Mohon tunggu...
Frainto Julian Kalumata
Frainto Julian Kalumata Mohon Tunggu... Freelancer - Halmahera Utara - Salatiga

Frainto kalumata, sapa saja frento. Lahir 11 juli 1996 di kota Tobelo. Kota kecil yang berada di halamahera Utara. Mahasiswa manajemen Universitas Kristen Satya Wacana di Salatiga. Jejaknya bisa di lacak melalui akun instagram @frentokalumata.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Hijau, Ilusi Kapitalisme?

22 November 2021   19:06 Diperbarui: 22 November 2021   20:18 625
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
        [Sumber ilustrasi: www.greeners.co]

Di masyarakat tradisional, tentunya konsep ini sudah tidak asing lagi. Namun, dalam kehidupan masyarakat modern dimana hampir seluruh masyarakat menjalankan sistem kapitalisme, biosentrisme tentunya merupakan sebuah konsep yang radikal dan menyerang sistem hingga ke dasarnya.

Dikutip dari medium.com, menurut John Bellamy Foster dan Fred Magdoff, dalam buku mereka yang berjudul "What Every Environmentalist Needs To Know About Capitalism" memaparkan bahwa ide akan kapitalisme dan lingkungan hidup secara berdampingan memiliki suatu masalah yang besar, yaitu tujuan dari kapitalisme itu sendiri. 

Sistem kapitalisme yang memiliki tujuan untuk memaksimalkan keuntungan, yang mana membawa kita pada transformasi berbagai hal menjadi sebuah komoditas yang dapat diberikan harga, tidak dapat berdampingan dengan lingkungan, karena pada dasarnya sistem kapitalisme tidak memiliki 'jiwa' ataupun cita-cita yang mengarah pada hal tersebut.

Faktanya, hubungan antara pertumbuhan ekonomi per kapita dengan kualitas lingkungan alam menjadi sebuah hipotesis yang selayaknya sering terjadi pada negara-negara di dunia. Hipotesis Environmental Kuznet Curve (EKC) menyatakan bahwa semakin tinggi nya Gross Domestic Product (GDP), maka kerusakan lingkungan yang akan diterima juga semakin tinggi.

Namun, pada titik tertentu tingkat kerusakan lingkungan akan mengarah kepada pengurangan walaupun tetap terjadi kenaikan pada pertumbuhan perkapita (GDP). Artinya, semakin tinggi tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara, semakin tinggi juga resiko kerusakan lingkungan.

Solusi yang dibayangi Ilusi

Hipotesis EKC memicu sebuah keanehan dalam berbagai dokumen green economy. Anehnya, tidak ada aturan soal pertumbuhan ekonomi yang semestinya. Hipotesis tersebut, menghantarkan kita pada sebuah analogi:

 Jika GDP serupa timbangan yang mengukur keberhasilan suatu negara. Timbangan apa yang harus dipakai untuk mengukur keseimbangan ekonomi dan lingkungan dalam pembangunan sehingga negara-negara tersebut dikatakan berhasil? Bagaimana jika ukuran keberhasilan suatu negara diukur dari pertumbuhan ekonomi hijau? 

Tentunya akan lebih fair dan nyata bagi posisi lingkungan, karena sejauh ini kita masih mengadakan mekanisme yang memungkinan praktik ekonomi terus mencemarkan lingkungan. Misalnya, memberlakukan izin untuk mencemari dan tukar guling atau Offsetting.

Kita tentunya memerlukan cara-cara yang berkesinambungan dan radikal yang berorientasi pada alam. Radikal secara etika, prinsip dan tujuan, lalu berkesinambungan pada praktiknya. Bukan mengkondisikan alam untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. 

Namun melakukan pengkondisian terhadap sistem ekonomi dan sosial agar kesejahteraan masyarakat diperoleh dari keseimbangan etika, prinsip dan tujuan antar kapitalisme dan lingkungan dalam suatu model pembangunan. Secara tegas, solusinya adalah keseimbangan, sedangkan ilusinya adalah peningkatan dan penurunan. Pertanyaannya, bagaimana model keseimbangan itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun