Mohon tunggu...
Franhky Wijaya
Franhky Wijaya Mohon Tunggu... Arsitek - pemerhati bidang properti

seseorang yang ingin berbagi pengalaman karena sudah lama bekerja di bidang properti, terutama bidang perencanaan, mulai dari pengembangan landed houses, komersial, pergudangan sampai bangunan apartment.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Memanfaatkan Tanah Terbengkalai Menjadi Lahan yang Potensial

26 Agustus 2021   21:28 Diperbarui: 2 September 2021   19:01 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi danau | Sumber: Unsplash | Ernesto Velzquez

Kali ini saya ingin bercerita dan sharing pengalaman mengenai proyek yang sedang dikerjakan. 

Tanahnya sekitar 14 ha dan berada di lokasi yang strategis, di depannya dilalui oleh kendaraan untuk lintas antar provinsi. Tetapi sayangnya, lokasi eksisting merupakan tanah kosong yang dibiarkan begitu saja. 

Semak belukar sudah merajalela serta pohon-pohon besar juga sudah tinggi. Dulu sempat dikembangkan, tetapi tidak dilanjutkan. Tidak tahu alasannya kenapa harus berhenti. 

Keadaan eksisting sekarang selain semak belukar, pepohonan besar, juga ada bekas jalanan utama yang belum selesai pengerjaannya dan itupun sudah rusak.

Waktu terus berganti, sementara tetangga-tetangga sebelahnya lambat laun juga terus membangun. 

Permukiman dan sekolah sudah ada di sekelilingnya. Kawasan yang tadinya mungkin sepi dan area persawahan sekarang sudah mulai ramai. 

Melihat keadaan sekarang, bisa saja si pemilik mulai berpikir untuk mengembangkan tanahnya, sayang juga kalau tanah di lokasi strategis dibiarkan "nganggur". 

Jadilah tanah tersebut direncanakan akan dikembangkan untuk area pergudangan dan komersial dengan harapan nantinya bisa mendatangkan profit.

Konsultan perencana mulai ditunjuk dan survey lapangan pun dilakukan untuk melihat langsung lokasi. 

Tanah yang dulunya dipergunakan untuk area pertanian memang sudah tidak cocok lagi di area perkotaan apalagi sudah dilalui oleh jalan lintas provinsi. 

Peruntukan lahan memang sudah berubah juga. Sekarang di area sekitar sudah ada banyak komersial, perumahan dan fasilitas publik.

Begitu dilakukan survey, ternyata di lapangan juga ditemui beberapa "danau-danau" kecil atau situ-situ kecil. 

Di siang hari, danau kecil itu sudah dimanfaatkan para penduduk sekitar untuk sekadar memancing. 

Ilustrasi danau | Sumber: Unsplash | Ernesto Velzquez
Ilustrasi danau | Sumber: Unsplash | Ernesto Velzquez

Perencana mulai mencari tahu kenapa ada danau-danau kecil di lokasi tersebut. 

Setelah mencari tahu, ternyata danau tersebut terjadi karena limpahan air dari lingkungan sekitarnya. Hal ini terjadi karena tanah kosong itu lebih rendah dari sekitarnya. 

Bukan secara sengaja mengalirkan air ke tanah tersebut, tetapi memang sifat air yang selalu mencari area yang lebih rendah. 

Dan itu dibiarkan bertahun-tahun, akhirnya danau yang tadinya mungkin kecil secara lambat laun semakin melebar karena seiring dengan peningkatan volume air yang masuk.

Seperti yang disebutkan di atas, bahwa tanahnya sudah lama dibiarkan kosong dan tetangga sekitar secara perlahan juga mulai membangun. 

Setiap kali ada pembangunan baru, pasti lahannya dinaikkan sedikit terutama dari jalan di depannya. Otomatis, tanah kosong tersebut semakin berbeda jauh level tanahnya dibandingkan sekitarnya.

Tanah kosong ini cukup besar sehingga limpahan air yang masuk juga dari berbagai sisi, yang akhirnya membentuk empat danau-danau kecil yang tersebar di area ini. 

Danau tersebut kita sebut dengan istilah "pond". Ukuran satu danaunya bisa mencapai 7000 m2, itulah keadaan eksistingnya. 

Sekarang developer mesti mengambil keputusan, apakah keempat danau tersebut akan dipertahankan atau ditimbun dan dijadikan "saleable area". 

Dan kebetulan posisi danau tersebut berada di posisi agak ke tengah bukan di pinggiran tapak. 

Setelah diskusi internal akhirnya diputuskan untuk menimbun danau tersebut supaya tanahnya menjadi lebih efektif dan bisa dijual. 

Memang biaya urug danau terbilang cukup mahal tetapi biaya tersebut bisa ditutupi dengan harga jual. 

Oleh sebab itu konsep yang diusung memang harus bagus. Tidak ada konsumen yang mau mengeluarkan uang lebih untuk sesuatu yang tidak ada nilai tambahnya.

Ternyata tidak semua danau yang ada dapat diurug atau ditimbun. Kenapa? 

Karena kalau ditimbun semua, maka air yang biasanya menuju ke tanah tersebut tidak mempunyai muara lagi akhirnya "pergi" ke tetangga sekitar. 

Nah, ini yang tidak diinginkan karena ujung-ujungnya akan terjadi konflik sosial antar developer dan tetangga. Jadi solusinya seperti apa?

Dari empat danau yang ada, tiga danau ditimbun dan satu danau dipertahankan serta dicarikan posisi yang paling tidak efisien. Tetapi volume danau ini dihitung sedemikian rupa sehingga volume satu danau ini setara dengan empat danau sebelumnya. Hal ini dilakukan biar tidak terjadi banjir seketika di lingkungan sekitar. 

Kita menyebut satu danau ini sebagai "retention pond". Pond (danau atau kolam) ini tidak menjamin, bahwa tidak akan terjadi banjir lagi. 

Pond ini hanya berfungsi sebagai penahan sementara, begitu daya tampungnya terlewati, maka tetap akan terjadi banjir di lingkungan sekitar. Tetapi memang tidak langsung, biasanya ada tenggang waktunya. Jadi dibuat seolah-olah sama seperti keadaan sediakala. 

Memang di belakang tanah sekarang ada daerah yang lebih rendah dari tanah developer dan sekarang kondisinya juga sering banjir kalau hujan deras. 

Mungkin nanti kalau semua danau sudah diurug dan level tanah eksisting sudah ditinggikan, tidak tertutup kemungkinan air akan beralih ke daerah tersebut. Tetapi entahlah, mudah-mudahan semuanya tidak begitu jelek.

Apakah level eksisting perlu ditinggikan? Jawabannya adalah iya. Konsumen secara umum lebih senang membeli area yang lebih tinggi setidak-tidaknya lebih tinggi dari jalan di depan kavlingnya. 

Pengalaman secara langsung atau tidak langsung mengenai banjir membuat konsumen agak cerewet mengenai level tanah yang akan dibangun. 

Kalau tanahnya berkontur, developer juga akan menghitung area yang bisa di "cut and fill" dengan meminimalkan tanah dari luar. 

Dengan bantuan konsultan perencana infrastruktur, dicoba mencari keseimbangan kontur antara lahan yang akan dibangun dengan lahan sekelilingnya. 

Tidak mungkin sebagai developer sekaligus pendatang baru dengan seenaknya membabi buta meninggikan lahan yang ada, sehingga level tanah dengan tetangga bisa beda jauh sekali. 

Hal yang pasti kalau ingin ada interaksi yang baik sepanjang waktu dengan tetangga sekitar, tentu saja hal itu pasti tidak akan dilakukan oleh developer. Selain kurang harmonis dengan lingkungan sekitar, biaya urug tanah juga relatif mahal.

Nah, segitu dulu sharing saya mengenai pengembangan lahan yang sudah lama kosong dan dibiarkan begitu saja selama bertahun-tahun. 

Memang paling baik sebelum merencanakan lahan kosong tersebut sebaiknya dilakukan survey secara menyeluru dengan melihat langsung keadaan lapangan. 

Dalam hal ini juga bisa dibantu dengan tim surveyor yang dapat memetakan lahan secara keseluruhan supaya tidak salah langkah dalam memutuskan perencanaan. 

Kalau area yang dirasa mengganggu berada di area yang tidak efektif, mungkin gangguan yang ada bisa diabaikan ataupun dijadikan "feature" yang akhirnya menjadi sesuatu yang menarik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun