Mohon tunggu...
Baret Mega Lanang
Baret Mega Lanang Mohon Tunggu... Seniman - Penulis

Bagai Empu Prapanca yang menulis Negarakertagama

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rangkuman | Bahayanya: Mahar Politik dalam Pilkada di Indonesia (Part-5)

22 Juni 2024   20:04 Diperbarui: 22 Juni 2024   20:58 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemimpin yang terpilih melalui politik mahar cenderung tidak efektif dalam mengelola sumber daya daerah. Fokus mereka yang utama adalah mengembalikan modal politik, sehingga program-program pembangunan yang bermanfaat bagi masyarakat sering kali (dapat) diabaikan.(*)

Assidiqie (2017) dalam bukunya "Hukum Tata Negara dan Pilar-Pilar Demokrasi" menekankan pentingnya pilar-pilar demokrasi yang sehat dan bebas dari korupsi serta praktik-praktik tidak etis lainnya. Mahar politik dianggap merusak integritas demokrasi dan menciptakan ketidakadilan dalam proses pemilihan. Hal ini sejalan dengan pandangan Kadir (2014) yang dalam artikelnya "Dinamika Partai Politik di Indonesia" di jurnal Sosiohumaniora, menyatakan bahwa partai politik sering kali terjebak dalam praktik transaksional yang mengorbankan nilai-nilai demokrasi sejati.

Dari perspektif hukum Islam, Harahap (2018) dalam artikelnya "Risywah dalam Perspektif Hadis" mengkaji bahwa praktik risywah atau suap, termasuk dalam bentuk mahar politik, dilarang dalam Islam karena merusak keadilan dan transparansi. Hal ini diperkuat oleh kajian Farida (2019) dalam jurnal Galuh Justisi yang membahas mahar politik dalam pandangan politik hukum di Indonesia, menyoroti dampak negatif dari praktik ini terhadap sistem hukum dan tata pemerintahan yang baik.

Lebih lanjut, Amsari (2019) dalam jurnal Anti Korupsi Integritas menguraikan upaya penegakan hukum yang diperlukan untuk menjerakan pelaku praktik uang mahar dalam pemilu. Ibadurrahman (2021) dalam jurnal Lex Renaisan meneliti dampak transaksional dari mahar politik terhadap pembangunan daerah, menunjukkan bahwa praktik ini tidak hanya merugikan sistem politik tetapi juga menghambat pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Kesimpulan(*)

Politik mahar memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas kepemimpinan dan integritas demokrasi di Indonesia. Untuk mengatasi masalah ini, mungkin diperlukan reformasi dalam sistem peraturan partai dan pembiayaan politik?. Transparansi dan akuntabilitas harus ditingkatkan untuk memastikan bahwa proses politik berjalan secara adil dan bebas dari praktik transaksional yang merugikan. Dengan demikian, diharapkan kualitas kepemimpinan di daerah-daerah dapat meningkat, dan demokrasi yang sehat dapat terwujud.(*)

Penulis berusaha mengkaji lebih dalam praktik mahar politik di Indonesia dengan mengacu pada berbagai referensi. Part 1 s/d part 5 setiap kesimpulan adalah majas yang tidak absolut dan masih dalam kajian akademis, Meskipun penulis hanya memiliki latar belakang pendidikan SMA, namun dengan bantuan literatur yang komprehensif, diharapkan artikel ini dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam memahami dan mencari solusi terhadap 'fenomena kata'(red) mahar politik yang kompleks ini.(*)

---

*Artikel ini mencoba mengungkap bahaya politik mahar yang diduga marak terjadi, yang berpotensi merusak proses demokrasi dan kualitas kepemimpinan di berbagai daerah di Indonesia.*

Oleh : Baret M. Lanang 

Refresi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun