Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenapa Gen Z Rentan Mengalami Depresi?

29 November 2024   15:20 Diperbarui: 29 November 2024   15:50 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Z, atau yang sering disebut sebagai Gen Z, adalah kelompok individu yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012. Sebagai generasi yang tumbuh di tengah era digital, Gen Z memiliki ciri khas yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka dikenal sangat adaptif terhadap teknologi, terbuka terhadap perubahan, dan penuh kreativitas. Namun, di balik kelebihan tersebut, Gen Z justru menghadapi tantangan kesehatan mental yang semakin nyata, termasuk tingginya tingkat depresi.

Mengapa generasi yang terlihat "melek teknologi" dan serba bisa ini justru rentan mengalami depresi? Artikel ini akan mengulas secara mendalam penyebab, dampak, serta cara untuk mengatasi fenomena ini.

1. Media Sosial Teman atau Ancaman?

Citra media sosial sebagai sarana hiburan dan koneksi sosial sering kali menutupi sisi gelapnya. Bagi Gen Z, media sosial seperti Instagram, TikTok, dan Twitter bukan sekadar alat komunikasi, melainkan ruang eksistensi diri. Namun, apa yang terjadi ketika eksistensi ini dipenuhi tekanan?

Budaya Pencitraan dan Standar Tidak Realistis

Bayangkan seorang remaja bernama Nia, siswa SMA berusia 17 tahun. Nia sering menghabiskan waktu di Instagram, melihat foto teman-temannya yang berlibur ke destinasi impian, makan di restoran mahal, atau menggunakan pakaian bermerek. Meski awalnya ia hanya ingin "scroll" untuk hiburan, Nia mulai merasa hidupnya tidak cukup menarik. Ia membandingkan kesehariannya yang sederhana dengan kehidupan glamor yang tampak di layar ponselnya.

Fenomena ini dikenal sebagai perbandingan sosial, dan penelitian menunjukkan bahwa perbandingan semacam ini dapat memicu perasaan rendah diri, kecemasan, hingga depresi. Sebuah studi dari Journal of Adolescence pada tahun 2020 mengungkapkan bahwa individu yang menghabiskan lebih dari tiga jam per hari di media sosial memiliki risiko depresi lebih tinggi dibandingkan mereka yang lebih jarang mengaksesnya.

2. Perubahan Sosial yang Membingungkan

Generasi Z hidup di tengah era perubahan yang sangat cepat. Mulai dari isu global seperti perubahan iklim hingga ketidakstabilan politik, semuanya menjadi pemandangan sehari-hari bagi mereka.

Paparan Berita Negatif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun