"Ketika rasa saling menghormati perlahan lenyap, keharmonisan masyarakat berada di dalam kepunahan."
Indonesia, adalah negara yang dikenal dengan keberagamannya, kini menghadapi ancaman yang sangat serius: merosotnya tingkat toleransi, terutama di kota-kota besar. Perubahan ini tidak hanya mencederai semboyan Bhinneka Tunggal Ika, tetapi juga merusak sendi-sendi kehidupan sosial yang selama ini menjadi kekuatan bangsa.
 Mengapa hal ini terjadi? Apa saja dampak dan solusi yang bisa kita lakukan bersama? mari kita membahasnya secara mendalam fenomena tersebut.
Mencermati Penurunan Toleransi di Kota-Kota Besar
Fenomena penurunan toleransi bukanlah isu baru, namun kini semakin terasa dampaknya di tengah masyarakat urban. Kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Medan, hingga Makassar, yang dikenal sebagai pusat keberagaman, justru menjadi saksi maraknya konflik berbasis agama, etnis, dan budaya.
Contoh nyata dapat dilihat dari kasus-kasus diskriminasi berbasis agama di lingkungan kerja maupun pendidikan. Sebagai ilustrasi, seorang karyawan di salah satu perusahaan multinasional di Jakarta mengaku menghadapi tekanan untuk menjalankan praktik keagamaan tertentu karena mayoritas rekan kerjanya berbeda keyakinan.
 Situasi ini menunjukkan bahwa toleransi yang semestinya menjadi landasan hidup bersama kini berubah menjadi jurang pemisah.
Menurut survei Setara Institute tahun 2022, beberapa kota besar di Indonesia menunjukkan skor toleransi yang menurun dibandingkan lima tahun sebelumnya. Laporan tersebut mengungkapkan bahwa salah satu penyebab utama adalah kurangnya edukasi tentang keberagaman dan meningkatnya pengaruh narasi intoleransi melalui media sosial.
Faktor Penyebab Merosotnya Toleransi
Penurunan toleransi di kota-kota besar bukanlah kebetulan semata. Ada sejumlah faktor yang saling berkaitan dan memperburuk situasi:
Polarisasi Sosial dan Politik
Polarisasi sosial, yang sering dipicu oleh isu politik, menjadi salah satu akar masalah. Contoh paling nyata yang masih melekat dalam ingatan kita  adalah saat Pilkada DKI Jakarta 2017. Pertarungan politik saat itu tidak hanya memecah belah masyarakat berdasarkan preferensi politik, tetapi juga memperuncing sentimen berbasis agama. Setelah itu, luka sosial yang ditinggalkan masih terasa hingga kini, membuat masyarakat lebih sulit untuk saling mempercayai.Media Sosial sebagai Katalis
Media sosial, yang seharusnya menjadi alat pemersatu, justru sering kali menjadi sarana penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan narasi intoleransi. Algoritma media sosial cenderung memperkuat bias pengguna, sehingga menciptakan echo chamber di mana seseorang hanya terpapar pada pandangan yang sejalan dengan keyakinannya.
Misalnya, sebuah unggahan viral yang salah mengutip ajaran agama tertentu dapat memicu konflik besar kita bisa melihatnya dikolom komentar yang menjadi wadah konflik perpecahan terjadi. Dalam beberapa kasus, isu yang awalnya hanya ada di media sosial meluas menjadi tindakan kekerasan fisik, seperti yang terjadi di Bekasi pada tahun 2019 ketika sebuah kelompok masyarakat menyerang tempat ibadah berdasarkan informasi keliru yang mereka terima.Minimnya Literasi Keberagaman
Pendidikan di Indonesia masih belum sepenuhnya menanamkan nilai-nilai toleransi dan keberagaman secara efektif. Banyak kurikulum di sekolah yang masih kurang memperkenalkan konsep harmoni sosial di tengah perbedaan. Hal ini menyebabkan generasi muda kurang memiliki wawasan tentang pentingnya saling menghormati satu sama lain.
Tekanan Ekonomi dan Urbanisasi
Kota-kota besar menghadapi tantangan besar akibat tekanan ekonomi dan urbanisasi. Persaingan untuk mendapatkan pekerjaan, tempat tinggal, dan akses pendidikan sering kali memicu konflik horizontal antarindividu maupun kelompok. Dalam situasi sulit, masyarakat cenderung mencari kambing hitam, sering kali dengan mendiskriminasi kelompok minoritas.
Dampak Merosotnya Toleransi bagi Kehidupan Masyarakat
Penurunan toleransi tidak hanya menciptakan konflik sosial, tetapi juga memiliki dampak jangka panjang yang serius:
Disintegrasi Sosial
Ketika toleransi merosot, masyarakat cenderung terpecah menjadi kelompok-kelompok yang saling mencurigai. Hal ini merusak jaringan sosial yang sebelumnya kuat.Kerugian Ekonomi
Diskriminasi berbasis agama atau etnis di tempat kerja dapat mengurangi produktivitas dan menciptakan lingkungan kerja yang tidak kondusif. Selain itu, konflik sosial sering kali menghambat investasi dan perkembangan ekonomi di daerah tertentu.Krisis Kepercayaan
Rendahnya toleransi membuat masyarakat kehilangan kepercayaan terhadap institusi publik, tokoh agama, hingga sesama warga. Dalam jangka panjang, hal ini dapat menggerus rasa kebersamaan yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Langkah Nyata untuk Mengembalikan Toleransi
Meskipun tantangan ini besar, bukan berarti tidak ada solusi. Berikut langkah-langkah yang dapat diambil untuk memulihkan dan meningkatkan toleransi di kota-kota besar:
Meningkatkan Literasi Digital
Pemerintah, komunitas, dan platform teknologi perlu berkolaborasi dalam memberikan edukasi tentang literasi digital. Masyarakat harus dibekali kemampuan untuk memverifikasi informasi dan mengenali berita palsu.Menyusun Kurikulum Keberagaman
Pendidikan harus menjadi alat utama untuk menanamkan nilai-nilai toleransi. Kurikulum di sekolah perlu memuat pelajaran tentang multikulturalisme, sejarah keberagaman Indonesia, serta pentingnya saling menghormati.Dialog Antaragama dan Budaya
Program lintas agama dan budaya harus diperbanyak, terutama di daerah perkotaan. Sebuah inisiatif di Semarang, misalnya, mempertemukan anak-anak muda dari berbagai latar belakang untuk berdiskusi dan berkolaborasi dalam proyek sosial. Hasilnya, mereka menjadi lebih memahami dan menghargai perbedaan.Penegakan Hukum yang Tegas
Pemerintah harus tegas dalam menindak pelaku ujaran kebencian dan diskriminasi. Dengan adanya keadilan yang nyata, masyarakat akan merasa lebih aman dan terlindungi.Menggunakan Narasi Positif di Media Sosial
Kampanye digital yang mempromosikan keberagaman dan toleransi perlu digencarkan. Konten positif yang menyebarkan nilai-nilai kebersamaan dapat membantu melawan narasi intoleransi yang marak di dunia maya.
Toleransi di Tengah Perbedaan
Meski tantangan besar, masih ada harapan. Kisah inspiratif datang dari sebuah komunitas, di mana umat Muslim dan Kristiani bersama-sama membangun tempat ibadah masing-masing. Mereka saling membantu, tanpa memandang perbedaan keyakinan. Kisah ini menjadi bukti bahwa toleransi sejati masih hidup di tengah masyarakat.
Kesimpulan
Penurunan toleransi di kota-kota besar Indonesia adalah tantangan serius yang tidak bisa diabaikan. Jika tidak segera ditangani, hal ini dapat membawa dampak yang lebih besar bagi masa depan bangsa. Namun, dengan kerja sama semua pihak pemerintah, masyarakat, dan individu kita masih memiliki peluang besar untuk mengembalikan harmoni yang hilang.
Toleransi bukan sekadar menerima perbedaan, tetapi tentang membangun kebersamaan di tengah keberagaman. Saatnya kita semua bangkit untuk menjaga nilai-nilai luhur yang menjadi jati diri bangsa Indonesia. Jangan biarkan intoleransi merusak rumah besar kita.
Bersama kita bisa, untuk Indonesia yang lebih toleran dan harmonis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H