Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Jika Ujian Nasioanal Diterapkan Kembali, Apakah Masih Realistis?

13 November 2024   08:31 Diperbarui: 13 November 2024   09:05 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Ujian Nasional. Pixabay/F1Digitals

Apakah UN Menguji Semua Aspek yang Dibutuhkan di Era Modern?

Salah satu kekurangan utama UN adalah fokusnya pada hafalan dan kemampuan kognitif semata. Di era di mana keterampilan berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi semakin dibutuhkan, kemampuan ini tidak akan terukur hanya dengan soal pilihan ganda. 

Dalam UN, siswa hanya diuji untuk menemukan jawaban benar atau salah tanpa ada ruang untuk analisis mendalam, apalagi penerapan pengetahuan dalam kehidupan nyata. Misalnya, siswa yang pandai menghafal rumus matematika bisa saja memperoleh nilai tinggi di UN, tetapi belum tentu mereka memahami konsep-konsep dasar yang menjadi landasan rumus tersebut.

Metode evaluasi yang lebih modern seperti AKM dianggap lebih relevan dalam hal ini. AKM tidak hanya mengukur apa yang siswa ketahui, tetapi juga bagaimana mereka memahami dan mengaplikasikan pengetahuan itu dalam berbagai konteks.

 Evaluasi ini memungkinkan siswa berpikir kritis dan problem solving dua keterampilan yang sangat dibutuhkan dalam dunia kerja dan kehidupan sehari-hari. Dengan mempertimbangkan perkembangan ini, perlu dipertanyakan apakah UN mampu memberikan hasil yang sejalan dengan tuntutan zaman.

Tantangan Infrastruktur dan Kesetaraan Pendidikan di Daerah

Jika UN diterapkan kembali, masalah infrastruktur pendidikan menjadi tantangan besar, terutama di daerah terpencil yang sering kali kurang terfasilitasi. Di daerah terpencil, ketersediaan guru yang berkualitas, akses ke internet, dan fasilitas belajar yang memadai sering kali sangat terbatas.

 Ketimpangan ini menciptakan kesenjangan antara siswa di kota besar dan di daerah terpencil. 

Siswa di kota besar mungkin memiliki bimbingan belajar, akses ke internet, dan dukungan fasilitas yang lebih baik. Sebaliknya, siswa di daerah terpencil seringkali harus berjuang keras hanya untuk mendapatkan sumber belajar yang layak.

Bayangkan dampaknya jika UN, dengan standar yang sama, diberlakukan untuk siswa di seluruh Indonesia. Siswa di daerah terpencil akan menghadapi beban yang lebih berat, dan hasilnya akan sangat mungkin tidak mencerminkan kemampuan mereka secara adil. 

Dengan kondisi infrastruktur pendidikan yang belum merata, penerapan kembali UN justru bisa memperlebar kesenjangan hasil belajar, bukan mengatasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun