Mohon tunggu...
Gregorius Nyaming
Gregorius Nyaming Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Hanya seorang anak peladang

Seorang Pastor Katolik yang mengabdikan hidupnya untuk Keuskupan Sintang. Sedang menempuh studi di Universitas Katolik St. Yohanes Paulus II Lublin, Polandia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mungkinkah Sesuatu yang Baik Datang dari Kalimantan?

8 Februari 2022   19:51 Diperbarui: 9 Februari 2022   06:28 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Dari berkisah tentang "sesuatu yang baik yang datang dari Kalimantan" berdasar pengalaman pribadi, sekarang saya akan menyajikan "sesuatu yang baik" lainnya yang sumbernya berasal dari trisila hidup masyarakat Dayak, yakni Adil Ka' Talino, Bacuramin Ka' Saruga, Basengat Ka' Jubata.

Merujuk kepada tulisan Dr. Valentinus Saeng dalam buku Kearifan Lokal ~ Pancasila, Butir-Butir Filsafat Keindonesiaan, trisila itu memiliki makna sebagai berikut:

Adil Ka' Talino. Artinya, adil terhadap sesama. Prinsip ini mau menegaskan kalau manusia Dayak itu secara hakiki adalah subjek atau diri yang relasional dan sosial. Dengan subjek yang relasional dan sosial mau mengatakan konsep manusia sebagai DIRI yang terbuka, AKU yang berdimensi sosial. Artinya, manusia bukanlah makhluk yang tertutup dalam kesadaran diri yang egois dan individualis.

Bacuramin Ka' Saruga. Artinya, mengarahkan mata ke surga. Surga merupakan simbol keadilan, kebaikan, kesucian, kebersamaan, tata laku, dan tata pemerintahan yang sempurna. Surga adalah pedoman, rujukan, ukuran dan sekaligus finalitas dari segala sesuatu yang manusia pikirkan dan lakukan selama hidup di dunia. Jadi surga berfungsi sebagai cermin dan harapan akan tata laku dan tata penilaian yang adil, baik, benar, dan sempurna.

Basengat Ka' Jubata. Artinya, bernapaskan Tuhan yang Mahakuasa. Prinsip ini secara jelas memperlihatkan dimensi transendental hidup manusia dan pengakuan akan Tuhan sebagai sumber kehidupan. Napas hidup yang dimiliki manusia mempunyai asal-usul dari Sang Sumber Hidup sendiri.

Trisila tersebut merupakan sapaan pembuka dalam suatu acara atau pertemuan.

Merujuk pada antaranews.com, trisila yang menjadi falsafah hidup orang Dayak dikukuhkan pertama kali dalam Musyawarah Adat Naik Dangau pertama tahun 1985 di Anjungan, Kabupaten Pontianak.

Dalam perkembangannya, melalui Musyawarah Nasional Kedua Dewan Adat Dayak se-Kalimantan, falsafah tersebut ditetapkan menjadi salam Dayak secara nasional.

Dan pada 8 Agustus 2010, trisila itu menjadi falsafah hidup bagi masyarakat Dayak sedunia (Kalimantan, Kuching (Sarawak), Sabah dan Brunei Darussalam), yaitu pada saat peluncuran Borneo Dayak Forum di Kuching.

Kita melihat betapa kaya dan dalam falsafah yang melandasi hidup bersama masyarakat Dayak. Karena itu, kita bisa memahami kemarahan dalam diri masyarakat Kalimantan Timur dan masyarakat Dayak pada umumnya, ketika ruang tempat mereka hidup dikatakan sebagai tempat jin buang anak. Hanya monyet yang mau tinggal di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun