Mohon tunggu...
Flutterdust
Flutterdust Mohon Tunggu... Mahasiswa - Muhammad Fa'iq Rusydi - Mahasiswa Sejarah dan Peradaban Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Kecil Bergerak

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rokok dan Kopi Ibarat Sambal, Ikan, dan Nasi

13 November 2022   21:30 Diperbarui: 21 April 2023   04:50 424
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                “Sewaktu SMA, itu pun karena lupa bekal ngga kebawa.”

                “Wah, sayang dong.”

                “Iyah. Tapi dari situ, Aku jadi punya pengalaman makan di kantin.”

                “Berarti emang dari dulu selalu makan makanan dari rumah?”

“Haha.. Iyah.. Tapi Aku becanda makan terakhirku di luar sewaktu SMA. Lebih tepatnya empat bulan terakhir.”

                “Beruntung, ya, kamu.”

                “Emang kamu enggak?”

“Pengalaman makanku di rumah kurang baik, mangkanya dari dulu lebih sering makan di luar.”

Ica hanya menganguk-anguk, sambil mengunyah printilan daging lele yang dioles sambal dan dilumatkan dengan nasi. Barangkali telah mengerti apa yang kubicarakan, batinku.

***

“Kamu tadi bilang, pengalaman makan di rumah kurang baik? Kenapa?” tanya Ica setelah menghabiskan makanan dan minuman sampai setengah gelas. “Iyah.. Soalnya.. jam terbang Ibu masak kurang,” jawabku sambil merunduk. Dengan tetap diam, Ica menaruh pandangan. “Ya.. gini, deh. Jadi kurang kangen masakan rumah, hehe..”  lanjutku.

“Aku ingat dulu sewaktu SMA, guru mata pelajaran Bahasa Jepangku pamit tidak mengajar lagi di sekolah. Saat itu Aku merasa aneh, Sensei pergi, acaranya makan-makan, kesanya seperti merayakan. Padahal Aku sebenarnya sedih, harusnya minum-minum,” sahut Ica untuk sedikit mencairkan suasana. “Sama seperti orang jadian dong, jadian makan-makan, putus minum-minum.” Ica tersenyum dan tertawa.

Setelah minum es teh, segera kuambil korek dan membakar sisa satu batang rokok Surya di saku depan. Untungnya, rokok ini tidak basah dan patah, hanya sebagian di dekat filter yang terkena air hujan. “Kamu ngerokok?” “Iyah.. Eh, maaf, keganggu asapnya ya? Ini Aku matiin, deh,” sambil segera menumpulkan bara rokok ke aspal. “Engga.. engga, nggakpapa, sok aja,” sahut Ica, mencegahku dengan menarik lengan tangan kiri. Meski demikian, kakiku gusar, takut mengganggu kenyamanan Ica.

Intensitas hujan semakin kecil, tinggal rintiknya yang tersisa. Setelah sampai setengah batang, sengaja kumatikan rokoknya tanpa bicara. “Kenapa dimatiin?” tanya Ica. “Nggak papa, tembakaunya agak basah jadi berat nariknya.” “Oh, gitu..” Aku menganguk dan sedikit tertawa.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun