Sementara pagi keesokannya, dilanjutkan dengan acara podo tenggeng. Yakni dengan maksud supaya bencana kelaparan tidak menghantui dan dijauhkan (tolak bala).
Hewan persembahan yang diikutsertakan berupa ela (babi) dan manuk miteng (ayam berbulu hitam). Babi dan ayam yang berbulu hitam bermakna menolak kesuraman, sial dan bahaya kelaparan.
Adapun tudak (kalimat doa) yang dirapalkan oleh Tua Golo (penutur) berbunyi;
"Kudut wurs cangged rucuk ringgang landing toe ita hang ciwal, toe hang mane. Porong one leso salet, one waes laut (Biarlah semua bencana kelaparan/ busung lapar hanyut bersama darah babi dan ayam)".
Kemudian ayam dan babi di sembelih, dan jasadnya digantung pada kayu yang sengaja ditancapkan di tempat acara itu.
Setelah itu, sebelum meninggalkan tempat acara para tetua adat akan membersihkan parang dan pisau yang dipergunakan untuk menyembelih hewan kurban tadi di sungai.
Pada saat dijalan pulang, menoleh ke belakang adalah hal yang tidak diperkenankan, dan dipandang tabu. Hal tersebut dilakukan agar segala wujud kesialan tidak membututi dari belakang.
Dalam upacara Penti di kenal beberapa tahapan-tahapan sebagai berikut;
- Barong wae teku, upacara langsung di mata air yang dipakai sebagai air minum oleh warga kampung
- Barong compang, upacara di atas batu (tempat persembahan) yang ada di tengah-tengah kampung
- Libur kilo, upacara persembahan umum dalam gendang (rumah adat Mangggarai) lantaran arwah nenek moyang sudah diundang masuk kedalam rumah