Mohon tunggu...
Frankincense
Frankincense Mohon Tunggu... Administrasi - flame of intuition

bukan pujangga yang pandai merangkai kata, hanya ingin menumpahkan inspirasi dengan literasi menguntai pena. Kata dapat memburu-buru kita untuk menyampaikan perasaan dan sensasi yang sebenarnya belum kita rasakan. Tetapi, kata juga bisa menggerakkan kita. Terkadang, kita tidak mengakui kebenaran sebelum mengucapkannya keras-keras. Salam hangat Kompasianers... Blog: franshare.blogspot.com Web: frame.simplesite.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bokor (2)

6 April 2019   17:27 Diperbarui: 6 April 2019   17:31 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BOKOR - Bounce Kite Orange

Sementara Narenciye menjadi tersentak sekaligus tersipu-sipu mendengar pertanyaan lugu adiknya itu sambil berdalih bahwa Boma bukanlah siapa-siapa mereka dan hanya pertemuan yang kebetulan saja sebelumnya karena bertabrakan dengannya. Walau berkata begitu, sebenarnya jauh dilubuki hatinya pun ia juga merindukannya dengan keanehan rasa yang mulai berpijar dan mendebar-debarkan gelora pikiran dan perasaannya pada sosok Boma.

"Eer yleyse, hadi dn biz hangi abi gitme... (Kalau begitu, ayo giliran kita yang mengunjunginya...)" usul Mona sambil menunjukkan lipatan kertas yang telah dibentangkannya di atas meja yang berisi alamat dan nomor telepon Boma yang pernah diberikan dari Boma dan disimpan olehnya.

"Mona... kadar hasat geri gelmek, biz para itibaren hasat sonra demek maliyet almalar ve geri kalan emin olma yeterli gerekmek gnlk. Sen denemek ile dede Kemal hakknda iddial konumak. O ara olmak, olabilir Sen ile O hela ayrlmak...  (Mona...uang dari hasil panen kita sudah untuk melunasi biaya sekolah kita dan sisanya belum tentu cukup buat keperluan kita sehari-hari sampai waktu panen kembali. Coba kau bicarakan saja dengan kakek Kemal tentang keinginanmu. Dia punya kendaraan, mungkin kau bisa pergi dengannya...)" tutur Narenciye mengutarakan pendapatnya sambil mengiris-iris bahan-bahan masakannya.

"Oh...evet...evet... yleyse Ben irade dede gitmek iin sormak ... (Oh...iya..ya... kalau begitu aku akan ke tempat kakek untuk menanyakannya...)" sahut Mona yang teringat kembali akan keberadaan kendaraan yang dimiliki Kakek Kemal dan segera turun dari kursi makan dan bergegas keluar ke rumah kakek Kemal sambil berlalu kegundahannya dan mulai tersungging senyum riang yang semakin terpancar di wajahnya.

"Hay Allah...hay Allah...yasak hizlandrmak, sonra Sen olabilir dm... (Hei...hei...jangan tergesa-gesa, nanti kau bisa terjatuh...)" Narenciye mengingatkan tindakan Mona sambil menyertai kepergiannya dengan tatapan kosong dan kembali terjaga dari lamunannya itu setelah mendengar suara dan mencium bau mendidih dari arah kompor masak.

***

"Kriingg...kriingg..."

Nada dering telepon Boma berbunyi ketika ia baru saja menghempaskan diri di atas ranjang tidurnya sembari melepas penat sehabis pulang kerja di suatu sore. Ia tertegun sejenak sebelum mengangkat nomor yang tidak ada dalam daftar kontak teleponnya. Mungkin saja itu si penelpon yang menelpon dengan ciri khas nomor telepon rumah atau kantor itu salah satu bagian dari serentetan nomor-nomor telepon dari perusahaannya yang belum ada padanya. Namun ia terkejut karena sepertinya dugaannya meleset dengan mendapati suara feminin anak kecil yang terdengar di seberang sana. Suara itu bertanya padanya dengan nada ceria.

"Hihihi... merhaba, iyi akamlar... bunlar ile abi Boma...? (Hihihi...halo, selamat malam... apakah ini dengan kakak Boma...?)" tanya suara yang sepertinya sudah familiar bagi Boma yang dengan segera menghela nafas setelah keterkejutannya sirna.

"Aman Tanrm... bu emin Mona ocuk yaramaz dolay Sapanca eden, evet...hmmm...?  (Ya ampun... ini pasti Mona si anak nakal dari Sapanca itu ya.. hmmm...?)" tanya Boma memastikan pemilik suara itu adalah adik dari sang gadis korban tubruk-cebyur-nya.

"Ih... abi Boma zalim, niye Ben ocuk yaramaz olmak...?  (Ih... kakak Boma kejam, kenapa aku dipanggil anak nakal...?)" ujar Mona dengan nada protes.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun