Misalnya, biaya produksi barang yang dikenai PPN akan meningkat, dan produsen biasanya meneruskan beban ini kepada konsumen. Akibatnya, daya beli masyarakat, terutama mereka yang berpenghasilan rendah, semakin melemah.
2. Menyulitkan Pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
Bukan hanya masyarakat biasa yang terdampak, pelaku Usaha Kecil dan Menengah (UKM) juga harus memutar otak lebih keras. Dengan tarif pajak yang lebih tinggi, harga jual produk mereka akan naik. Padahal, daya beli konsumen sedang menurun. Ini menjadi tantangan besar bagi UKM untuk tetap bersaing di pasar.
Sebagai contoh, seorang pedagang makanan kecil mungkin harus menaikkan harga nasi bungkusnya karena bahan baku ikut naik. Tapi, apa kamu yakin konsumen akan tetap membeli dengan harga yang lebih mahal? Situasi ini bisa membuat banyak UKM kehilangan pelanggan.
3. Meningkatkan Ketimpangan Ekonomi
Kenaikan PPN juga dikhawatirkan akan memperbesar jurang ketimpangan ekonomi. Mengapa? Karena pajak ini bersifat regresif. Artinya, orang dengan penghasilan rendah akan merasakan dampaknya lebih besar dibanding mereka yang kaya.
Bayangkan seorang pekerja dengan gaji pas-pasan harus membayar lebih untuk kebutuhan sehari-hari, sementara orang kaya tidak terlalu terpengaruh karena pengeluaran mereka hanya sebagian kecil dari total penghasilannya. Kebijakan seperti ini justru bisa memperburuk ketidakadilan sosial di Indonesia.
Dampak Kenaikan Tarif PPN di Negara Lain
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, mari kita lihat bagaimana kebijakan serupa berdampak di negara lain.
Pada 2014, Jepang menaikkan tarif PPN dari 5% menjadi 8%. Langkah ini awalnya bertujuan untuk menutup defisit anggaran. Namun, dampaknya cukup mengejutkan: konsumsi rumah tangga turun drastis, dan pertumbuhan ekonomi melambat. Bahkan, Jepang sempat mengalami resesi setelah kebijakan tersebut diberlakukan.
Kejadian ini seharusnya menjadi pelajaran penting bagi Indonesia. Jika kenaikan tarif PPN tidak dirancang dengan matang, dampaknya bisa lebih buruk dari yang diperkirakan.