Pentingnya Mengenali Kepribadian Anak
Dalam Mendampingi dan Mendidik Anak Usia Dini
Oleh: Lisa Narwastu dan Kristina Angelia
Kelahiran anak hampir selalu mendatangkan perasaan bahagia pada orang tua. Terlebih dalam tiga tahun pertama usia anak. Meskipun disatu sisi cukup melelahkan, usia ini seringkali disebut sebagai ‘masa lucu lucunya anak’. Bagi orang tua, anaknya adalah yang paling Istimewa, paling pintar, paling berbakat, paling lucu, dan paling banyak dibicarakan. Namun biasanya, keadaan mulai berubah ketika anak masuk sekolah. Adanya penilaian terhadap hasil belajar dan perkembangan anak, mulai memunculkan tuntutan dalam diri orang tua agar anaknya dapat mencapai perkembangan seoptimal mungkin. Keberadaan anak ditengah teman-temannya juga mulai menimbulkan keinginan orang tua untuk mengukur perkembangan anak bila dibandingkan dengan teman-temannya. Orang tua mulai lebih banyak mengatur dan menuntut anak agar dapat berkembang, sesuai dengan apa yang diharapkan orang tua. Sementara itu, diusia 5 tahun keatas, anak sudah lebih aktif secara fisik, menikmati bermain dengan teman-temannya, dan telah mencapai perkembangan bahasa yang lebih baik. Anak menjadi lebih banyak bicara, lebih berani membantah orang tua, lebih suka bermain daripada belajar, dan sulit duduk tenang. Orang tua mulai sering kehilangan kesabaran dan merasa kesulitan dalam menghadapi anak. Hal ini dikonfirmasi oleh peserta kegiatan parenting yang diselenggarakan di KB-TK Palem Cendekia Gresik dengan tema 'Mengenali dan Mendampingi Pertumbuhan Karakter Anak Usia Dini’. Disisi lain, para orang tua siswa KB/TK adalah generasi milenial, yang banyak mendapatkan informasi dari media sosial dan internet mengenai bagaimana seharusnya parenting yang baik (Novi, R.et.al. 2019). Namun ketika mencoba menerapkannya, seringkali orang tua menghadapi respon anak yang ternyata berbeda dari yang diharapkan. Mulai muncul banyak pertanyaan mengenai bagaimana cara yang paling tepat untuk bersikap dan menghadapi anak. Menjawab kebutuhan tersebut, Ibu Lisa Narwastu, selaku dosen program studi Early Childhood Teacher Education of Petra Christian University, mengajak orang tua anak usia dini untuk lebih mengenal kepribadian anak sehingga dapat menerapkan pengasuhan yang lebih tepat dalam mendampingi perkembangan anak. Kegiatan parenting dalam rangka pengabdian masyarakat di KB-TK Palem Cendikia Gresik ini dilengkapi dengan pemberian assessmen untuk mengenal tipe kepribadian anak, dan konsultasi dengan orang tua mengenai strategi yang tepat dalam mendampingi dan mendidik anak sesuai dengan karakteristik tersebut.
Mengenal kepribadian anak menjadi kunci utama untuk memberikan pendampingan yang efektif dan pendidikan yang tepat (Qomaruddin, 2017). Setiap anak memiliki tipe kepribadian yang berbeda-beda. Sifat, perilaku, pola respon, dan cara berkomunikasi setiap anak adalah khas, sehingga memerlukan perlakuan, pelayanan, dan cara mengasuh yang berbeda juga ( Agus Sujanto, 2009). Orang tua perlu mengenali kepribadian anak agar dapat menerapkan cara yang paling tepat dalam mendidik dan mendampingi anak.
Ada banyak teori mengenai tipe kepribadian. Meskipun masing-masing teori mengklasfikasikan tipe kepribadian manusia secara berbeda, tetapi cukup banyak teori yang saling berkaitan dan didasari oleh teori kepribadian yang sama.
Teori paling awal dikemukakan oleh Hippocrates dan dilengkapi oleh Galenus, yang berusaha mengklasifikasikan manusia menurut tipologi kepribadian kuno, yaitu berdasarkan cairan yang dominan dalam tubuh manusia. Hippocrates dan Galenus menggolongkannya dalam 4 tipe kepribadian, Sanguinis, Koleris, Melankolis, dan Flegmatis. Meskipun sekarang teori ini tidak lagi digunakan karena tidak dapat dibuktikan secara ilmiah, tetapi teori awal ini sangat besar pengaruhnya dan banyak menjadi acuan dalam perkembangan teori mengenai tipe kepribadian dikemudian hari. Bahkan istilah-istilah tersebut masih digunakan hingga sekarang.
Ditahun 1912, Carl Gustav Jung memperkenalkan teori bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh fungsi dasar kepribadian yaitu Exrovesion, Introversion, sensing, intuition, thinking, dan feeling, Berdasarkan teorinyat, Jung membagi kepribadian manusia menjadi 8 tipe, yang merupakan perpaduan dari fungsi-fungsi dasar tersebut.
Dr. William Moulton Marston membangun teorinya mengenai tipe individu, dengan mengacu pada teori awal Galenus, dan melengkapinya dengan kerangka berpikir Jung. Dalam bukunya yang berjudul The emotions of normal people (1928), Marston menuliskan teorinya mengenai 4 elemen kepribadian manusia, yaitu Dominance, Influence, Steadiness dan Compliance (DISC).
Berdasarkan teori kepribadian Jung, Myers-Briggs (1956) membuat tes MBTI, dan melengkapi teori Jung dengan dua aspek tambahan, yaitu Perceiving dan Judging. Teori ini membagi kepribadian manusia dalam 16 tipe kepribadian, yang merupakan perpaduan dari 4 aspek: introversion/extraversion, sensing/intuition, thinking/feeling, dan judging/perceiving.
Model Enneagram mengkategorikan individu dalam sembilan tipe kepribadian, meliputi Reformer, Helper, Achiever, Individualist, Investigator, Loyalist, Enthusiast, Challenger, dan Peacemaker. Raymond Cattell mengembangkan model ’16 faktor kepribadian’. Sedangkan David Keirsey, terinspirasi oleh MBTI dan dengan mengacu pada teori Hipocrates dan Plato, mencetuskan 4 tipe kepribadian yang dimuat dalam bukunya Please Understand Me (1978), meliputi Artisan, Guardian, Idealis, dan Rasional.
Ditahun 1981, psikolog asal Amerika Serikat, Lewis R. Goldberg, memperkenalkan teori Big Five Personality dengan lima dimensi kepribadian manusia, meliputi openness, conscientiousness, extraversion, agreeableness, dan neuroticism (OCEAN).
Dan ditahun 1983, Florence Littauer menulis buku ‘Personality Plus’, yang menggunakan istilah-istilah Hypocrates-Galenus dalam penjelasannya mengenai tipe-tipe kepribadian. Buku ini menjadi sangat terkenal dan istilah Sanguinis, Koleris, Melankolis, Flegmatis menjadi akrab serta sangat sering digunakan untuk memahami tipe kepribadian.
Dalam kegiatan parenting ini, pembicara mengunakan pemahaman kepribadian menurut Florence Littauer, dan mengembangkan assessmen untuk mengenali kepribadian anak berdasarkan karakteristik yang dicantumkan dalam buku ‘Personality Plus’. Pertimbangannya, penjelasan mengenai empat tipe kepribadian menurut Littauer ini lebih mudah dipahami dan lebih sederhana. Meskipun demikian, kepada peserta tetap disampaikan mengenai keterbatasan teori ini dan adanya teori-teori lain.
Setelah orang tua mengisi assessmen dan mendapatkan hasil mengenai tipe kepribadian anaknya, diberikan penjelasan lebih rinci mengenai masing-masing tipe, kekuatan dan masalah yang seringkali dihadapi dalam menghadapi anak tipe tersebut, pola relasi, dan kebutuhan dalam mendidik masing-masing tipe.
Tidak ada manusia yang memiliki hanya satu tipe kepribadian, Setiap orang selalu memiliki gabungan dari beberapa tipe, akan tetapi tetap dapat dikenali berdasarkan tipe-tipe yang dominan muncul dalam perilaku, pola respon, dan gaya komunikasinya.
Tipe Sanguinis memiliki sifat ceria, ekspresif, dan menyenangkan. Sanguinis banyak bicara, periang, ramah dan mudah berteman, suka menolong, serta mudah iba. Sanguinis memiliki kebutuhan besar akan penerimaan dari lingkungannya. Hal ini seringkali membuat Sanguinis kurang konsisten, people pleasure, tidak tegas dan kurang berani menolak. Sanguinis mudah menyesuaikan diri dan cenderung antusias menghadapi perubahan, tetapi juga mudah bosan, kurang disiplin, kurang rapi dan pelupa, serta seringkali mengalami kesulitan karena bersikap spontan dan kurang berpikir panjang. Anak-anak Sanguinis biasanya adalah anak manis yang tidak banyak menyulitkan, tetapi sangat rentan dikritisi dan perasaan ditolak. Dalam mendidik Sanguinis, orang tua harus memperhatikan kerentanan tersebut. Sanguinis termotivasi oleh pujian, dikuatkan oleh penerimaan dan kehangatan. Seringkali Sanguinis tidak perlu ditegur dengan keras, cukup diajak bicara mengenai kesalahannya, menyampaikan perasaan orang tua, diminta melakukan refleksi, dan diberikan apresiasi untuk perubahan positif yang dia tunjukkan. Teguran keras, kritik dan omelan, atau kurangnya perhatian dari orang tua, seringkali dimaknai oleh Sanguinis sebagai penolakan, dan berdampak serius dalam perkembangan kepribadian anak Sanguinis. Sanguinis perlu diajar untuk lebih bertanggung jawab, lebih tekun dan disiplin, serta lebih berani menolak dan berkata tidak pada hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan.
Tipe Koleris adalah pribadi yang aktif, kuat, dan berbakat memimpin. Koleris berkemauan kuat, ulet, dan akan berusaha dengan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Keuletan ini dilengkapi juga dengan sikap optimis, yakin, percaya diri, dan fokus pada tujuan. Koleris juga mandiri, berani, suka mencoba hal-hal yang menantang, dan didukung pula oleh ketabahan dan ketangguhannya dalam menghadapi kesulitan ataupun resiko dari apa yang dia lakukan. Karakteristik ini membuat, seringkali Koleris mampu mencapai keberjasilan yang signifikan, bahkan dalam hal-hal dimana orang lain gagal. Ini karena Koleris masih terus berusaha ketika orang lain sudah berhenti mencoba. Berbeda dengan Sanguinis yang sangat mementingkan relasi, Koleris seringkali bersikap kurang ramah, mendominasi dan memimpin dalam pergaulan, berkesan tidak membutuhkan orang lain, kurang ekspresif, tidak jarang juga manipulatif dan bisa menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Mendidik anak Koleris cukup menantang, karena pribadi yang kuat ini tidak mudah patuh dan tunduk pada otoritas. Anak Koleris lebih banyak mendebat dan membantah, kurang sabar dan mudah marah, seringkali berkonflik dengan lingkungannya, dan berekspresi dengan keras, kadang bahkan cenderung kasar. Tetapi disisi lain, anak Koleris tidak cengeng, kuat dan tangguh dalam menghadapi kesulitan, dan jarang menangis. Koleris tidak mudah mengakui kesalahan dan minta maaf, tetapi ketika menyadari kesalahannya, mereka akan dengan sportif menerima konsekuensinya. Dalam naluri kepemimpinannya yang kuat, anak koleris menjadi pribadi yang mampu mengelola banyak hal, konsisten, bertanggung jawab, dan dapat diandalkan dalam mengerjakan tugas yang dia terima. Sebaliknya, bila dia tidak menyukai sesuatu, akan cukup sulit membuatnya mau melakukan tugas tersebut. Koleris termotivasi oleh kompetisi dan kesempatan untuk memimpin, serta memiliki kebutuhan kuat akan penghargaan. Beberapa hal penting yang perlu orang tua perhatikan dalam mendidik anak Koleris antara lain: mengajar anak tentang pentingnya kesabaran dan pengendalian diri, melatih kemampuan sosialisasi, kepedulian, dan kemauan untuk berbagi, mengasah kepemimpinan dan kemampuan anak mengelola tanggung jawab yang dia pegang, dan membiasakan afeksi sejak kecil. Ketika memberikan aturan atau instruksi kepada Koleris, sampaikan dengan jelas, spesifik, logis, dan konsisten. Hindari kesan menasehati, atau menyuruh, tetapi tetap tegas dan memperlihatkan otoritas yang seharusnya. Koleris yang suka memimpin dan rasional ini akan lebih mudah mengikuti aturan bila dia dilibatkan dalam membuat peraturan tersebut, atau bila dia merasa aturan tersebut logis dan masuk akal. Orang tua perlu menyampaikan aturan dan sangsi dengan jelas dan tegas. Ketika mendisiplin anak Koleris, berikan penjelasan yang logis mengenai kesalahannya, tegur dengan tegas, ajar anak untuk minta maaf, dan jelaskan mengapa dia perlu didisiplin. Bila memungkinkan, berikan pilihan sangsi dan biarkan anak memilih apa yang akan dia jalani sebagai konsekuensi dari kesalahannya. Ketika anak menjalankan konsekuensi, berikan apresiasi untuk sikap sportifnya menerima kesalahan dan bertanggung jawab.
Tipe Melankolis memberi kesan lebih pendiam dan introvert/tertutup. Melankolis yang tidak banyak bicara dan tidak banyak tingkah ini justru memiliki kekuatan dalam kemampuannya untuk fokus dan serius dalam bekerja. Melankolis biasanya memiliki bakat yang sangat kuat dibidang seni, dan membuatnya dapat melihat sisi artistik dari banyak hal, serta mampu menuangkan pikiran dan perasaannya dalam bentuk karya seni yang indah. Tipe Melankolis juga cenderung idealis dan perfeksionis. Mereka tekun dan bersungguh-sungguh, melakukan banyak hal dengan terjadwal dan teratur, teliti, cermat, dan rapi. Kekuatan ini membuat Melankolis seharusnya mampu mencapai prestasi atau menghasilkan karya yang sangat baik. Melankols juga memiliki perasaan yang peka sehingga mudah tersentuh, mudah iba, tetapi juga mudah tersinggung. Disisi lain, kecenderungan perfeksionis seringkali membuat Melankolis sulit merasa puas, mengkritisi diri sendiri dan orang lain, dan mengembangkan penilaian negatif mengenai diri sendiri maupun orang lain (negative thinking). Hal ini membuat, banyak Melankolis mengalami masalah dengan rasa percaya dirinya dan seringkali overthinking serta tampak murung. Begitu juga dalam berelasi dengan orang lain. Melankolis cenderung pasif dan menarik diri, berkesan pemalu, tidak memulai kontak dengan orang lain, dan tidak suka tampil atau menjadi pusat perhatian. Meskipun demikian, Melankolis sangat peduli dan mudah berempati pada orang lian. Bila sudah menyukai seseorang atau sesuatu, Melankolis akan sangat total. loyal dan berdedikasi, bahkan rela berkorban untuk orang atau kegiatan yang disukainya. Dalam mendidik Melankolis yang berhati lembut dan peka ini, orang tua perlu berhati-hati dalam bersikap dan nada bicara. Berikan perhatian, khususnya terhadap kecenderungan Melankolis untuk overthinking dan negative thinking. Semenjak usia dini, anak Melankolis perlu diyakinkan bahwa dia adalah pribadi yang sangat berharga dimata Tuhan dan orang tua. Tunjukkan dan kembangkan potensi-potensi yang dia miliki, ajar anak untuk melihat sisi baik dari banyak hal dan selalu bersyukur, latih anak untuk bersikap lebih posituf, lebih ceria, dan lebih berani. Latih juga keterampilan anak untuk bersosialisasi.
Anak dengan tipe Flegmatis sering disebut sebagai anak baik dan tidak menyulitkan. Tipe ini cenderung bersikap tenang, penyabar, tidak banyak bicara tetapi ramah dan baik hati, sehingga mudah disukai teman. Bagi orang tua, tampaknya mendidik Flegmatis tidak semenantang tipe-tipe lain, Flegmatis menunjukkan sikap patuh pada orang tua dan taat pada aturan, menerima keadaan dan tidak banyak menuntut, rajin, rapi, tekun dan telaten, dan suka menolong. Flegmatis yang tidak suka konflik ini juga cenderung bersikap mengalah atau menghindar bila bermasalah dengan orang lain. Salah satu hal yang harus disadari oleh orang tua, Flegmatis sebenarnya memiliki bakat kepemimpinan yang kuat, sama seperti Koleris. Bedanya, bila Koleris memimpin dengan mendominasi, Flegmatis memimpin dengan gaya mendampingi. Kekuatan Flegmatis yang lain adalah kelenturan dan resiliensinya yang kuat. Flegmatis tidak mudah panik, berpikir logis dan tenang, sehingga bisa sangat efisien dalam menghadapi situasi sulit atau bahkan darurat. Meskipun demikian, tidak banyak Flegmatis yang tampil sebagai pemimpin. Hal ini karena Flegmatis lebih suka pasif, hanya menjadi penonton atau follower, dan tidak melibatkan diri. Orang tua sangat perlu menolong anak Flegmatisnya untuk lebih berani mengambil peran dan mengembangkan kemampuan kepemimpinannya. Meskipun cenderung tidak menyulitkan, hal yang paling sering dikeluhkan orang tua tentang anak flegmatisnya adalah sikap santai dan kecenderungan untuk suka menunda. Anak Flegmatis banyak menjengkelkan orang tua karena sering terlambat, dan mengerjakan tugas di akhir tenggat waktu. Daya tahan Flegmatis sangat kuat, tetapi daya juangnya sangat kurang. Kebalikan dari Melankolis yang perfeksionis, Flegmatis cenderung mudah puas, menerima apapun hasil yang dicapai, dan kurang motivasi untuk mencapai hasil yang terbaik. Dalam mendidik Flegmatis, hal ini perlu menjadi perhatian orang tua. Flegmatis perlu diyakinkan bahwa dia memiliki potensi-potensi yang sangat bagus dan harus dikembangkan secara optimal. Orang tua perlu terus menguatkan motivasi dan daya juang Flegmatis, memberikan tanggung jawab, melatih anak mengatur waktu dan mengelola jadwal, dan melatih kepemimpinan anak. Dalam mendisiplin anak Flegmatis, jelaskan apa yang menjadi kesalahannya, berikan teguran dengan tegas dan ajak anak memikirkan dampak dari kesalahan itu terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Anak Flegmatis tidak sulit untuk minta maaf dan menunjukkan penyesalan, sehingga seringkali membuat hati orang tua luluh. Meskipun demikian, orang tua perlu tetap menerapkan sangsi dan konsekuensi dari kesalahan yang dilakukan. .
Dengan mengenal tipe kepribadian anak dan memahami bagaimana sebaiknya bersikap, orang tua akan lebih tenang, lebih yakin dan percaya diri dalam mendidik dan mendampingi anak.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Sujanto (2009), Psikologi Kepribadian, Jakarta: Bumi Aksara
Karim, B. A. (2020). Teori Kepribadian dan Perbedaan Individu. Education and Learning Journal, 1(1), 40. https://doi.org/10.33096/eljour.v1i1.45
Littauer, F. (1996). Personality Plus (Lyndon Saputra (ed.1). Binarupa Aksara
Novi, R.R. et.al. “Pola Pengasuhan Orang Tua Milenial.” In Proceeding of International Conference on Islamic Education: Challenges in Technology and Literacy. 4(1). (2019). 367-375
Qomaruddin. (2017). Pendampingan Orangtua terhadap Pendidikan Anak. Cendekia, 3(1), 268443. Retrivied from: https://media.neliti.com/media/publications/268443-pendampingan-orangtua-terhadap-pendidika-b5431add.pdf
Thomas, A., & Chess, S. (1977). Temperament and development. Brunner/Mazel. Retrieved from:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H