Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Kecenderungan Konsumsi Marginal Masyarakat Indonesia

11 November 2024   11:02 Diperbarui: 11 November 2024   11:11 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pola Konsumsi Masyarakat. Chatgpt.com


Indonesia adalah negara dengan masyarakat yang sangat beragam, baik dari segi budaya, pendidikan, maupun kondisi ekonomi. Pola konsumsi masyarakat Indonesia pun mencerminkan keragaman ini.

Salah satu fenomena yang menarik untuk dibahas adalah kecenderungan mengonsumsi marginal atau membeli barang dan jasa yang sebenarnya tidak termasuk kebutuhan pokok. Sering kali, masyarakat terdorong untuk mengalokasikan dana terbatas mereka pada hal-hal yang sifatnya sekunder atau bahkan tersier, baik untuk memenuhi gengsi, mengikuti tren, atau sekadar memenuhi keinginan sesaat.

Apa Itu Konsumsi Marginal?

Konsumsi marginal mengacu pada pengeluaran yang dilakukan seseorang di luar kebutuhan utama, seperti makanan pokok, tempat tinggal, dan pendidikan. Dalam kasus masyarakat menengah ke bawah, kebutuhan primer ini seharusnya menjadi prioritas utama. Namun, dalam kenyataannya, banyak masyarakat Indonesia yang justru mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan sekunder atau bahkan tersier, seperti pulsa, gadget terbaru, barang bermerek, hingga produk hiburan yang sebenarnya tidak mendesak.

Sebuah survei dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga di Indonesia untuk barang-barang non-esensial terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir. 

Meskipun pendapatan relatif stagnan bagi sebagian masyarakat, mereka tetap merasa perlu mengeluarkan uang untuk barang-barang yang sebenarnya tidak terlalu penting dalam kehidupan sehari-hari. Fenomena ini menunjukkan bagaimana gaya hidup dan pola pikir masyarakat kita telah berkembang, seiring dengan perubahan ekonomi dan pengaruh teknologi.

Mengapa Konsumsi Marginal Menjadi Tren di Indonesia?

Konsumsi marginal bukan hanya sekadar fenomena sosial, tetapi juga produk dari berbagai faktor kompleks yang berhubungan dengan budaya, ekonomi, dan sosial media. Berikut adalah beberapa alasan yang mendorong konsumsi marginal di Indonesia.

1. Gaya Hidup dan Faktor Gengsi

Salah satu faktor terbesar dalam kecenderungan ini adalah dorongan untuk menunjukkan status sosial. Di era digital dan sosial media, gengsi menjadi hal yang sangat mempengaruhi keputusan konsumsi. Banyak orang merasa harus memiliki barang-barang yang menunjukkan "keberhasilan" atau status tertentu, meskipun mereka harus berhutang untuk mendapatkannya. 

Contohnya, masyarakat sering membeli barang elektronik atau pakaian bermerek hanya untuk "update" di sosial media, tanpa mempertimbangkan apakah mereka benar-benar membutuhkan barang tersebut.

2. Dampak Media Sosial dan Pengaruh Teknologi

Media sosial memainkan peran besar dalam mendorong konsumsi impulsif di Indonesia. Iklan digital dan influencer sering kali mempromosikan produk-produk gaya hidup yang seolah-olah menjadi standar keberhasilan atau kebahagiaan. Teknologi mempermudah proses pembelian hanya dengan beberapa klik, tanpa perlu mempertimbangkan aspek keuangan secara mendalam. Selain itu, platform belanja online kerap menawarkan diskon besar dan promosi yang menarik, yang membuat masyarakat tergoda untuk membeli barang tanpa rencana.

3. Fenomena Cicilan dan Kredit Konsumtif

Kemudahan dalam mendapatkan fasilitas cicilan, baik dari bank maupun perusahaan pembiayaan online, turut memperparah kecenderungan ini. Banyak perusahaan pembiayaan menawarkan skema "beli sekarang, bayar nanti," sehingga masyarakat mudah membeli barang tanpa memperhitungkan kemampuan finansial jangka panjang. 

Cicilan tanpa bunga dan kredit konsumtif seolah-olah menjadi solusi instan untuk memenuhi keinginan. Namun, jika tidak dikelola dengan baik, fasilitas ini justru menjerumuskan masyarakat dalam siklus utang yang sulit dihindari.

4. Konsumsi Sebagai Pelarian Emosional

Di tengah tekanan hidup dan beban pekerjaan, banyak masyarakat yang menggunakan konsumsi sebagai pelarian dari stres. Misalnya, mereka membeli makanan cepat saji, minuman kekinian, atau hiburan yang sebenarnya tidak dibutuhkan hanya untuk merasa lebih baik. Kebiasaan ini sering kali diabaikan, tetapi dampaknya pada pengeluaran bulanan bisa signifikan. Dalam jangka panjang, konsumsi sebagai pelarian emosional ini bisa menciptakan masalah finansial yang lebih besar.

Dampak Jangka Panjang dari Konsumsi Marginal

Konsumsi marginal yang tidak terkendali memiliki dampak serius terhadap keuangan pribadi dan stabilitas ekonomi rumah tangga. Berikut beberapa dampak nyata yang mungkin tidak disadari oleh sebagian masyarakat:

  1. Menghambat Peningkatan Tabungan dan Investasi
    Ketika sebagian besar pendapatan habis untuk kebutuhan sekunder, masyarakat kehilangan kesempatan untuk menabung atau berinvestasi. Padahal, tabungan dan investasi sangat penting sebagai penopang ekonomi di masa depan, terutama saat ada kebutuhan mendesak atau darurat. Banyak masyarakat yang kemudian terjebak dalam kondisi finansial yang rentan akibat minimnya dana cadangan atau investasi yang dapat diandalkan.

  2. Meningkatkan Ketergantungan pada Kredit
    Dengan konsumsi marginal yang tinggi, sering kali masyarakat terpaksa mengandalkan fasilitas kredit untuk memenuhi kebutuhan pokok saat kondisi finansial menipis. Ketergantungan pada kredit ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat menimbulkan siklus utang yang sulit dihindari. Dalam beberapa kasus, ini bahkan berujung pada masalah kredit macet yang dapat membahayakan stabilitas ekonomi individu.

  3. Membentuk Kebiasaan Konsumtif yang Tidak Sehat
    Konsumsi marginal dapat menciptakan kebiasaan konsumtif yang tidak sehat, di mana kebutuhan untuk membeli menjadi lebih besar daripada kemampuan untuk menahan diri. Kebiasaan ini dapat merusak keseimbangan keuangan pribadi dan membuat masyarakat sulit untuk membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Jika dibiarkan terus berlanjut, konsumsi yang berlebihan ini bisa mengganggu kesejahteraan finansial di masa mendatang.

Cara Mengatasi Kecenderungan Konsumsi Marginal

Agar terhindar dari jerat konsumsi marginal, penting bagi masyarakat Indonesia untuk mengelola keuangan dengan lebih bijak. Berikut adalah beberapa langkah praktis yang bisa dilakukan untuk mengatasi kecenderungan konsumsi marginal:

  1. Menyusun Anggaran Keuangan Bulanan
    Anggaran keuangan adalah langkah awal yang penting dalam mengatur pengeluaran. Dengan menyusun anggaran, kamu bisa menentukan prioritas pengeluaran bulanan dan membatasi alokasi dana untuk kebutuhan non-primer. Mengikuti anggaran secara disiplin dapat membantu kamu mengurangi konsumsi yang tidak perlu dan fokus pada kebutuhan yang lebih penting.

  2. Memahami Beda Kebutuhan dan Keinginan
    Sering kali, keinginan disalahartikan sebagai kebutuhan. Kamu bisa memulai dengan memprioritaskan kebutuhan primer seperti makanan, tempat tinggal, dan kesehatan, sebelum mempertimbangkan kebutuhan sekunder atau tersier. Menahan diri untuk tidak membeli barang atau layanan yang tidak penting akan sangat membantu dalam menghemat pengeluaran bulanan.

  3. Mengurangi Pengaruh Iklan dan Media Sosial
    Salah satu cara efektif untuk mengurangi konsumsi marginal adalah dengan mengurangi eksposur terhadap iklan dan media sosial. Jika kamu merasa sering tergoda oleh iklan atau konten influencer di media sosial, pertimbangkan untuk mengurangi waktu layar atau mengikuti akun-akun yang lebih mendukung gaya hidup hemat. Mengurangi paparan terhadap konten konsumtif dapat membantu mengurangi keinginan impulsif untuk membeli barang yang tidak penting.

  4. Meningkatkan Literasi Keuangan
    Literasi keuangan adalah keterampilan penting untuk memahami pengelolaan keuangan pribadi. Kamu bisa mengikuti pelatihan atau membaca buku dan artikel tentang literasi keuangan untuk membantu memahami cara mengelola uang dengan bijak. Semakin baik literasi keuangan kamu, semakin baik kamu dalam menghindari pola konsumsi marginal.

  5. Membangun Dana Darurat dan Investasi
    Alih-alih menghabiskan pendapatan untuk kebutuhan marginal, mulailah menyisihkan sebagian penghasilan untuk dana darurat dan investasi. Dana darurat akan membantu kamu dalam situasi tak terduga, sementara investasi dapat memberikan keuntungan finansial di masa depan. Dengan cara ini, kamu tidak hanya terhindar dari siklus konsumsi berlebihan tetapi juga memperkuat stabilitas ekonomi pribadi.

Kesimpulan

Kecenderungan konsumsi marginal di masyarakat Indonesia adalah fenomena yang mencerminkan gaya hidup, tekanan sosial, dan pengaruh teknologi modern. Tanpa pengelolaan keuangan yang bijak, konsumsi berlebihan ini dapat menghambat pertumbuhan ekonomi keluarga dan menciptakan siklus utang yang sulit dihindari. 

Melalui edukasi keuangan dan pengelolaan anggaran yang disiplin, diharapkan masyarakat Indonesia dapat mengurangi kecenderungan konsumsi marginal dan lebih fokus pada kebutuhan utama serta masa depan finansial yang lebih baik.

Dengan memahami dampak dan solusi dari konsumsi marginal ini, diharapkan kita semua dapat menjadi lebih bijak dalam mengelola pengeluaran.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun