Mohon tunggu...
Framanahadi
Framanahadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka mengamati hal-hal yang entah-berantah asalnya

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bagaimana Jadinya Jika di Kos Putra Terdapat Pasangan Penjual Bakpia?

4 November 2023   08:05 Diperbarui: 4 November 2023   08:08 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Yogyakarta merupakan salah satu kota destinasi wisata yang mungkin cocok bagi para pelancong untuk menikmati liburan akhir pekan. Banyak hal yang dapat dikunjungi dan ditelusuri selama berada di kota Yogyakarta. Mulai dari wiasata alam, wisata sejarah, dan tentu tidak ketinggalan wisata kuliner yang tersebar hampir diseluruh titik daerah istimewa ini.

Salah satu hal yang saya amati dari kegiatan wisatawan ini adalah kebiasaan untuk berbelanja buah tangan, ya belanja oleh-oleh nyaris seluruh pendatang melakukannya, entah itu untuk orang terdekat ataupun sebagai simbol bahwa mereka pernah menapaki daerah asal oleh-oleh tersbut.

Oleh-oleh dan kota Yogya adalah dua hal yang nyaris tidak bisa dipisahkan. Tentu yang terlintas dipikiran kita pertama kalinya adalah gudeg dan bakpia. Pada kesempatan kali ini saya akan membahas sedikit mengenai bakpia, bakpia seringkali kita jumpai di pinggiran jalan sepanjang kota Yogya, dan di daerah sentra bakpia pathuk.

Bakpia di dalam Kos Putra 

 Sebagai seorang mahasiswa rantauan, saya tentu berdiam di salah satu kos dekat dengan Universitas tempat saya menempuh studi. Kos yang saya tempati itu tak luas, hanya berukuran 2x3 meter persegi. Kos tersebut terdiri dua lantai diisi dengan enam kamar. Lantas apa hubungannya dengan bakpia? nah, kamar lantai dua ditempati oleh tiga mahasiswa termasuk saya, sedangkan untuk lantai satu diisi oleh pasangan suami istri dan parkiran motor.

Kos yang saya tinggali sebenarnya diperuntukkan bagi laki-laki, namun ada yang menarik. Di dalamnya juga ada pasangan suami istri, pasangan tersebut merupakan pasangan yang memiliki usaha bakpia, selain sebagai tempat berniaga mereka juga menyewa kamar untuk ditinggali. Keberadaan usaha bakpia ini sempat dipermasalahkan oleh penduduk setempat, seiring berjalannya waktu semua seperti sudah berdamai dengan keadaan.

Malam itu Jumat 27 Oktober 2023, saya mencoba untuk mengakrabkan diri kepada bapak dan ibu penghuni kamar lantai satu. Setelah nyaris genap satu bulan lamanya saya tidak mengenal satu sama lain, saya akhirnya memiliki kesempatan mencoba memberanikan diri untuk berkenalan. Sebenarnya niat ini sudah ada sejak awal menempati kos, tetapi kesibukan kuliah membuat saya tidak memiliki waktu untuk berkenalan dengan penghuni lainnya.

 

Ibu dengan Senyum Tulusnya

Saat itu saya kembali mencoba untuk menyapa, Ibu penjual yang belum saya tahu namanya itu  kembali melemparkan senyum tulusnya. Aktifitas ini biasanya saya lakukan ketika melewati kamar tempat berjualan bakpia tersebut, nyaris tiap pagi saya melakukannya.

Mengingat kamar yang dijadikan tempat untuk memarkirkan kendaraan terletak pada bagian tengah, jadi saya selalu melewati kamar tempat jualan. Kamar untuk  berjualaan itu terletak di pojok kiri, sedangkan kamar yang dijadikan ruang istirahat terletak pada pojok kanan. Untuk bagian tengah ditempati sebagai ruangan memarkirkan kendaraan roda dua.

" Malam bu," saya bersahut ramah. Ibu yang tengah asyik memperhatikan panggangan oven itu menoleh menanggapi sapaan saya, saya dipesilakan masuk dengan posisi beliau yang masih duduk menghadap oven lengkap dengan sarung tangan.

 Saat itu saya mencoba untuk berbasa-basi terkait kegiatan yang beliau lakukan, sesekali terdengar bunyi besi yang bergesakan dari daerah kompor. Tak ingin berlarut dalam obrolan biasa, saya mengenalkan diri dan menyampaikan maksud untuk menjumpai ibu tersebut.

" Loh saya juga bingung mas, tiap hari masnya sapa tapi saya tidak tahu namanya," ujarnya sembari memindahkan adonan bakpia dari oven keatas meja. Tanpa sadar dalam sekejab saya sudah melangkah masuk ke ruangan markas pembuatan camilan khas Yogya itu, pandangan mata terarah perlahan mengelilingi seluruh sudut ruangan.

Terlihat tumpukan nampan oven yang berisikan bakpia yang hampir setengah jadi. Di sudut lain nampak  pula susunan dus-dus yang sedikit tidak rapi tatanannya, pandangan saya berhenti serentak bersamaan dengan sahutan dari ibu Yarni yang dalam percakapan memperkenalkan dirinya. Seorang penjual bakpia yang usianya mungkin kisaran 50 tahunan. " Beginilah keadannya nak," tuturnya.  Saya urungkan pandangan mata saya yang membabi buta menelisik ruangan orang tanpa izin tuan rumah.

Beliau mengenalkan usahanya nyaris 15 menit lamanya, hangat panggangan oven mengiringi obrolan kami yang demikian hangat juga kalau boleh saya umpamakan. Di ketahui bahwa usaha yang dilakoni oleh bu Yarni bersama suami sudah berjalan sejak empat tahun belakangan. Usaha yang dikelola dengan suka-cita tersebut bernama "Bakpia Homemade".

Kenapa Harus Bakpia?

Berjualan bakpia di usia tua dipilih oleh bu Yarni sebagai aktifitas untuk mengisi kegiatan harian, dan tentunya untuk menghidupi kebutuhannya. " ya kalau kerja begini kan bisa lebih santai, tidak terikat sama siapa-siapa, bikinnya juga gampang, saya sekalian ngurusin rumah juga".

Malam itu saya tidak melihat sosok suami dari bu Yarni. Dalam ceritanya saya diberitahukan bahwa bapak turut serta dalam proses usaha ini berjalan. Bapak membantu banyak dalam urusan mobilisasi, berupa pembelian bahan mentah, pengantaran pesanan. Serta juga turut andil dalam menyiapkan bakpia itu sendiri.

Usia usaha yang bisa dibilang masih relatif muda ternyata terealisasi hanya karena coba-coba dan iseng. " Dulu  saya tidak pernah suka sama bakpia, rasanya tidak enak. waktu pengajian teman saya ada yang bawa, loh ternyata bakpia ini bisa dibikin enak juga ya". Tutur bu Yarni.

Dari pengalaman itulah bu Yarni kesemprot untuk membuat usaha kecil-kecilan ini,  awalnya  beliau bawa ke pengajian rutin yang hasilnya ludes di cicipi oleh jemaah tempat pengajian itu diadakan. Sejak saat itu orderan mulai berdatangan hingga perasaan yakin untuk membuka usaha bakpia semakin besar. Waktu itu bu Yarni masih berdomisili di daerah Bangunjiwo. Setelah mantap hatinya untuk membuka usaha bakpia beliau memutuskan untuk pidah ke daerah yang lebih strategis.

Dinamika hidup tentu tidak selurus aspal jalanan, begitulah mungkin hikayat dan petuah yang orang dulu lontarkan. Demikian juga dengan usaha yang dilakoni oleh bu Yarni, masalah silih berganti. Mulai dari kos putra yang seharusnya diisi dengan laki-laki, malah dipilih sebagai tempat bernaung oleh bu Yarni. "Ya daerahnya sangat strategis sih mas, saya pilih tempat ini juga kebetulan Cuma ini yang kosong, untuk masalah warga saat itu saya sudah bicaran baik-baik,"ucapnya.

Bakpia Homemade Sumber Pencaharian

" Zaman ini juga saya harus mengikuti perkambangan ya mas, saya juga sering ngeshare informasi jualan ke Facebook, Whatssapp dan Instagram. Kalau Instagram ya anak saya yang ngatur, saya kan tidak paham". Percakapan itu membuat saya bertanya terkait tanggungan dan pendapatan yang didapat oleh bu Yarni.

Dalam pembicaraan beliau menurutkan bahwa beliau memiliki dua anak yang sudah memasuki usia kepala dua. Anak-anak beliau tidak turut serta tinggal didalam kos karena sudah memiliki pekerjaan di luar kota.

Bakpia Homemade memiliki varian rasa yang cukup beragam, diantaranya

  • Coklat
  • Keju
  • Durian
  • Matcha
  • Kacang Ijo

Dapat dipesan melalui nomor whatsapp yang nantinya akan dibalas oleh bu Yarni.dalam sepak terjangnya bu Yarni pernah membuatkan pesanan sejumlah 50 box bakpia hanya dalam waktu dua hari. "Ya jumlahnya saya tidak mematok berapa, cuma kalau perlu cepat satu hari saya hanya bisa produksi 20 box saja" ucapnya.

Pesanan bakpia yang diperoleh oleh bu Yarni setiap bulannya tentu berbeda, tapi dalam perkataannya pendapatan dari usaha ini sudah cukup membuat beliau mensyukuri rezeki tersebut. "Kalau untuk makan sehari-hari ini sudah lebih dari cukup, saya masih bisa bekerja sehari-hari dan membuat konsumen puas saya sudah senang," sahut beliau seraya mematikan kompor.     

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun