Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Akuntan - Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Jika Gen Z Kecanduan Gula, Apa Ini Mengkhawatirkan?

10 Oktober 2024   11:47 Diperbarui: 19 Oktober 2024   14:19 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Generasi Z, atau yang sering disebut Gen Z, adalah generasi emas yang kadang melakukan sesuatu tanpa pemikiran matang, mereka tumbuh di era digital, di mana segala sesuatu dapat diakses dengan cepat melalui internet. Dari informasi hingga hiburan, semuanya bisa ditemukan hanya dengan satu klik. 

Namun, salah satu fenomena yang tidak bisa diabaikan dari generasi ini adalah pola konsumsi yang tidak sehat, terutama terkait konsumsi gula yang semakin meningkat. Kecanduan gula di kalangan Gen Z menjadi isu yang serius dan memunculkan pertanyaan penting: Apakah ini mengkhawatirkan?

Kecanduan Gula dan Dampaknya pada Kesehatan Fisik

Ketergantungan gula bukan hanya masalah kecil yang bisa diabaikan. Konsumsi gula berlebih memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan fisik, terutama bagi generasi muda. 

Berdasarkan penelitian yang diterbitkan oleh American Heart Association, konsumsi gula tambahan yang direkomendasikan untuk remaja adalah tidak lebih dari 25 gram atau sekitar 6 sendok teh per hari. 

Sayangnya, banyak remaja dan anak muda yang justru mengonsumsi gula hingga dua kali lipat dari jumlah tersebut, baik melalui minuman ringan, permen, camilan manis, maupun makanan olahan.

Apa bahaya dari konsumsi gula berlebih ini? Salah satunya adalah meningkatnya risiko obesitas, yang semakin banyak dialami oleh Gen Z. Data dari World Health Organization menunjukkan bahwa tingkat obesitas di kalangan remaja telah meningkat secara signifikan dalam dua dekade terakhir. 

Obesitas ini tidak hanya berdampak pada penampilan fisik, tetapi juga menjadi pintu gerbang bagi penyakit lain seperti diabetes tipe 2, penyakit jantung, dan bahkan kanker. 

Di Indonesia sendiri, tren ini semakin terlihat. Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka obesitas di kalangan remaja mencapai 13,5%, dan angka ini terus bertambah setiap tahunnya.

Konsumsi gula berlebih juga dapat mempengaruhi kesehatan gigi. Kandungan gula yang tinggi dalam makanan dan minuman dapat menyebabkan karies gigi atau gigi berlubang. 

Di kalangan anak muda, kerusakan gigi ini menjadi masalah yang cukup umum karena kebiasaan mengonsumsi minuman manis, terutama minuman bersoda dan jus kemasan. 

Gula memberi makan bakteri di dalam mulut, yang kemudian menghasilkan asam yang merusak enamel gigi. Jika kebiasaan ini dibiarkan tanpa ada tindakan pencegahan seperti mengurangi konsumsi gula dan menjaga kebersihan gigi, maka risiko kehilangan gigi pada usia muda akan semakin besar.

Dampak Gula Terhadap Kesehatan Mental Gen Z

Tidak hanya berdampak pada kesehatan fisik, konsumsi gula berlebih juga memiliki efek yang serius terhadap kesehatan mental. Studi ilmiah telah menunjukkan adanya hubungan antara konsumsi gula tinggi dengan peningkatan risiko depresi, kecemasan, dan gangguan suasana hati. 

Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan oleh Public Health Journal, remaja yang mengonsumsi makanan tinggi gula lebih cenderung mengalami gejala depresi dan gangguan suasana hati dibandingkan mereka yang pola makannya lebih seimbang.

Ini terjadi karena gula memiliki efek langsung pada kadar insulin dan dopamin di dalam otak. Gula memberikan sensasi kenikmatan yang sementara karena memicu peningkatan produksi dopamin, sebuah neurotransmitter yang berkaitan dengan perasaan bahagia. 

Namun, setelah kadar gula turun, otak merespons dengan menciptakan perasaan kelelahan, iritasi, atau bahkan depresi. Inilah yang sering disebut sebagai sugar crash, dan ketika terjadi berulang kali, hal ini bisa memicu ketergantungan emosional terhadap gula.

Lebih parah lagi, bagi Gen Z yang sedang berada dalam masa transisi penting dalam perkembangan kognitif dan emosional, dampak buruk ini dapat memengaruhi kualitas hidup mereka. 

Gangguan tidur akibat konsumsi gula berlebih juga menjadi masalah yang serius. Gula dapat meningkatkan tingkat energi secara mendadak, yang kemudian mengganggu siklus tidur alami. 

Akibatnya, banyak remaja yang mengalami insomnia atau tidur yang tidak berkualitas, yang pada akhirnya berdampak pada produktivitas, fokus belajar, dan kesehatan mental secara keseluruhan.

Pemasaran Agresif dan Budaya Konsumsi Gula

Salah satu penyebab utama dari tingginya konsumsi gula di kalangan Gen Z adalah pemasaran agresif yang dilakukan oleh industri makanan dan minuman. 

Produk-produk dengan kandungan gula tinggi sering kali dikemas dalam bentuk yang menarik dan dipromosikan melalui media sosial. Iklan-iklan tersebut menyasar Gen Z dengan cara yang sangat efektif---menggunakan influencer media sosial, video pendek yang menarik, serta promosi yang sangat menggoda.

Lebih dari itu, budaya digital yang dimiliki oleh Gen Z semakin memperkuat pola konsumsi yang tidak sehat ini. Di tengah gempuran konten hiburan, mereka sering kali memilih camilan manis atau minuman ringan saat menonton serial favorit atau bermain gim online. 

Budaya ini lambat laun membentuk kebiasaan makan yang sulit dikendalikan. Ngemil sambil menatap layar menjadi rutinitas yang tak terpisahkan dari gaya hidup mereka.

Solusi dan Langkah Pencegahan

Meskipun ketergantungan gula di kalangan Gen Z adalah fenomena yang mengkhawatirkan, ini bukanlah masalah yang tidak dapat diatasi. Edukasi yang tepat menjadi kunci utama dalam mengurangi ketergantungan ini. 

Pemerintah, sekolah, dan orang tua harus berperan aktif dalam memberikan informasi yang benar mengenai bahaya konsumsi gula berlebih. 

Kampanye tentang pentingnya pola makan sehat dan seimbang perlu disampaikan dengan cara yang kreatif dan menarik, terutama melalui platform digital yang banyak digunakan oleh Gen Z.

Selain itu, perubahan kebijakan industri makanan juga sangat dibutuhkan. Produsen makanan dan minuman harus bertanggung jawab dalam menyediakan alternatif yang lebih sehat dan mengurangi kandungan gula dalam produk mereka. 

Di beberapa negara, seperti Inggris dan Meksiko, penerapan pajak gula telah terbukti efektif dalam mengurangi konsumsi gula berlebih. Mungkin saatnya Indonesia mempertimbangkan langkah serupa.

Gen Z juga perlu dilibatkan secara aktif dalam proses ini. Mereka perlu disadarkan bahwa kesehatan jangka panjang adalah investasi yang tak ternilai. 

Mulailah dengan membatasi konsumsi minuman manis, mengganti camilan manis dengan buah-buahan, dan membaca label nutrisi pada setiap produk makanan yang mereka beli. Langkah-langkah sederhana ini dapat memberikan dampak besar dalam mengurangi konsumsi gula.

Kesimpulan

Ketergantungan gula di kalangan Gen Z memang menjadi masalah yang mengkhawatirkan, terutama mengingat dampaknya yang serius terhadap kesehatan fisik dan mental. 

Namun, ini bukanlah masalah yang tidak dapat diatasi. Dengan langkah-langkah yang tepat, termasuk edukasi, perubahan kebijakan, dan kesadaran individu, generasi ini dapat dibantu untuk menjalani kehidupan yang lebih sehat. 

Sebagai generasi yang tumbuh di era digital dengan akses informasi yang tak terbatas, Gen Z seharusnya mampu membuat pilihan yang lebih bijak dalam menjaga kesehatan mereka.

Gula mungkin memberikan kenikmatan sesaat, tetapi kesehatan adalah investasi jangka panjang yang harus dijaga. Mari mulai dari sekarang untuk menciptakan perubahan yang positif dalam pola makan dan gaya hidup agar generasi ini dapat tumbuh sehat dan kuat menghadapi masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun