Mohon tunggu...
Fitri Wulandari
Fitri Wulandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saat ini saya menjadi mahasiswa di UIN Raden Mas Said Surakarta. Akun ini untuk menyalurkan karya tulis saya, supaya lebih bermanfaat dan bisa dibaca orang lain.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konsep-konsep dalam Sosiologi Hukum

15 Desember 2022   11:47 Diperbarui: 15 Desember 2022   11:57 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama   : Fitri Wulandari

NIM       : 212111245

Kelas     : 5B

Analisis terhadap efektivitas hukum dalam masyarakat dan syaratnya

Hukum menjadi salah satu alat untuk mengatur dan mengendalikan tingkah laku masyarakat. Adanya hukum untuk menciptalan suatu ketertiban sosial. Banyaknya tindakan yang menyimpang dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang hukum menjadi sebuah problem dari efektivitas dari adanya hukum. Efektivitas hukum dapat didefinisikan sebagai  tolak ukur ataupun indikator efektivitas yang memiliki yujuantercapainya sebuah sasaran atau tujuan yang sudah direncanakan. 

Dimana dalam hal tersebut adalah sebagai sebuah proses pengukuran dari target yang telah tercapau sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Apabila membicarakan tentang efektivitas hukum, maka mengulas tentang kinerja hukun yang dapat mengatur dan memakna masyarakat secara mengikat. Hukum tersebut dapat disebut efektiff jika faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hukum bekerja sesuai dengan peranan yang ada.

Adapun syarat supaya terjadi efektivitas hukum di masyarakat yaitu pertama, adanya undang-undang yang dibuat secara detail dan mempermudah masyarakat untuk melaksanakan dengan baik. 

Undang-undang tersebut harus mengikat kepada kalangan masyarakat. Undang-undang tersebut berisikan kaidah-kaidah yang jelas dan mudah untuk dipahami masyarakat. Kedua, penegakan hukum yang dilakukan oleh aparat yang berwenang harus sesuai dengan aturan. Tidak boleh adanya penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan kelompok atau golongan. Penegakan hukum harus memberikan keketatan hukum dengan peraturan yang ada. 

Selain itu, untuk mencapai efektivitas hukum aparat oenegak hukum tidak boleh melakukan suap diberbagai bidang seperti di pengadilan, pemerintahan, kepolisian, dan lembaga mandiri penegakan hukum seperti di KPK. Ketiga, fasilitas yang memadai guna mendukung terciptanya sebuah efektivitas hukum. Keempat, adanya partisipasi masyarakat terhadap penegakan hukum. Masyarakat harus memiliki kesadaran untuk mematuhi peraturan yang sudah ada. Masyarakat juga memiliki partisipasi untuk mengawasi aparat penegakan hukum.

Contoh pendekatan sosiologis dalam studi kasus hukum ekonomi syariah

Contoh pendekatan sosiologis dalam studi kasus hukum ekonomi syariah adalah kasus jual beli yang ada di masyarakat. Dalam masyaraakt kurangnya kesadaran untuk menerapkan rukun dan syarat dalam jual beli sesuai dengan syariah. Karena adanya kecenderungan untuk memiliki barang dengan kualitas yang bagus namun dengan harga yang meminimalkan mungkin dan atau untuk mencari keuntungan semaksimal mungkin. 

Sehingga dalam realitas di masyarakat, terkadang terdapat perseteruan antara penjual dan pembeli. Sehingga, transaksi jual beli antara penjual dan pembeli tersebut tidak ada keridhoan. Padahal dalam Islam sudah dijelaskan, untuk kegiatan jual beli harus sama-sama ridho dan kedua belak pihak ikhlas.

Hukum tumpul ke atas tajam ke bawah analisi tentang munculnya progressive law

Saat berhadapan dengan hukum, orang-orang yang memiliki kekuasaan baik politik atau uang  dan kewenangan maka hukum berubah menjadi tumpul. Sebaliknya, saat orang-orang yang lemah tanpa kekuasaan berhadapan dengan hukum, hukum tersebut sangat tajam. Hal tersebut dikarenakan adanya proses hukum yang berjalan tidak sesuai dengan aturan. Selain itu, aparat penegakan hukum juga lemah.

Analisis saya mengenai gagasan progresive law muncul yaitu adanya keprihatian terhadap mutu dan kualitas adanya hukum yang terjadi di Indonesia. Hal tersebut terjadi sejak reformasi pada pertengahan tahun 1997. Selain itu, penerapan hukum positif dalam realita di masyarakat kala itu tidak berjalan dengan baik. 

Hukum progresif menuntut adanya keberanian untuk mencari keadilan. Untuk mencapai tujuan dari hukum yang sempurna dan maksimal, maka lahirlah hukum progresif yang dapat memahami manusia yang mengutamakan nilai moral. Selain itu, dalam hukum progresif diharapkan hukum pro terhadap rakya dan keadilan.

Gagasan tentang isu bidang hukum: law and social control, sosio-legal, legal pluralism

Law And Social Control

Menurut pendapat saya, law and social control sebagai alat pengendali sosial. Adanya kontrol sosial menjadi sebuah aspek yang normatif dalam kehidupan bermasyarakat. Hukum sebagai alat kontrol sosial dapat berarti sebgai sesuatu yang dapat menetapkan sebuah tingkah laku manuisia. Adanya law and sosial control memiliki peran yang sangat peting dalam menetapkan tingkah laku manusia yang menyimpang pada peraturan hukum yang ada. Sehingga hukum tersebut dapat memberikan sanksi maupun tindakan untuk yang melanggar.

Terdapat perbedaan dalam penetapan sanksi bagi orang yang melanggar hukum. Hal tersebut berhubungan dengan sebuah keyakinan terhadap agama, aliran filsafat yang diyakini. Contohnya, dalam pemberian sanksi bagi orang pezina terdapat perbedaan antara orang yang menganut agama secara murni dengan yang mengikuti peraturan negra. 

Orang Islam akan mengambil keputusan dengan memberikan sanksi yang lebih berat, sedangkan orang Eropa Barat akan memberi sanksi yang ringan saja. Hukum, di samping bukan satusatunya alat kontrol sosial, serta sebagai alat pengendali memainkan peran pasif. Artinya bahwa hukum dapat menyesuaikan diri pada realita masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain yang diperpeganginya.

Sosio-Legal

Terdapat sebuah contoh dalam isu sosio-legal. Terdapat aturan perkawinan dengan batasan usia minal bagi perempuan 16 tahun. Namun, berubah menjadi 19 tahun untuk laki-laki atau perempuan. Hal tersebut memberikan respon dikalangan masyarakat dan banyak terjadi perdebatan. Hal tersebut dapat dilihat dengan pendekatan socio-legal dengan melakukan studi tektual, paal-pasal, perundang-undangan serta kebijakan yang ada. 

Kemudian, dapat dianalisis secara kritikal dan kasusu tersebut dapat dijelaskan maknanya serta implikasinya terhadap subjek hukum. Dalam hal ini, aturan minimal menikah dapat dijelaskan, bagaimana makna yang ada dalam aturan atau perundang-undangan tersebut, apakah memberikan manfaat dan dampak positif bagi masyarakat atau tidak.

 Pada pendekatan tersebut, dapat melihat segala sesuatu peristiwa atau masalah dengan berbagai ilmu atau interdisipliner. Interdisipliner dapat didefinisikan sebagai sebuah konsep  dan teori yang bersumber dari berbagai disiplin ilmu. Dimana dalam ilmu tersebut dikombinasikan dan dihubungkan, guna untuk mengkaji sebuah fenomena hukum atau problem-problem yang ada di masyarakat. 

Kesimpulan yang dihasilkan dengan pendekatan sosio legal tidak hanya satu sisi saja, nemun melihat dari berbagai sudut pandang. Dalam hukum tidak hanya berisi tentang normatif saja, namun juga berisi konsep-konsep kognitif. Selain itu, dalam sosio-legal dapat dijadikan sebuah pendekatan yang alternatif untuk mengkaji dan menguji studi doktrinal pada hukum. 

Legal Pluralism

Menurut pendapat saya, pluralisme hukum dapat didefinisikan sebagai keadaan dimana ada dua bahkan lebih sistem hukum yang terdapat pada kehidupan sosial masyarakat. Gagasan saya terhadap isu legal pluralism yakni legal pluralisme ada dimasyarakat sebagai sebuah kritikan atau sanggahan pada sentralisne serta positivism dalam penerapan hukum pada masyarakat. 

Di Indonesia, tidak sedikit kendala yang dialami masyarakat dalam mewujudkan adanya kepastian hukum. Menghindari pluralisme sama halnya dengan menjauhi kenyataan yang berbeda tentang cara pandang serta keyakinan yang ada di masyarakat. Adanya pluralisme hukum menyebabkan banyak problem saat hukum dalam kelompok masyarakat diterapkan pada saat terjadi perpecahan atau konflik. Dengan demikian, akan menimbulkan kebingunan terhadap hukum yang mana yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun