Rasa hormat yang tinggi kepada kekuatan-kekuatan gaib dan roh leluhur, dengan demikian, harus selalu ditunjukkan dalam seluruh laku hidup masyarakat.
Bertolak dari pemahaman di atas, saya menemukan ada dua upacara adat dalam masyarakat Dayak dan Manggarai yang memiliki kesamaan makna dan tujuan.
Upacara Adat Sebelum Mulai Menanam
Saudara Reba Lomeh pernah menulis tentang upcara adat di daerah mereka sebelum petani mulai bercocok tanam. Benso Rasi, begitulah nama upacara adat terebut.
Upacara adat ini dilangsungkan di Uma (lahan perkebunan) dan di dalam Sekong (pondok kebun). Dalam upacara ini disiapkan hewan kurban seperti kambing (Mbe) dan ayam jantan hitam dan putih (Lalong Miteng agu Bakok). Namun, yang sering dipakai ialah ayam jantan putih. Ayam putih melambangkan keputihan hati, bersih dan suci.
Karena upacara adat ini berhubungan langsung dengan baik buruknya hasil perkebunan, maka dari itu tidak boleh dipimpin oleh sembarang orang. Tua Teno (orang yang dituakan dalam satu kampung) dialah orang yang harus memimpin upacara adat ini.
 Si Tua Teno ini akan tampil sebagai Torok (penutur) sembari memegang ayam jantan putih. Setiap satu bait torok selesai, ia mencabut bulu ayam sehingga ayam itu mengeluarkan suara.
Sementara  upacara berlangsung sang pemilik kebun beserta keluarga yang lain duduk bersila disekitar Tua Teno. Dia akan melafalkan mantra seperti berikut:
"Yo Mori, agu ised pa'ang bele. Ami kudu tegi berkak dite, porong apa sot weri danak'm wua dia't cepisa agu jaga koes lite (Ya Tuhan, juga untuk para leluhur, kami anak Mu meminta berkat dan perlindungan. Kiranya apa yang kami tanami kelak tumbuh dan berbuah hingga dijaga agar tidak diserang hama wereng dan binatang)
Upacara Benso Rasi bertujuan meminta berkat dan perlindungan kepada Mori Kraeng (Tuhan sang pencipta), arwah leluhur dan juga alam.
Dalam acara Benso Rasi selain meminta berkat kepada Tuhan, arwah leluhur juga dimintai bantuan untuk menjadi penyambung lidah dari doa anak-anaknya.