4. Persaingan Ketat dari Luar Negeri
Industri tekstil global mengalami tekanan besar dengan adanya persaingan dari negara-negara seperti Bangladesh, Vietnam, dan Tiongkok, yang terkenal dengan biaya produksi rendah.Â
Produk-produk tekstil dari negara-negara tersebut sering kali dijual dengan harga lebih murah, sehingga menjadi daya tarik bagi para importir di negara-negara tujuan ekspor SRITEX.
Bangladesh, misalnya, mendapatkan keuntungan dari biaya tenaga kerja yang sangat murah, serta dukungan penuh dari pemerintahnya untuk industri tekstil. Ini membuat produk mereka sangat kompetitif di pasar internasional, yang pada akhirnya mempengaruhi pangsa pasar SRITEX.
 Tanpa dukungan serupa di dalam negeri dan terbebani oleh utang besar, SRITEX kalah dalam persaingan harga dan kualitas, terutama di pasar ekspor yang menjadi andalannya.
5. Krisis Kepercayaan dari Para Investor dan Kreditur
Dalam dunia bisnis, kepercayaan dari investor dan kreditur merupakan aset yang sangat penting. Ketika sebuah perusahaan kehilangan kepercayaan ini, modal untuk mendukung operasional akan semakin sulit didapatkan.Â
Dalam kasus SRITEX, beban utang yang tinggi dan kinerja keuangan yang memburuk membuat para investor dan kreditur mulai menarik dukungan mereka.
Ketidakmampuan SRITEX dalam membayar kewajiban utangnya membuat perusahaan ini masuk dalam pengawasan proses restrukturisasi melalui PKPU. Hal ini berdampak besar terhadap citra SRITEX di mata para pemangku kepentingan, yang pada akhirnya mempercepat kebangkrutan perusahaan.
 Sinyal-sinyal seperti ini sering kali menjadi penanda bagi investor untuk menjauh karena dianggap berisiko tinggi.
Laporan Keuangan yang Menggambarkan Kesulitan