Apakah hal itu mungkin? Kierkegaard akan menjawab kalau ambisi Hegel tersebut adalah sesuatu yang tak mungkin dan tak masuk akal. Tidak mungkin dan tak masuk akal, karena dari pengalaman hidupnya sendiri, Kierkegaard melihat ada banyak hal yang tak dapat diberi kerangka rasional dalam suatu sistem sehingga semuanya dapat dipahami secara rasional pula.
Salah satu contoh pengalaman dalam hidupnya, yang di mata Kierkegaard tak bisa dipahami dengan menggunakan sistem filsafat Hegel ialah pemutusan pertunangannya dengan Regina.
Kierkegaard sesungghuhnya sangat mencintai Regina. Dalam sebuah catatan hariannya ia menulis: "Saya tahu ia cantik, sebab kecantikan itu membuat saya menangis". Begitu juga dengan Regina. Ia sangat mencintai Kierkegaard. Bahkan Ayah Regina sendiri sampai turun tangan memohon kepada Kierkekaard untuk tidak memutuskan hubungan pertunangan itu.
Kita tidak akan masuk terlalu jauh menggali mengapa Kierkegaard memutuskan pertunangannya dengan Regina. Pada intinya, dia bukanlah seorang lelaki pengecut yang tidak siap mengarungi hidup perkawinan. Kierkegaard hanya tak ingin menjalani hidup perkawinan dalam kepalsuan dan kemunafikan.
Sifatnya yang melankolis, relasinya yang tidak begitu baik dengan ayahnya, merupakan beberapa alasan yang mendorongnya memutuskan hubungan pertunangannya dengan Regina. Kierkegaard tak ingin melibatkan Regina dalam hal-hal buruk tersebut.
Dari pengalamannya tersebut, Kierkegaard hanya hendak menunjukkan bahwa filsafat Hegel tidak akan banyak membantu dalam pergulatan hidupnya. Kierkegaard ragu bahwa pengalaman real dan eksistensial manusia, misalnya kegelisahan, kecemasan, ketidakpastian dalam mengambil keputusan, singkatnya segala kegetiran hidup manusia, mendapat tempat dalam sistem filsafat Hegel yang begitu rasional.
Konteks Hidup Masyarakat Denmark
Keyakinannya bahwa kerumunan itu selalu menghilangkan identitas pribadi semakin diperkuat dengan menyaksikan realitas kehidupan di Eropa Barat pada umumnya dan Denmark, negara asalnya, pada khususnya.
Di Eropa Barat pada abad ke-19 praktis semua orang beragama Kristen. Lahir, dibesarkan dan mati sebagai seorang Kristen. Orang menyebut dirinya Kristen tanpa pernah memutuskan untuk menjadi Kristen atau bahkan berpikir apa artinya menjadi seorang Kristen.
Dalam pandangan Kierkegaard, hidup dalam masyarakat semacam itu ditandai dengan kedangkalan dan formalisme kosong. Dia mengibaratkan Denmark pada masa itu bak perahu yang terjebak dalam lumpur. Sebuah perahu yang terjebak dalam lumpur hampir tidak mungkin berlayar lagi karena tidak bisa didayung lagi.
Begitulah. Roda kemajuan berhenti berputar di Denmark karena masyarakatnya begitu larut dalam kerumunan. Mereka larut, sebab dalam kerumunan mereka mendapatkan gairah hidup dengan mendengar cerita, ambisi dan teriakan orang lain.
Pentingnya Hasrat dan Komitmen
Bahwa dalam hidupnya orang harus memilih menjadi poin krusial dalam filsafat eksistensialisme yang diusung oleh Kierkegaard. Bila Descartes mengatakan: "Saya berpikir, maka saya ada", Kierkegaard akan mengatakan: "Saya memilih, maka saya ada". Baginya, keberanian untuk memilih dan membuat keputusan merupakan jalan bagi orang untuk memperoleh makna dan kepenuhan hidupnya.