"Kau sedang mengigau? Kau baru saja menyuruhku melakukan kebaikan. Aku ini iblis!"
"Bodoh," kecamku. "Kau tak mengerti kata-kataku."
Raut iblis memerah. Ia tampak tidak senang dengan kata-kataku.
"Aku hanya ingin ibuku tidak menangis lagi. Dengan cara apa pun."
Iblis tertawa sinis. "Harusnya kau bilang dari tadi. Baiklah, kalau begitu maumu." Iblis kemudian lenyap. Ia mulai melakukan pekerjaannya, yaitu merasuki hati dan pikiranku. Aku tahu itu.
***
Ini masih bulan pertama tahun ini. Ibuku masih saja menangis. Padahal, aku sudah menuruti hasutan iblis. Aku telah memusnahkan orang-orang yang melukai hati ibu. Aku berharap, hal itu akan menghentikan tangis ibu. Ternyata, aku keliru.
"Sudahlah, Bu. Jangan menangis lagi. Aku sudah memusnahkan mereka yang melukai hati ibu."
Ibu menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menyebut-nyebut namaku. Air mata ibu semakin deras, mengalir seperti anak sungai, lalu membasahi bajunya. Ia terus mengisak. Aku mengulurkan tangan untuk meraih tangan ibu. Sebelum tangan kami bersentuhan, ujung-ujung jemari kami lebih dulu menyentuh terali besi.
***
TD, 01 Januari 2018