Bulan lalu, Rina, seorang fresh graduate yang baru saja menyelesaikan pendidikan sarjananya, bersemangat menghadiri sebuah job fair di kota besar. Dengan CV terbaik yang telah ia persiapkan dan penuh optimisme, Rina berharap ini akan menjadi langkah awalnya menuju dunia kerja. Namun, harapan tersebut perlahan memudar setelah ia menyadari bahwa acara tersebut lebih menyerupai ajang komersial daripada wadah untuk membantu pencari kerja.
Kisah Rina hanyalah satu dari banyak cerita serupa. Fenomena job fair yang awalnya bertujuan mulia untuk membantu pencari kerja kini berubah menjadi ladang bisnis yang mengecewakan. Di artikel ini, kita akan mengupas lebih dalam masalah ini, mulai dari akar penyebab hingga solusi yang bisa diambil untuk mengembalikan esensi job fair sebagai jembatan antara talenta dan peluang kerja.
Job Fair Awal yang Mulia, Akhir yang Buram
Job fair atau bursa kerja pertama kali muncul sebagai solusi praktis untuk mengatasi kesenjangan informasi antara pencari kerja dan perusahaan. Dalam satu hari atau beberapa hari saja, ratusan pencari kerja bisa bertemu langsung dengan puluhan perusahaan yang membuka lowongan. Konsep ini begitu diminati karena menghemat waktu dan tenaga dibandingkan melamar pekerjaan secara individu.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, tujuan mulia ini mulai terdistorsi. Penyelenggara job fair, baik itu pihak swasta maupun komunitas tertentu, kerap memanfaatkan acara ini untuk meraup keuntungan besar tanpa memikirkan kualitas acara. Hal ini menimbulkan berbagai permasalahan yang berdampak langsung pada pencari kerja.
Masalah yang Harus Kita Soroti
Tingginya Biaya Pendaftaran
Salah satu masalah paling mencolok dari job fair saat ini adalah biaya pendaftaran yang tinggi. Acara-acara besar sering mematok biaya masuk mulai dari Rp30.000 hingga Rp100.000. Untuk beberapa acara premium, biayanya bahkan bisa lebih dari itu.
Bagi pencari kerja seperti Rina, yang belum memiliki penghasilan tetap, biaya ini adalah pengeluaran yang berat. Bahkan, banyak dari mereka yang harus meminjam uang demi bisa menghadiri acara seperti ini. Namun, apa yang mereka dapatkan? Tidak jarang, job fair hanya menawarkan lowongan dengan posisi yang tidak relevan atau bahkan terlalu generik, seperti sales dengan sistem komisi.Kurangnya Transparansi Informasi
Penyelenggara sering kali menggembar-gemborkan janji-janji manis seperti "100 perusahaan ternama" atau "ribuan lowongan pekerjaan." Namun, kenyataannya sering jauh dari ekspektasi. Beberapa perusahaan yang hadir bukanlah perusahaan besar atau ternama, melainkan perusahaan kecil dengan reputasi yang kurang jelas.
Selain itu, informasi detail tentang posisi yang ditawarkan juga sering tidak transparan. Banyak pencari kerja yang datang dengan harapan besar, namun akhirnya kecewa karena lowongan yang tersedia tidak sesuai dengan kualifikasi atau bidang mereka.-
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!