Mohon tunggu...
Alkindus
Alkindus Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Wargadunia

∀x (x ∈ ∅ ⇔ x ≠ x)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Kant: Idealisme atau Kritisisme?

19 November 2024   13:47 Diperbarui: 19 November 2024   17:17 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pandangan yang mengandaikan ruang dan waktu secara eksternal dan terpisah dari kemampuan kognitif kita sebagai sesuatu pada dirinya sendiri termasuk dalam “Realisme Transendental”–pandangan yang tidak mendapatkan tempat dalam penyelidikan transendental Kantian. Meskipun intuisi a priori ruang mendapatkan forma batin dari intuisi a priori waktu dalam struktur kognitif transendental, namun representasi mental yang tercermin di dalam indra batin (des Inneren Sinnes) bergantung pada konten material yang diperoleh dari indra lahir (des äusseren Sinnes). Artinya konsep keserentakan (Zugleichsein) dan konsep keberturutan (Aufeinanderfolgen) sebagai konten material yang dicerna secara intuitif itu hanya memenuhi representasi formal-nya yang tersedia di dalam forma intuitif a priori berupa ruang-waktu.

Demikianlah pengetahuan dalam pencerapan indrawi terjadi secara pasif melalui intuisi ruang-waktu yang tersedia secara a priori (mendahului pengalaman). Penyelidikan selanjutnya terhadap konsepsi (Begriff) sebagai “kognisi tidak langsung” dibahas di dalam penyelidikan transendental selanjutnya yaitu Transcendental Logic: Analytic.

2. Transcendental Logic

Transcendental Logic merupakan penyelidikan Kant terhadap bagaimana pengalaman objektif (Erfahrung) itu mungkin. Dalam penyelidikan ini, Kant mencari batas-batas a priori pengetahuan objektif dengan menguraikan konsepsi (Begriff) sebagai “kognisi tidak langsung” ke dalam kategori-kategori Intelek (Verstand) yang memungkinkan permulaan mekanisme penyimpulan di dalam logika. Dengan kata lain Transcendental Logic adalah suatu ilmu yang akan menentukan asal usul, domain, dan validitas objektif dari konsepsi sebagai “kognisi tak langsung” (Critique of Pure Reason, A57/B82). Penyelidikan ini dibagi menjadi dua bagian; Transcendental Analytic: menyelidiki kategori intelek yang menentukan cara kerja logika (term–proposisi–inferensi), dan Transcendental Dialectic: menyelidiki pengetahuan sebagai suatu kesatuan yang utuh (melampaui penalaran umum) sehingga upaya penalaran untuk menerapkan pengertian apapun akan menjebak kita ke dalam ilusi transendental. Pada akhirnya penyelidikan ini mengantarkan Kant pada pemisahan antara Fenomena sebagai “sesuatu yang nampak padaku” (das ding für mich) sehingga dapat dicerna secara rasional, dengan Nomena sebagai “sesuatu pada dirinya sendiri” (das ding an sich) yang melampaui pengetahuan rasional.

A. Transcendental Analytic

Transcendental Analytic merupakan penyelidikan Kant terhadap bagaimana penalaran logis itu mungkin untuk pengetahuan objektif. Dalam penyelidikan ini, Kant menguraikan konsepsi (Begriff) sebagai “kognisi tidak langsung” ke dalam empat kategori Intelek (Verstand) yang masing-masing terpisah secara maknawi (synthetic) dan mendahului pengalaman (a priori) sehingga tidak dapat diabstraksikan lagi ke tingkat yang lebih umum.

Kant dalam Critique of Pure Reason (A70/B95) & (A80/B106), membagi empat kategori intelek yang masing-masing memuat tiga sub-kategori itu ke dalam dua lingkup; Kategori Putusan atau “Kapasitas Putusan” (Vermögen zu Urteilen) dan Kategori Pikiran atau “Kapasitas Pikiran” (Vermögen zu Denken). Sementara pikiran (Denken) itu sendiri adalah proses kognitif melalui konsep (das Erkenntnis durch Begriffe), dan Putusan (Urteilen) itu sendiri adalah pengetahuan tak langsung terhadap suatu objek (die mittelbare Erkenntniss eines Gegenstandes) atau representasi dari representasi atas objek (die Vorstellung einer Vorstellung desselben). Oleh karena itu menurut Kant dalam Critique of Pure Reason (A69/B94), kemampuan untuk memutuskan suatu penilaian (Urteilskraft: to judge/tashdîq) pada gilirannya adalah suatu kemampuan untuk menggagaskan kerangka nilai dalam memutuskan suatu penilaian (Erkenntniskraft: to think/tashawwur).

Sementara itu dalam Critique of Pure Reason (B75/A51–B76/A52), Kant juga telah menyebutkan bahwa pikiran (Gedanken) tanpa isi (Inhalt) itu kosong sebagaimana intuisi (Anschauungen) tanpa konsepsi (Begriffe) itu buta. Karena itu adalah niscaya bahwa untuk membuat konsepsi (kognisi tidak langsung) dapat diakses secara intuitif (mencerap objek secara langsung dalam forma intuitif a priori ruang-waktu), sebagaimana membuat intuisi (kognisi langsung) dapat dipahami secara konseptual (menempatkan objek ke dalam kategori-kategori intelek).

Jika pikiran adalah representasi atas objek berupa gejala mental, maka putusan adalah representasi dari representasi atas objek sebagai ranah formal yang memastikan hubungan antara gejala mental dengan objek materialnya. Sebetulnya belum begitu jelas pembedaan antara representasi mental (das Denken) dengan representasi formal (der Gedanke) dalam epistemologi Kantian. Pembedaan ini baru mendapatkan penekanan serius dari seorang filsuf-matematikawan Jerman bernama Gottlob Frege (1848–1925) yang juga menerima pengaruh dari epistemologi Kantian untuk menghindari psikologisme (Psychologismus) dalam mengembangkan logika baru berupa sistem penyimpulan deduktif yang lebih teliti terhadap makna bahasa (Begriffsschrift).

Wawasan Kant dalam mengorganisir kategori-kategori Intelek (Verstand) berikut ini berbasis pada metode Aristotelian. Karena itu hubungan antara Kategori Putusan dengan Kategori Pikiran adalah demikian, Kategori Pikiran diturunkan berdasarkan kemungkinan bentuk-bentuk logis dari Kategori Putusan melalui Deduksi Metafisik (die Metaphysische Deduktion). Berikut adalah asal usul dari keduabelas kategori intelek yang diturunkan berdasarkan kemungkinan bentuk-bentuk logis proposisi melalui Deduksi Metafisik;

  • Kategori Putusan (Vermögen zu Urteilen):
    • Kuantitas (Quantität): Universal (Allgemeine), Partikular (Besondere), Singular (Einzelne)
    • Kualitas (Qualität): Afirmatif (Bejahende), Negatif (Verneinende), Infinitas (Unendliche)
    • Relasi (Relation): Kategoris (Kategorische), Hipotetis (Hypothetische), Disjungtif (Disjunctive)
    • Modalitas (Modalität): Problematik (Problematische), Asertorik (Assertorische), Apodiktik (Apodiktische)
  • Kategori Pikiran (Vermögen zu Denken):
    • Kuantitas (Quantität): Tunggal (Einheit), Jamak (Vielheit), Totalitas (Allheit)
    • Kualitas (Qualität): Realitas (Realität), Negasi (Negation), Limitasi (Limitation)
    • Relasi (Relation): Kuiditas (Quiddität: Substantia et Accidentia), Kausalitas (Kausalität: Ursache und Wirkung), Komunitas (Gemeinschaft: Handelnden und Leidenden)
    • Modalitas (Modalität): Mungkin–Mustahil (MöglichkeitUnmöglichkeit), Ada–Tiada (DaseinNichtsein), Niscaya–Kebetulan (NotwendigkeitZufälligkeit)

Deduksi Metafisik (die Metaphysische Deduktion) berperan dalam memastikan status a priori dari kategori Intelek (Verstand) yang diturunkan  berdasarkan kemungkinan bentuk-bentuk logis proposisi. Sementara Deduksi Transendental (die Transzendentale Deduktion) bertujuan untuk menunjukkan bahwa kategori-kategori Intelek (Verstand) yang telah diturunkan melalui Deduksi Metafisik adalah seluruh kondisi yang memungkinkan pengalaman objektif (Erfahrung). Kedua bentuk Deduksi ini masih merupakan bagian dari penyelidikan Kant atas asal-usul ditemukannya kategori Intelek dalam struktur kognitif transendental.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun