Sepak bola itu butuh idealitas dan realitas. Apa yang ditampilkan dalam permainan sepak bola di tanah air sungguh jauh dari 'sistem' ini. Tidak jarang pemain 'diteror' suporter, wasit ditekan pemain, dan pemain sendiri ditindas oleh konsep "takut kalah" dari luar atau dalam dirinya.
Hal interior kurang diperhatikan, sehingga ada seperti demam panggung dan emosional. Sepak bola itu proses kegembiraan menuju kegembiraan sesungguhnya, yaitu kemengan. Bergembira untuk menang.
Sepak bola: dari idea menuju realitas
Realitas sepak bola yang dimainkan di tanah air kelihatan kekurangan idea, atau bahkan dapat disebut 'ketiadaan' idea. Sepak bola kita bergerak dari realitas menuju realitas. Ini merupakan suatu gerak horisontal perpindahan. Artinya sepak bola kita hanya mengamati setiap pertandingan ke pertandingan berikutnya. Hal ini bukan kekeliruan, tetapi kekurangan pengertian.
Apologi (argumen pembelaan diri) yang sering diberikan ialah "belajar dari pengalaman". Oleh karena perspektif ini, pelaku-pelaku sepak bola meninggalkan atau mungkin tidak mengenal idea sepak bola. Kurangnya pemahaman yang mendalam dan holistik serta terbaru, orang memainkan sepak bola subjektif.
Segala peraturan dan kriteria sepak bola 'diberlakukan' menurut pengetahuan dan kehendaknya. Hal ini berlaku bagi setiap orang yang memasuki koridor sepak bola. Hanya dengan idea, orang dapat bergerak vertikal mencapai 'sistem'.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H