Mohon tunggu...
Baret Mega Lanang
Baret Mega Lanang Mohon Tunggu... Seniman - Penulis

Bagai Empu Prapanca yang menulis Negarakertagama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kenapa Al-Qur'an Menyebut Allah ("Aku", "Kami" & "Dia")

20 Juli 2024   21:03 Diperbarui: 20 Juli 2024   21:10 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar Freepik 

Alhamdulillahirobbilalamin. Washolatu wassalamu ala Nabina Muhammadin wa ala alihi wa ashabihi wa ummatihi ajma'in. Pada kesempatan kali ini, Hari ini, kita akan kembali mengeksplorasi pendapat-pendapat, memperkuat pemahaman kita dengan dalil-dalil yang relevan, dan menyimpulkan makna sesungguhnya dari istilah-istilah yang digunakan dalam Alquran untuk merujuk kepada kalam Ilahi (Allah).

Pendapat Pertama:

Pendapat pertama menyatakan bahwa Alquran adalah kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dalam bentuk yang sudah utuh, baik lafzi maupun maknawi. Artinya, lafadz dan maknanya telah diturunkan oleh Allah kepada Malaikat Jibril secara lengkap, dan kemudian disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad juga secara lengkap.

Pendapat Kedua:

Pendapat kedua berargumen bahwa Allah mewahyukan kalam-Nya dalam bentuk makna kepada Malaikat Jibril, yang kemudian menerjemahkan makna tersebut ke dalam bahasa Arab saat menyampaikannya kepada Nabi Muhammad. Dengan kata lain, Malaikat Jibril berperan sebagai perantara yang melafalkan wahyu dalam bahasa Arab, lengkap dengan maknanya.

Pendapat Ketiga:

Pendapat ketiga menyatakan bahwa kalam Allah berupa makna disampaikan kepada Malaikat Jibril, yang kemudian menyampaikan makna tersebut kepada Nabi Muhammad. Nabi Muhammad lah yang kemudian melafalkan makna tersebut dalam bahasa Arab.

Ketiga pendapat ini memang menimbulkan berbagai pandangan dan diskusi. Dalam beberapa episode sebelumnya, kita telah menyimpulkan bahwa kalam Allah diwahyukan secara utuh, baik lafadz maupun maknanya. Alquran bukanlah kalam Rasul, baik itu Malaikat Jibril maupun Nabi Muhammad, tetapi merupakan kalam Allah yang disampaikan melalui kedua rasul-Nya.

Kontroversi dan Klarifikasi:

Di dalam Alquran, terdapat ayat yang menyatakan bahwa Alquran adalah "perkataan Rasul yang mulia" (Q.S. Al-Haqqah: 40, Q.S. At-Takwir: 19). Meskipun ayat-ayat ini seolah-olah menunjukkan bahwa Alquran adalah perkataan Rasul, kita perlu memahami konteksnya. Dalam surat Al-Haqqah, ayat tersebut merujuk kepada Nabi Muhammad, sedangkan dalam surat At-Takwir, ayat tersebut merujuk kepada Malaikat Jibril.

Penjelasan ini menunjukkan bahwa Alquran adalah kalam Allah yang disampaikan melalui Rasul-Nya. Nabi Muhammad diperintahkan untuk menyampaikan kalam Allah kepada umatnya dengan menyebut Allah sebagai "dia" (huwa). Contohnya adalah dalam surat Al-Baqarah ayat 139 dan surat Ali Imran ayat 29, di mana Nabi Muhammad diperintahkan untuk mengatakan "dia" Allah.

Proses Penciptaan Manusia:

Allah menggunakan kata "kami" dalam ayat-ayat yang menceritakan tentang penciptaan manusia. Misalnya, dalam surat Al-Mu'minun ayat 12-14, Allah berfirman bahwa manusia diciptakan dari saripati tanah, kemudian menjadi air mani, gumpalan darah, gumpalan daging, tulang belulang, dan akhirnya menjadi makhluk yang berbentuk lain. Proses ini melibatkan orang tua kita, sehingga Allah menggunakan kata "kami".

dari kajian ini adalah bahwa Alquran adalah kalam Allah yang diwahyukan secara utuh, baik lafadz maupun maknanya. Penggunaan kata ganti "aku", "kami", dan "dia" dalam Alquran adalah gaya bahasa yang menggambarkan eksistensi Allah dari sudut pandang yang berbeda. Alquran bukanlah kalam Rasul, tetapi wahyu dari Allah yang disampaikan melalui Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad.

Demikian kajian kita kali ini. Mudah-mudahan semakin jelas dan gamblang pemahaman kita tentang Alquran sebagai kalam Allah. Kita akan melanjutkan kajian ini di episode-episode berikutnya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh dan komprehensif.

, kita telah membahas tiga pendapat mengenai Al-Qur'an sebagai Kalam Allah. Pendapat pertama menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril dalam bentuk lafzi dan maknawi. Artinya, lafadz dan makna Al-Qur'an secara utuh diturunkan dari Allah kepada Malaikat Jibril dan kemudian kepada Nabi Muhammad. 

Pendapat kedua berargumen bahwa Allah mewahyukan firman-Nya kepada Malaikat Jibril dalam bentuk makna, kemudian Malaikat Jibril menyampaikannya kepada Nabi Muhammad dalam bentuk lafadz dan makna. Dalam pandangan ini, Malaikat Jibril berperan sebagai rasul yang melafalkan wahyu Allah dalam bahasa Arab sebelum disampaikan kepada Nabi Muhammad.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa firman itu dari Allah berupa makna kepada Malaikat Jibril dan dari Jibril kepada Nabi Muhammad juga dalam bentuk makna. Nabi Muhammad kemudian melafalkannya dalam bahasa Arab, baik tulisannya maupun bacaannya. 

Ketiga pendapat ini menimbulkan kontroversi, dan kita telah mengkaji secara mendalam untuk mendapatkan detail-detailnya. Kesimpulan dari kajian kita menunjukkan bahwa Kalam Allah diturunkan secara utuh, baik lafadz maupun maknanya, dan bukanlah Kalam Rasul, baik Malaikat Jibril maupun Nabi Muhammad.

Namun, ada argumen yang menyatakan bahwa Al-Qur'an adalah perkataan Rasul. Ayat yang sering dijadikan dasar adalah dalam Surat Al-Haqqah ayat 40 dan Surat At-Takwir ayat 19. Keduanya menyebutkan bahwa "Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah perkataan Rasul yang mulia." Dalam kajian kita, kita memahami bahwa di dalam Surat Al-Haqqah, Rasul yang dimaksud adalah Nabi Muhammad, sedangkan dalam Surat At-Takwir, yang dimaksud adalah Malaikat Jibril.

Meskipun begitu, kedua ayat ini menegaskan bahwa Allah menurunkan Kalam-Nya kepada Malaikat Jibril sebagai rasul dan Nabi Muhammad juga sebagai rasul untuk diungkapkan dengan kata-kata (qaul). Ada perbedaan antara kalam Allah dan qaul Rasul. Kalam Allah adalah firman Allah yang bersumber dari Allah sendiri, sementara qaul Rasul adalah kata-kata yang ditransmisikan dari kalam Allah melalui para rasul.

Perdebatan ini semakin kompleks ketika kita melihat bagaimana Al-Qur'an diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, yang sering kali menimbulkan ambiguitas. Istilah "perkataan Rasul" dapat menimbulkan kesalahpahaman jika tidak diklarifikasi dengan benar. Oleh karena itu, penting untuk memahami bahwa qaul Rasul bukanlah kalam Rasul. Qaul Rasul adalah transmisi kalam Allah yang disampaikan melalui rasul-Nya, baik Malaikat Jibril maupun Nabi Muhammad.

Dalam episode kali ini, kita akan menambahkan lagi argumentasi untuk menguatkan kesimpulan kita sebelumnya. Sebagai contoh, dalam Surat Al-Baqarah ayat 97, Allah berfirman bahwa Jibril menurunkan Al-Qur'an ke dalam hati Nabi Muhammad dengan izin Allah. Ini sering diartikan bahwa kalam Allah diturunkan hanya dalam bentuk makna ke dalam jiwa Nabi Muhammad.

Namun, dalam Surat Al-Qiyamah ayat 16-19, Allah menjelaskan bahwa Nabi Muhammad juga menerima Al-Qur'an secara lafzi, dengan perintah untuk tidak tergesa-gesa menggerakkan lidahnya ketika membaca Al-Qur'an. Ini menunjukkan bahwa selain diturunkan ke dalam hati, Al-Qur'an juga diajarkan secara lisan kepada Nabi Muhammad oleh Malaikat Jibril. Wahyu pertama, "Iqra'" (bacalah), jelas menunjukkan bahwa lafadz Al-Qur'an didiktekan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad.

Dengan demikian, pemahaman yang komprehensif menunjukkan bahwa Al-Qur'an diturunkan baik dalam bentuk lafadz maupun makna, dan ditransmisikan oleh Malaikat Jibril dan Nabi Muhammad kepada umatnya. Kesalahpahaman yang muncul dari terjemahan atau interpretasi yang tidak komprehensif perlu diluruskan agar tidak menimbulkan persepsi yang keliru tentang sifat Al-Qur'an sebagai Kalam Allah.

Dari kajian ini, kita memahami bahwa Al-Qur'an adalah Kalam Allah yang diturunkan melalui Malaikat Jibril dan disampaikan oleh Nabi Muhammad kepada umat manusia. Istilah qaul Rasul yang muncul dalam beberapa ayat tidak boleh disalahartikan sebagai kalam Rasul. Qaul Rasul adalah bentuk transmisi kalam Allah yang disampaikan melalui para rasul-Nya, dan pemahaman yang benar akan hal ini sangat penting untuk menjaga kemurnian ajaran Islam. Semoga kajian ini bermanfaat dan dapat memperdalam pemahaman kita tentang Al-Qur'an se

bagai Kalam Allah. (*) 

Penulis: Baret Mega Lanang 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun