Jangan sampai kemarahan itu sampai mengakar kuat dan mendalam. Karena, akan sulit untuk diselesaikan. Untuk itu, ada beberapa langkah yang perlu dicermati agar kemarahan tidak menancap sangat dalam.
Memang benar bahwa menuntaskan kemarahan bukan perkara mudah. Bahkan, sering kali hal ini tampak mustahil dan tak mungkin dilakukan, terutama jika kemarahan telah mengakar begitu mendalam.
Ketika sudah mengakar, kemarahan akan sulit sekali dicabut. Akhirnya, kemarahan menimbulkan infeksi akibat luka dari akar-akar tajam yang menancap.
Jika kita membiarkan kemarahan membusuk dan menginfeksi kita, sama halnya kita membiarkan hidup spiritual mengalami kematian yang konyol dan tragis.
Setiap orang memiliki hak untuk marah. Namun, jika tidak dituntaskan atau diselesaikan dengan baik dan tepat, marah itu hanya akan membuat keadaan menjadi kacau dan mengerikan.
Akibatnya ada dua. Pertama, kita harus menghadapi risiko dari kemarahan itu dalam diri sendiri. Kedua, kita harus menghadapi orang yang telah kita lukai dan atau melukai kita.
Dalam tulisan terdahulu, saya menyatakan bahwa marah atas sesuatu yang bukan kesalahan kita sungguh tidak adil. Tetapi, untuk menuntaskan atau menyelesaikan kemarahan, hal itu perlu dan penting.
Mari, silakan kita atau Anda marah. Luapkan, ekspresikan, katakan, tunjukkan, dan ungkapkan bahwa Anda marah. Namun, demi kesehatan emosional dan spiritual, jangan pakai cara yang tidak pas dan tidak manusiawi. Juga, segeralah menyelesaikannya.
Barangkali, beberapa langkah di bawah ini akan membantu.
Bersihkan luka
Kita dapat mengumpamakan kemarahan seperti luka. Ketika luka dibersihkan hingga ke bagian dalam, akan terasa sakit yang luar biasa. Kita akan berteriak atau merintih kesakitan.
Membersihkan luka itu sungguh menyakitkan, apalagi jika obat yang digunakan justru menimbulkan efek perih. Demikian pulalah kita lakukan untuk membersihkan diri dari kemarahan yang mendalam.
Kita harus sabar membersihkan luka secara menyeluruh. Kita tidak ingin terinfeksi. Kalaupun sudah, kita akan membalut atau menyembunyikan luka dan kemarahan itu.
Ternyata, cara itu tidak efektif, karena infeksi masih akan berlanjut. Infeksi karena kemarahan tidak akan selesai dengan sendirinya. Kita harus berusaha mencari sampai akar.
Membersihkan luka sama halnya dengan mengeluarkan segala jenis kotoran. Kita harus mengeluarkan penyebab infeksi.Â
Sungguh dapat dipahami, bahwa kemarahan dapat menyebar ke segala arah dan berkembang menjadi kebencian, rasa pahit, dan kejahatan. Maka, diperlukan sikap fair mengakui kemarahan itu dan dialog pertobatan.
Bertindak dalam aksi
Salah satu efek dari kemarahan adalah kita berpikir bahwa pihak lain yang bersalah dan harus menyesal. Mentalitas kita dapat diubah oleh kemarahan!
Namun, penyesalan yang sesungguhnya adalah merubah sikap yang di dalamnya ada niat kuat. Kemarahan harus dihadapi. Kepahitan karena ditolak dan dianggap lemah harus diterima. Sebab, di satu sisi setiap orang memiliki sudut pandang. Soal benar atau tidak, masih ada ruang untuk afirmasi atau negasi.
Kita tidak dapat mengubah hal yang telah terjadi. Namun, kita masih dapat mengubah respons terhadap hal yang terjadi tersebut. Kita harus hidup di luar lingkaran setan untuk balas dendam dan sakit hati.
Diri kita sendiri akan terganggu. Misalnya, karena marah kita tidak dapat tidur satu malam. Sementara mereka yang membuat kita marah dapat tidur dengan nyenyak, rekreasi, bahkan menikmati hidup.
Rasa marah kita tidak membuat mereka risau, justru merongrong diri kita sendiri. Maka, dibutuhkan aksi nyata untuk tidak tinggal diam dalam kejengkelan diri sendiri.
Salah satunya dengan berdoa. Dalam doa, kita mohon diberi kebijaksanaan dan kemampuan berpikir, merasa, dan memandang dengan baru dan lapang dada. Terlebih kita diberi keberanian mengungkapkan kemarahan pada orang yang bersangkutan disertai keinginan hidup damai.
Merawat luka
Langkah kedua (pertama: bersihkan luka) adalah merawat luka akibat kemarahan. Maksud merawat bukan menjaga dan mengawetkan, tetapi mengusahakan agar luka sembuh. Salah satu obatnya adalah antibiotik pengampunan. Pengampunan memiliki dua mata sisi, yakni perintah dan pilihan.
Perihal mengampuni
Siapa pun pasti memiliki kesalahan dan dosa (sampai yang berat) terhadap Tuhan. Namun, Ia tidak pernah menghitung-hitung itu bahkan menjadikannya benteng pemisah dengan kita.
Justru, Ia mengampuni (inisiatif ilahi), berbelas kasih, dan memaafkan kita. Seharusnya, kita harus memiliki sikap yang sama terhadap orang lain.
Kemarahan sungguh menguras kekuatan emosional dan merampas kebahagiaan serta kedamaian kita. Maka, untuk mencegah agar kebahagiaan dan kedamaian sirna, kita membutuhkan pengampunan.
Will Rogers pernah berkata:
"Saya tidak akan membiarkan siapa pun menguasai hidup saya dengan membuat saya marah kepadanya!"
Lalu, dalam buku To Forgive is Human, Michael Mc Cullough dkk berkata demikian:
Pengampunan mendatangkan hal-hal baik seperti kedamaian, kebahagiaan, kesehatan, pembaruan [....] Orang-orang yang memilih untuk mengampuni juga cenderung lebih sedikit menderita gangguan mental. Kekuatan pengampunan mampu menyembuhkan pikiran, tubuh, dan jiwa kita.
Maka, pengampunan merupakan pilihan untuk merawat rasa sakit hati dan keinginan balas dendam. Dengan mengampuni, kita berkata, "Saya membebaskan orang itu dari segala kewajiban utangnya dan memilih untuk tidak menyakiti dia. Saya menolak untuk menyimpan rasa dendam!".
Pengampunan itu pilihan. Kita tidak akan mengungkit-ungkit lagi masa lalu dan masalah. Walau masih terluka, kita mampu memberi pengampunan. Kita harus menaati iman, bukan perasaan. Sehingga, kita sanggup memberi ruang pengampunan.
Berdoa
Proses mengampuni dapat dimulai dari doa. Kita menghadap Sang Pencipta untuk mengampuni kita dan kita mampu mengampuni orang lain.
Maka, kita perlu berdoa dan mohon agar hati kita dipenuhi pengampunan. Dengannya, kita sanggup melepaskan keinginan balas dendam.
Menumbuhkan rasa empati
Cara lain adalah mari kita mencoba memahami pikiran, motivasi, dan perasaan orang lain. Di sini kita akan pertama sekali memiliki rasa empati terhadap orang lain.
Memang, perlu juga diperhatikan bahwa kondisi mereka tidak bisa dijadikan alasan untuk membenarkan perlakuan mereka, tetapi kondisi itu menjelaskan mengapa mereka bersikap seperti itu.
Empati akan mempermudah kita untuk mengampuni.
Dengan empati, kita tidak hanya memahami pikiran, perasaan, dan keadaan mereka yang menyakiti kita. Tetapi, kita mampu menyadari sifat buruk dan kemampuan kita, serta kemungkinan bahwa kita juga bisa saja menyakiti orang lain.
Memperbaiki hubungan
Agar pengampunan makin mantap, kita perlu mengupayakan kedamaian dan perdamaian. Kita perlu keluar dari egoisme dan zona nyaman sendiri.
Kita perlu berani berkomunikasi dan berdialog. Bisa saja hubungan tidak akan kembali harmonis seperti sedia kala, tetapi kita berusaha memperbaiki suasana.Â
Kita tentu tidak ingin sependapat dengan orang yang melukai kita, tetapi kita ingin melupakan masalah yang sudah berlalu sembari mengurangi ketegangan yang masih ada.
Pengampunan memang tidak menjanjikan bahwa setiap hubungan bisa benar-benar kembali rukun. Tetapi pengampunan memiliki daya untuk menetralisir sikap permusuhan. Jika dilakukan berulang kali, pengampunan akan meruntuhkan kemarahan dan kebencian.
Membalut luka
Setelah kita membersihkan dan merawat luka, tibalah kita pada langkah terakhir yaitu membalut luka. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menyesali kemarahan, berusaha damai, mengasihi orang lain, dan bahkan berdoa bagi mereka yang membuat kita marah.
Musuh dapat diperlakukan dengan penuh kasih, walau secara logika manusiawi tidak pas. Namun, agar luka akibat kemarahan yang mendalam dapat sembuh, hal itu harus dan wajib.
Kebencian justru akan menimbulkan pertengkaran. Akan tetapi, kasih akan memulihkan segala pelanggaran dan pertengkaran.
***
Memang, sulit dan perlu waktu yang relatif lama untuk mencapai kesembuhan. Namun, rasa perih yang kita rasakan saat membersihkan, merawat, dan membalut luka tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kebebasan emosional dan spiritual yang kita rasakan.
Hal yang mau disasar adalah agar kita tidak dikendalikan dan dikekang oleh kemarahan. Sehingga, segala sesuatunya akan membuat kita sulit dalam hidup, relasi, kerja, dan banyak hal.
Juga, jangan sampai kemarahan itu mengakar kuat. Sebab, sulit untuk melepaskan kemarahan terutama jika akarnya telah tertancap sangat dalam dan kebencian tumbuh menghiasinya.
Semoga bermanfaat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI