Hari mendekati petang
Si pekat oranye perlahan tenggelamÂ
Kelap- kelip bintang mulai bermunculan
Beriringan dinginnya malam
Ada seorang pujangga ditepian pantai
Sendiri dan menyepi
Menatap langitÂ
Melamunkan malam
Apa yang dia lakukan?
Menengadahkan kepala
Menyapa sang rembulan
Membayangkan si mulan
Siapakah ia?
Sang pujangga si perindu
Merindu rembulan
Nun jauh disana
Yang masih membayang
Terpaku, termenung, membatu
Seolah sang pujangga berkata
"Dia Mulan,Â
Sang dewi pujaanku,
Kekasihku
Bayangannya nampak dalam benak
Saat menatap sinar luna rembulan
Hangat dalam diam"
Bersahaja cahayanya
Bagai senyuman sang pujaan
Begitu manis bagai secawan madu
Lembut ringan namun dalam
Mematung ia dalam lamunan
Tak ada yang paham
Hanya sang pujangga
Dan malam
Deru ombakÂ
Yang mengalun tenang
Masih membekap sang pujangga
Merindukan rembulannya
Satu jam berlalu, dua jam berlalu
Tepat tengah malam
Sang pujangga masih membekap
Merindukan rembulannya
Pukul tiga tepat
Dini hari
Sang pujangga masih tak beranjak
Merindukan rembulannya
Bagai patih yang setiaÂ
Masih sang pemuda merindunya
Menunggu sang dewi
Di tiap purnama yang datang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H