Dalam perdebatan itu, Ketua Delegasi Aljazair bernama Yazid menanggapi sebagai berikut “Siapa yang menyamakan politik Indonesia terhadap Irian Barat dengan politik kaum rasialis di Afrika Selatan atau Portugal, mereka itu lupa akan Konperensi Bandung. Di Bandung pejuang pejuang kemerdekaan seluruh Asia-Afrika dibela oleh Indonesia. Mereka diberi perlindungan. Ghana sendiri pada waktu itu belum merdeka penuh. Nama Ghana belum ada. Yang digunakan masih nama kolonial, yaitu ‘Pantai Mas’, ‘The Gold Coast’.
Namun tokoh mereka diundang di Bandung. Dan di Bandung sanalah Indonesia memainkan peranan yang menentukan dalam membela gerakan-gerakan kemerdekaan nasional di mana-mana, termasuk Ghana,” (Abdulgoni, 2015, hal. 16). Alhasil sidang pun berakhir dengan 84 suara pro, 0 suara kontra dan 30 suara abstain. Artinya, KAA memiliki dampak yang besar di sini dalam keberhasilan menyelesaikan soal Pepera.
Di lain hal, perjanjian dwi-kewarganegaraan RI dengan China, sampai kemerdekaan Aljazair dan Maroko serta beberapa negara Afrika lainya pun tidak luput dari dampak peristiwa KAA. Direktur Jenderal UNESCO, Amadou Mahtar M’Bow sewaktu bertemu Dr. H. Roeslan Abdulgoni tahun 1977, ternyata meminta segala keterangan mengenai jalanya KAA dulu. Amadou berasal dari Senegal, yang pada tahun 1955 belum menjadi negara merdeka. Katanya, kemerdekaan di Senegal diilhami juga oleh semangat KAA di Bandung.
Karenanya bagi Amadou, semangat Bandung utamanya pemikiran-pemikiran Asia dan Afrika yang ‘non-Europan’, tidak ‘anti-Europan’ dan yang mempunyai ‘nilai-nilai abadi’; masih hidup dimana-mana dan perlu sekali untuk dirawat. Dampak yang lebih besar setelah KAA 1955, adalah munculnya gerakan Non-Blok yang disebut juga sebagai negara-negara dunia ketiga untuk mengimbangi perang dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Peta percaturan politik internasional waktu itu pun mulai berubah, PBB bukan lagi menjadi forum eksklusif yang biasanya hanya menjadi tempat adu eksistensi dan pengaruh antara Blok Barat dan Blok Timur.
Catatan Kaki
[1] Terjemahan “Bebaskan jiwa Asia dan tuan-tuan akan memperoleh perdamaian, bukan perdamaian dengan paksaan pedang, tetapi perdamaian berdasarkan kemauan baik. Jiwa Asia pada dasarnya adalah jiwa damai.” Di sini Bung Hatta menjadi pemimpin delegasi Indonesia, duduk bersama dengan pemuda Duong Van Giao dari Annam, pemuda Toptchybachy dari Azerbaidjan, pemuda Tung Meau dari Tiongkok dan pemuda K.M. Panikkar dari India. Lebih lanjut lihat (The Bandung Connection, hal. Halaman 20), ‘rombongan’ di bawah pimpinan Bung Hatta juga ternyata membawa jiwa dan sikap yang sama ke Brussel di Belgia pada tahun 1927 dalam kongres League Against Imperialism, Against Colonial Oppressin, And For National Indepence.
[2] Terjemahan “Suatu konperensi yang sama hakekatnya dengan Konperensi Kolombo sekarang, tapi lebih luas jangkauanya dengan tidak hanya memasukkan negara-negara Asia, tetapi juga negara-negara Afrika lainya.” Lihat (The Bandung Connection, hal. Halaman 24). Bagaimana tanggapan atas usul tersebut? “PM Burma, U Nu dan PM Pakistan Moh. Ali agak ragu-ragu, namun tidak menolak terang-terangan. Mereka mau memberikan persetujuanya tapi hanya dalam prinsipnya saja. PM Sri Lanka Sir John Kotelawa lebih ragu-ragu lagi. Sedangkan PM India Nehru mengatakan bahwa terlalu banyak kesulitan untuk melaksanakan gagasan Konperensi demikian, ikhtiar-ikhitiar terdahulu untuk mengorganisasi Konperensi sebesar dan seluas gagasan Indonesia ‘had proved abortive’,” semua skeptis dan pesimis.
[3] Terjemahan “Saya akan merasa puas apabila Konperensi Kolombo dapat menyetujui bahwa Indonesia akan mensponsori sendiri Konperensi A-A demikian.” Lihat (The Bandung Connection, hal. Halaman 24).
[4] Terjemahan “Kedua Perdana Menteri membicarakan juga usul untuk mengadakan Konperensi A-A, dan mereka berdua sependapat bahwa Konperensi demikian sangat perlu, dan akan sangat membantu usaha memperkokoh perdamaian dunia. Seyogianya Konperensi itu diadakan selekas mungkin.” Lihat (The Bandung Connection, hal. Halaman 29). Dalam joint statement tersebut ditambahkan juga perlunya para Panca Perdana Menteri Konferensi Kolombo bertemu sekali lagi, tempatnya seyogianya di Jakarta.
[5] Tidak diambil suatu keputusan yang mengikat mengenai agenda, cukup merujuk pada 4 pokok maksud dan tujuan KAA. Lihat (The Bandung Connection, hal. Halaman 37).
Daftar Pustaka