Saat ini, ada fenomena menarik yang terjadi di kalangan generasi muda, khususnya generasi Z. Di banyak negara, termasuk Indonesia, angka pernikahan di kalangan Gen Z menurun secara signifikan. Anak-anak muda yang lahir antara akhir 1990-an hingga awal 2010-an ini tampak memiliki pandangan hidup yang berbeda dari generasi sebelumnya. Jika dulu pernikahan dianggap sebagai salah satu tujuan utama hidup, kini banyak Gen Z yang merasa bahwa komitmen ini belum perlu ada di dalam rencana hidup mereka.
Faktanya, banyak penelitian menunjukkan adanya perubahan besar dalam pola pikir generasi ini terhadap institusi pernikahan. Salah satu survei dari Pew Research Center menunjukkan bahwa lebih dari 30% anak muda merasa tidak perlu menikah untuk hidup bahagia dan mapan. Hal serupa juga terlihat di Indonesia, di mana survei BPS (Badan Pusat Statistik) menunjukkan penurunan angka pernikahan pada kelompok usia muda. Tapi mengapa ini terjadi? Apakah mereka benar-benar sibuk dengan dunia mereka sendiri, atau ada faktor lain yang membuat mereka ragu untuk menikah?
Menunda Pernikahan untuk Fokus pada Karier dan Pengembangan Diri
Alasan pertama dan paling dominan adalah keinginan Gen Z untuk fokus pada karier dan pengembangan diri. Generasi ini tumbuh dalam era digital yang memberi mereka peluang luas untuk belajar, bekerja, dan berkembang tanpa harus terikat pada norma sosial tradisional seperti pernikahan di usia muda. Dunia yang semakin global memungkinkan mereka untuk memiliki kesempatan besar dalam pendidikan dan karier. Mereka mengakses informasi secara cepat, terbuka terhadap berbagai budaya, dan ingin meraih berbagai pencapaian dalam hidup mereka sebelum mempertimbangkan untuk menikah.
Menurut survei dari LinkedIn pada tahun 2023, sekitar 40% Gen Z memilih untuk lebih fokus membangun karier yang stabil sebelum memikirkan untuk menikah. Bagi mereka, karier adalah bagian penting dari identitas dan masa depan mereka. Memiliki stabilitas finansial, reputasi, dan pengalaman profesional lebih diutamakan sebelum memasuki komitmen yang besar seperti pernikahan. Hal ini juga menunjukkan bahwa pernikahan, yang dulu dianggap sebagai ‘langkah dewasa’ atau simbol kesuksesan, kini tak lagi relevan bagi sebagian anak muda yang memandang pencapaian individu sebagai prioritas utama.
Faktor Ekonomi yang Mendorong untuk Menunda Pernikahan
Di tengah biaya hidup yang semakin tinggi, memiliki kehidupan mandiri sebagai lajang ternyata dirasa lebih praktis. Bagi Gen Z yang tinggal di kota-kota besar, mereka menghadapi realitas mahalnya biaya pernikahan, harga properti yang semakin melambung, serta biaya hidup sehari-hari yang terus meningkat. Ini menjadi salah satu alasan kuat mengapa banyak anak muda yang merasa belum siap secara finansial untuk menikah. Mereka tidak ingin memulai rumah tangga dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil. Dengan adanya beban ekonomi seperti itu, memilih menunda atau bahkan tidak menikah menjadi hal yang lebih realistis dan masuk akal bagi mereka.
Data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) menunjukkan bahwa rata-rata biaya pernikahan di Indonesia, terutama di perkotaan, dapat mencapai puluhan juta rupiah. Hal ini tentu memberatkan bagi mereka yang masih berusaha membangun karier dan menabung untuk kebutuhan masa depan. Jika dibandingkan, generasi sebelumnya mungkin memiliki peluang membeli rumah atau menabung dengan lebih mudah. Sementara itu, bagi Gen Z, situasi ekonomi yang menantang seperti saat ini mendorong mereka untuk berpikir lebih panjang sebelum memutuskan menikah.
Pandangan Baru terhadap Komitmen Jangka Panjang
Gen Z juga menunjukkan pandangan yang berbeda tentang hubungan dan komitmen. Bagi sebagian besar generasi ini, hidup bahagia tidak selalu berarti harus terikat dalam hubungan pernikahan. Mereka mulai memandang pernikahan sebagai pilihan, bukan keharusan. Ini adalah sebuah pergeseran besar dari generasi sebelumnya yang cenderung menganggap pernikahan sebagai simbol stabilitas dan kedewasaan.
Salah satu faktor penting di balik perubahan ini adalah tingginya tingkat perceraian yang terjadi di sekitar mereka. Mereka tumbuh di era di mana kasus perceraian semakin meningkat, sehingga sebagian dari mereka merasa ragu dan waspada terhadap komitmen jangka panjang. Menurut data dari Badan Pengadilan Agama, tingkat perceraian di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun, dan ini meninggalkan kesan mendalam bagi generasi muda tentang bagaimana pernikahan bisa berakhir dengan rasa sakit dan ketidakpastian.
Media Sosial dan Pengaruhnya terhadap Cara Pandang Gen Z
Gen Z tumbuh di dunia yang sangat dipengaruhi oleh media sosial. Mereka terbiasa melihat dan mengikuti berbagai gaya hidup yang mungkin berbeda dari norma tradisional, termasuk gaya hidup yang mengedepankan kebebasan dan kemandirian tanpa adanya ikatan pernikahan. Di media sosial, kehidupan single sering kali digambarkan penuh petualangan, kebebasan, dan waktu untuk mengejar impian pribadi. Konten-konten seperti ini bisa memengaruhi cara pandang mereka terhadap pernikahan.
Selain itu, media sosial juga memberikan mereka akses kepada berbagai cerita dari orang-orang di seluruh dunia, termasuk kisah-kisah tentang tantangan dalam pernikahan, tekanan dalam rumah tangga, atau bahkan pengalaman perceraian. Hal ini memengaruhi mereka untuk berpikir lebih hati-hati dan tidak terburu-buru dalam membuat keputusan besar seperti menikah. Generasi ini cenderung lebih berhati-hati dan ingin memastikan bahwa keputusan yang mereka buat adalah keputusan yang tepat.
Kecenderungan Menjaga Individualitas dan Kemandirian
Kebanyakan Gen Z sangat menghargai individualitas dan kemandirian. Bagi mereka, kebahagiaan tidak bergantung pada hubungan dengan orang lain, tetapi lebih pada pencapaian diri dan kebebasan dalam menentukan arah hidup. Mereka percaya bahwa hidup ini adalah perjalanan untuk mengenal diri sendiri dan mewujudkan potensi yang dimiliki. Ketika pernikahan dianggap bisa menjadi penghalang bagi kebebasan tersebut, banyak dari mereka yang memilih untuk menunda atau bahkan menghindari pernikahan.
Ini juga dipengaruhi oleh meningkatnya pemahaman mereka tentang kesehatan mental. Bagi banyak Gen Z, menjalani hidup tanpa ikatan pernikahan memungkinkan mereka untuk menjaga kesehatan mental mereka lebih baik. Komitmen pernikahan dan tanggung jawab dalam rumah tangga bisa menambah beban psikologis, dan banyak anak muda yang tidak ingin menghadapi hal itu terlalu dini.
Bagaimana Masyarakat Perlu Menyikapi Fenomena Ini?
Tren penurunan angka pernikahan ini tentu memunculkan kekhawatiran, terutama di kalangan orang tua dan masyarakat luas. Nilai-nilai tradisional seringkali masih memandang pernikahan sebagai langkah penting dalam hidup seseorang, sebagai simbol kedewasaan dan keberhasilan. Namun, perubahan ini sebenarnya bisa menjadi momen bagi masyarakat untuk memahami dan menghargai pilihan hidup yang berbeda. Setiap generasi memiliki tantangan, nilai, dan tujuan hidup yang unik, dan Gen Z bukanlah pengecualian.
Alih-alih menekan mereka untuk mengikuti standar lama, mungkin lebih baik jika kita mendukung mereka untuk membuat keputusan hidup yang terbaik bagi diri mereka sendiri. Kehidupan tidak selalu harus mengikuti jalur yang sama untuk setiap orang, dan kebahagiaan tidak bisa diukur hanya dari apakah seseorang menikah atau tidak.
Penutup
Penurunan angka pernikahan di kalangan Gen Z adalah cerminan perubahan pola pikir dan nilai yang sedang berkembang di masyarakat kita. Mereka lebih memilih fokus pada karier, menghargai individualitas, dan berusaha meraih stabilitas finansial sebelum mempertimbangkan pernikahan. Dengan tantangan ekonomi yang ada, pandangan yang lebih terbuka tentang hubungan, serta pengaruh media sosial yang sangat besar, generasi ini melihat kehidupan dari perspektif yang berbeda.
Fenomena ini bukan berarti Gen Z tidak menghargai institusi pernikahan, tetapi mereka menghargai kebebasan dan kebahagiaan pribadi lebih dari segala hal. Perubahan ini menunjukkan bahwa sebagai masyarakat, kita perlu lebih terbuka dan menghargai pilihan hidup yang beragam. Dalam akhirnya, kebahagiaan adalah pilihan pribadi, dan setiap generasi berhak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H