Mohon tunggu...
Frederica Nancy
Frederica Nancy Mohon Tunggu... Lainnya - mahasiswa

Hi! Salam kenal dari saya yang tengah belajar dan menari dalam dunia komunikasi massa-digital!

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Musik Latar Dies Irae yang Menyihir dalam Tontonan Masyarakat

3 September 2020   00:18 Diperbarui: 20 Oktober 2020   19:46 1024
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nada dies irae (Gregorian Chant Hymns)

Anda pernah merasa emosional saat menonton film? Merasa ikut terhanyut dalam kesedihan dan merasakan suasana tegang, mencekam atau ketragisan dalam film?

Musik latar (music scoring) dalam film yang menampilkan suasana ini dikenal dengan nama dies irae

Diambil dari Bahasa Latin yang artinya Hari Penghakiman, hari yang dipercaya umat Katolik akan tiba dan saat itu Tuhan akan menghakimi setiap orang yang telah mati dan menentukan apakah ia akan masuk surga atau neraka.

https://soundcloud.com/koyaogata/gregorian-chantdies-irae
https://soundcloud.com/koyaogata/gregorian-chantdies-irae
Bagian dari music scoring ini masuk dalam industri film pertama kali di era film bisu untuk menggambarkan suasana yang gelap dan mencekam. Di era ini, musik banyak dimainkan oleh orkestra secara penuh.

 Misalnya, film terkenal berjudul Metropolis (1927) yang menggambarkan dystopia terhadap mesin dan kehancuran di masa depan. Musik latar yang satu ini digunakan untuk mengambarkan suasana yang dramatis.

Bagaimana Dies irae Muncul?

Dies irae sebenarnya diasosiasikan dengan kematian selama hampir 800 tahun (VOX, 2019).  Nyanyian gereja yang digunakan oleh pastor-pastor Katolik sekitar abad ke-13 ini biasa digunakan untuk keperluan massa, seperti pemakaman.

Beberapa abad setelahnya pengaruh gereja semakin meluas begitu juga dengan dies irae. Buktinya ada begitu banyak karya seni di luar gereja, seperti simfoni Requiem karya Mozart pada 1791.

Di tahun 1830, komposer musik Perancis, Louis-Hector Berlioz membuat Symphonie fantastique (1830). Karya lainnya, Watches Sabbath Etching (The Dream of A Witches’ Sabbath) (1650) menampilkan ketakutan—sebab pemeran utama bermimpi pasangan yang telah ia bunuh hidup kembali sebagai seorang penyihir yang akan menyiksanya. Latarnya pun dibuat mengerikan, yakni di makam pada malam hari, termasuk dies irae, musik yang yang dikenal punya makna konotasi menakutkan.

Karya musik seperti ini semakin berkembang. Mulai dari Dance of the Dead karya Francesco Traini pada 1330-an yang menggambarkan penderitaan dan kematian atau Messa da Requiem karya Giuseppe Verdi (1874). Dies irae juga muncul dalam lagu-lagu romantis yang dipopulerkan musisi Rusia bernama Sergei Rachmaninoff lewat Symphonic Dance (1940) (CBC Music, 2014).

Berkembangnya Music Scoring Ini dalam Film

Setelah muncul dalam film Jerman berjudul Metropolis, musik ini muncul juga lewat karya komposer musik sekaligus pianis klasik, Dimitri Tiomkin yang mengarang simfoni dies irae untuk film berjudul It’s A Wonderful Life.

Jenis music scoring ini terbagi menjadi tiga jenis menurut ahli musik, Alex Ludwig:

  • Full Statement (biasanya memunculkan suasana mencekam)
  • Stinger (sering muncul untuk menampilkan villain atau momen-momen emosional para pahlawan)
  • Ostinato (biasa muncul dalam rangkaian action film, yang menghadirkan energi dan intensitas)

Penggunaan musik ini rasanya kurang afdol jika tidak digunakan dalam film horror yang memang dibuat untuk memunculkan semacam rasa takut. Sebut saja film The Shining (1980), The Nightmare Before Christmas (1983), The Ring (2002), dsb.

Selain didesain dalam film yang memang bertema mencekam, dies irae juga hadir dalam berbagai genre, misalnya The Lion King (1994), Star Wars: A New Hope (1977), Home Alone (1990), Batman Returns (1992), Harry Potter and the Chamber of Secrets (2002), Jurassic Park (1993), Wreck It Ralph (2012), Avengers: Infinity War (2018), hingga film keluarga sekelas princess dalam Frozen II (2019).

https://fi.pinterest.com/pin/597430706805775535/
https://fi.pinterest.com/pin/597430706805775535/
Mengapa Dies Irae Yang Digunakan?

“The short answer: music theory and social conditioning.”—Quartz (2020)

Musik dies irae yang cenderung spooky ini sebenarnya berkaitan dengan nada minor. Di Barat, nada-nada mayor terdengar menyenangkan, sedangkan minor biasa dianggap murung atau menyedihkan.

Sebenarnya ada banyak aspek musik yang dapat diklasifikasikan sebagai mayor atau minor, misalnya kunci dan tangga nada (Quartz, 2020). Perbedaan antara keduanya didasarkan pada jarak (interval) nada. Dalam konteks dies irae, musiknya berisi gabungan 4 nada yang terdiri dari dua interval minor— kedua minor (dua nada pertama) dan sepertiga minor (dua nada terakhir) (Quartz, 2020).

Terlepas teruji atau tidak secara ilmiah asumsi itu, trik lama yang dibuat komposer musik dalam pembuatan film ini sudah bertahan sangat lama. Ia tampak mampu memanipulasi emosi manusia dan hadir di berbagai genre film. Ia membuat kita merasa tidak nyaman sebab sering kali telinga kita tidak terbiasa menyukai nada yang rendah (VOX, 2019).


Sekarang, Anda sudah tahu bahwa in movies, dies irae is ubiquitous. 

Masih ingat kan latar belakang dies irae digunakan pertama kali?  Upacara kematian.

“It’s about judgment, about the end of the world,” “If you believe what it says, then we’re all stuffed.”— Komposer, konduktor, dan penyanyi Inggris, Bob Chilcott (The Guardian, 2019).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun