Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Utang Demi Obsesi Resepsi Pernikahan Mewah

2 Desember 2024   16:17 Diperbarui: 2 Desember 2024   16:30 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pernikahan.Pixabay.com/ANURAG1112 

Pasangan yang terjebak dalam hutang cenderung mengalami tekanan psikologis. Perasaan bersalah dan malu terhadap diri sendiri atau keluarga dapat berdampak negatif pada kesehatan mental.

Hutang Menghancurkan Kebahagiaan Pasangan Baru

Rani dan Budi, pasangan dari Jakarta, menjadi salah satu korban obsesi resepsi mewah. Mereka menggelar pernikahan dengan anggaran Rp250 juta, meskipun pendapatan gabungan mereka hanya Rp15 juta per bulan.

“Waktu itu, saya pikir, ‘Tidak apa-apa, ini kan hanya sekali seumur hidup.’ Tapi, sekarang rasanya seperti mimpi buruk,” kata Rani.

Setahun setelah menikah, mereka masih memiliki sisa hutang sebesar Rp180 juta. Untuk melunasinya, Budi harus mengambil pekerjaan tambahan, sementara Rani menunda rencana untuk melanjutkan pendidikan. Hubungan mereka pun menjadi renggang akibat tekanan finansial.

Mengapa Obsesi Ini Terjadi? Analisis Lebih Dalam

Fenomena ini tidak terjadi tanpa alasan. Berikut beberapa penyebab utama:

1. Tekanan Sosial dan Budaya

Di banyak daerah, resepsi pernikahan masih dianggap sebagai simbol kesuksesan keluarga. Orang tua sering kali mendesak anak mereka untuk mengadakan pesta besar demi menjaga reputasi keluarga.

2. Pengaruh Media Sosial

Tren wedding mewah di media sosial menciptakan standar yang tidak realistis. Pasangan muda merasa “harus” mengikuti tren tersebut agar tidak dianggap ketinggalan zaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun