.Edukasi Publik
Masyarakat perlu diberi pemahaman tentang pentingnya UU ini dan bagaimana perampasan aset dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Dengan dukungan publik, tekanan terhadap penegak hukum untuk bertindak transparan dan cepat akan semakin besar.
Kesimpulan
UU Perampasan Aset bukan hanya sekadar alat hukum, tetapi juga simbol perjuangan melawan kejahatan ekonomi yang merugikan negara. Dengan aturan ini, negara tidak hanya mampu mengembalikan kerugian, tetapi juga memberikan pesan tegas bahwa kejahatan tidak akan pernah membawa keuntungan.
Namun, harapan ini hanya dapat terwujud jika undang-undang ini diimplementasikan dengan benar, transparan, dan adil. Perjalanan panjang menuju Indonesia bebas korupsi memang belum selesai, tetapi UU Perampasan Aset adalah langkah besar menuju keadilan bagi seluruh rakyat.