Anda pernah merasa emosional saat menonton film? Merasa ikut terhanyut dalam kesedihan dan merasakan suasana tegang, mencekam atau ketragisan dalam film?
Musik latar (music scoring) dalam film yang menampilkan suasana ini dikenal dengan nama dies irae.Â
Diambil dari Bahasa Latin yang artinya Hari Penghakiman, hari yang dipercaya umat Katolik akan tiba dan saat itu Tuhan akan menghakimi setiap orang yang telah mati dan menentukan apakah ia akan masuk surga atau neraka.
 Misalnya, film terkenal berjudul Metropolis (1927) yang menggambarkan dystopia terhadap mesin dan kehancuran di masa depan. Musik latar yang satu ini digunakan untuk mengambarkan suasana yang dramatis.
Bagaimana Dies irae Muncul?
Dies irae sebenarnya diasosiasikan dengan kematian selama hampir 800 tahun (VOX, 2019). Â Nyanyian gereja yang digunakan oleh pastor-pastor Katolik sekitar abad ke-13 ini biasa digunakan untuk keperluan massa, seperti pemakaman.
Beberapa abad setelahnya pengaruh gereja semakin meluas begitu juga dengan dies irae. Buktinya ada begitu banyak karya seni di luar gereja, seperti simfoni Requiem karya Mozart pada 1791.
Di tahun 1830, komposer musik Perancis, Louis-Hector Berlioz membuat Symphonie fantastique (1830). Karya lainnya, Watches Sabbath Etching (The Dream of A Witches’ Sabbath) (1650) menampilkan ketakutan—sebab pemeran utama bermimpi pasangan yang telah ia bunuh hidup kembali sebagai seorang penyihir yang akan menyiksanya. Latarnya pun dibuat mengerikan, yakni di makam pada malam hari, termasuk dies irae, musik yang yang dikenal punya makna konotasi menakutkan.
Karya musik seperti ini semakin berkembang. Mulai dari Dance of the Dead karya Francesco Traini pada 1330-an yang menggambarkan penderitaan dan kematian atau Messa da Requiem karya Giuseppe Verdi (1874). Dies irae juga muncul dalam lagu-lagu romantis yang dipopulerkan musisi Rusia bernama Sergei Rachmaninoff lewat Symphonic Dance (1940) (CBC Music, 2014).