Ia ingin sekali mengadakan wahana Zeppelin itu di desanya sehingga ia bisa menaikinya setiap saat lebih dekat dan mengitari Danau Sapanca dari angkasa raya. Boma tersenyum dan menambah perihal dengan mengimajinasikan Mona agar balon itu juga bisa untuk menyiram kebun dan memproses panenan mereka dari atas kemudian diangkut ke lapangan bazar desa. Mona pun menjadi bersemangat sekali dan mendeklarasikan dirinya ingin menjadi insinyur. Semua yang berada di satu Zeppelin itu mendukungnya dengan tepukan tangan yang meriah.
Namun kebahagiaan dan kedamaian itu tidak berlangsung lama ketika takdir kejam harus memihak kalangan atas mengekspansikan ambisi mereka. Boma harus menanggung resiko ditampi oleh waktu yang akan menggelontorkan ajang balas dendam yang tidak ia ketahui. Ia baru menyadari hal itu ketika insting prajurit kakek Kemal kembali bergelora merasakan hawa jahat di sekitar mereka. Ia segera menginterogasi Boma ketika rasa itu semakin kuat. Boma kemudian menjadi teringat oleh sekelompok orang aneh yang pernah mengacaukan tempat kerjanya beberapa waktu lalu sempat mengancam dan mengecam dirinya. Rupanya hal itu bukan main-main, karena sejak peristiwa itu Boma selalu dibuntuti ke mana pun dan di mana pun ia pergi tanpa ia ketahui sama sekali. Kakek Kemal menyadari hal itu ketika dalam perjalanan pulang dari Kapadokya kembali ke Sapanca.
Kakek Kemal memperingatkan Boma untuk tidak bepergian ke mana pun selain urusan kerjanya saja setelah pemberitahuannya itu. Ia sudah menghubungi rekan-rekan seperjuangnya di luar sana untuk membantunya mencegah hal yang tidak diinginkan. Ia juga akan mengalihkan perhatian Mona dan Narenciye dari Boma untuk mereka tidak saling bertemu sementara waktu sampai keadaan dan suasana kembali aman dan damai. Boma hanya mengangguk saja dan mulai berdiri bulu kuduknya dengan sekujur tubuh gemetaran. Boma tidak menyangka, otoritasnya kala itu dapat menjadi badai bahaya yang tersembunyi.
Belum lama mereka berdiskusi, terdengarlah suara gaduh yang berasal dari arah tempat tinggal Narenciye dan Mona. Boma dan Kakek Kemal yang sedang berada di garasi motor Kakek Kemal itu terkesiap seketika bangkit dari tempat duduknya masing-masing mendengar suara teriakan histeris yang mereka kenali itu dan mereka saling berpandangan sejenak. Kakek Kemal segera mengeluarkan pistol dari saku jasnya dan memberikannya pada Boma. Ia menyuruh Boma menyelidiki terlebih dahulu dan berjaga-jaga dengan pistol itu. Sementara ia sendiri akan mengambil senapan laras panjangnya dari gudang senjata bawah tanah yang ada di bawah tempat tidurnya dan akan segera menyusul Boma secepat mungkin ke lokasi.
Boma yang sempat gugup menerima pistol itu segera menyanggupi dan bergegas menyelinap ke arah asal suara. Kakek Kemal pun bergegas masuk ke dalam rumahnya. Suara teriakan itu semakin gaduh bercampur dengan bentakan yang kasar dibarengi gelak tawa yang menyuruh empunya berteriak untuk tenang dan diam. Boma terhenyak seketika dari persembunyiannya mendapati pemandangan yang menjadi sumber keributan itu. Mona sedang digendong dan dibekap sekawanan orang yang ternyata memang gerombolan pengacau di tempat kerjannya tempo hari. Sementara Narenciye tampak sedang menggiggil ketakutan diinterogasi sang pimpinan gerombolan yang seperti pesolek itu juga pernah dihadapi Boma saat kerusuhan itu. Boma benar-benar bingung dan cemas, ia tidak tahu harus berbuat apa untuk menghadapi mereka. Apalagi mereka semua bersenjata dan pandai berkelahi. Ia jelas bukan tandingan salah satu dari mereka, apalagi menghadapi semuanya sekaligus. Namun, ia sudah mencoba mengirim pesan suara ke nomor layanan umum pihak berwajib saat di perjalanan dari rumah kakek Kemal tadi. Walau ia tidak berharap mereka akan datang sungguhan, apalagi sejak mendengar kasus adik Kakek Kemal yang tidak jelas.
Persembunyian Boma tidak bertahan lama karena tertangkap basah oleh personil lain dari gerombolan si pesolek itu yang sedang berpatroli mengitari sekeliling pekarangan rumah Turuncu bersaudara itu. Boma tidak bisa berkutik ketika sentuhan hangat moncong pistol itu tahu-tahu sudah menodong kepalanya dari belakang. Ia pun harus keluar dari semak pengintaian dengan sangat memalukan. Senjata pemberian kakek Kemal disita oleh mereka, dan kini ia harus bergabung dengan si pesolek yang sedang menginterogasi Turuncu bersaudara dan berjalan dengan kedua tangan di atas disertai todongan senjata di belakang dan samping kiri-kanannya. Boma jadi tertunduk kesal tak berdaya menghadapi semua itu.
"Oh...hohoho.... you is mouse conceited at the time that in Sakarya right, my very lucky can meet with you in here. Where you courages former haaahh...?!! (Oh...hohoho.... rupanya kau tikus sombong sewaktu di Sakarya itu ya, beruntung sekali aku bisa bertemu denganmu di sini. Kemana keberanianmu yang lalu haaahh...?!!)" ucap pria pesolek itu sambil tertawa terkekeh-kekeh melihat kedatangan Boma yang pasrah diiringi para anak buahnya. Matanya menatap tajam dan menghujam sinisnya.
"Abi Boma...!! (Kak Boma...!!)" teriak Mona ketika melihat sosok yang digiring gerombolan si pesolek itu. Boma memberi isyarat pada Mona untuk tetap tenang dengan bahasa tubuhnya.
"Oh Mister are decorous, what you come here to complication me? (Wahai tuan yang terhormat, apa kau kemari untuk mempermasalahkanku?)"
"Free up they, they aren't related with yours isn't it...? (Lepaskan mereka, mereka tidak ada hubungannya dengan kalian bukan...?)" telisik Boma memastikan kebenaran kisah kakek Kemal pada kebiangan keladi gerombolan kaum borjuis pendendam.
"Hahaha... what you treat these, I'm while waiting my client in here... they are promised this place for me...hahaha!! (Hahaha... bicara apa kau ini, aku sedang menunggu klienku di sini... mereka menjanjikan tempat ini untukku... hahaha...!!)" seru pria pesolek itu lantang sambil tertawa mendongakkan dagunya ke atas.