Mohon tunggu...
Fitri Manalu
Fitri Manalu Mohon Tunggu... Lainnya - Best Fiction (2016)

#catatankecil

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kenangan dalam Sebutir Hujan

18 September 2015   10:00 Diperbarui: 18 September 2015   19:37 724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

‪#‎You&MeRTC

KENANGAN DALAM SEBUTIR HUJAN

Oleh: Ahmad Maulana S. & Fitri Manalu

 

Senja itu, aku kembali mendapatimu berdiri di sana. Bermandikan siraman hujan di pematang sawah. Menungguku yang menemuimu seusai perjalanan panjang. Perjalanan letih yang menderaku dengan rindu serta siksa benci.

"Bernaunglah, aku mencemaskanmu." Kupayungi kamu dengan kedua tanganku. Menghalangi tetes-tetes yang mengguyurmu tanpa jeda. Kau malah menertawakanku. Lalu sepasang kakimu meloncat-loncat kecil. Riang. Ibarat kanak-kanak yang tak cemas akan hari esok.

"Kau tahu, apa yang paling kuyup dari hujan?" tanyamu tiba-tiba.

Lagi-lagi kau mengejutkanku dengan caramu. Aku mengedikkan bahu. "Apa itu?"

"Kenangannya," ucapmu sambil berputar riang.

Sedetik aku tercenung. Kau pernah mengatakannya saat pagi baru saja merenggut kita dari sepenggal kisah tentang bunga cinta. "Kemarilah, sebelum hujan merenggut senyummu," tegasku. Kuajak kau bersamaku, bernaung ke dalam gubuk kita.

Kau mengikutiku dalam diam. Hujan punah seiring senja yang tenggelam dalam pekat. Meninggalkan kita dalam banyak tanya yang tak terucap.

***

Hari ini hujan kembali menghampiriku di sudut paling tepi. Muncul tetiba dari larik puisiku yang sunyi. Lagi-lagi kau berdiri di sana. Bersikukuh, seakan hujan hari ini adalah hujan yang terakhir kali.

"Mengapa kau sangat menyukai hujan?" tanyaku ingin tahu.

"Suatu hari kau juga akan menyukainya," ucapmu sambil menari layaknya di atas panggung.

"Ah, yang kutahu, hujan memang cuma hujan," kilahku. "Seingatku, hujan tetap saja hanya hujan. Dengan atau tanpa hujan, bukankah waktu terus saja akan berputar?"

"Itu karena kau tak ingin memiliki kenangan tentangnya," bisikmu.

Aku melangkah menghampirimu. Membiarkan tubuhku basah bersamamu. "Ini hujan," ucapku seraya memetik sebutir hujan. "Lalu... kenangan apa yang sudah terperangkap di dalamnya? Haruskah aku memilih butiran paling kilau dan membingkainya untuk memukaumu?"

Kau menatapku. "Lalu, salahkah hujan?" sendumu. "Kau acapkali menuliskan puisi tentang hujan yang membuatku heran. Lariknya melulu cemburu bermazhabkan kekosongan," lanjutmu pilu.

Diam-diam kutatap hujan yang menggumpal di matamu. Lekat. Erat. Kurasakan hujan yang sama di pendar pandangku. "Maafkan aku karena berulangkali mengingkari hatiku."

Sepasang lenganmu menggelayuti pundakku. "Haruskah kau terus mengingkarinya?"

Kubelai rambutmu. "Dia hadir lebih dulu," ucapku tertunduk kalah.

Kilatan marah memancar di bola matamu. Lalu padam sekejap kemudian. "Salahku karena tak mampu menghapus bayangmu."

Kuredakan gelisahmu dalam dekapan."Jangan lagi mencari hujan," bisikku. "Cobalah sekali-kali menjadi hujan," hasutku.

Kita bertatapan dalam makna. Setidaknya di suatu peran, kita pernah merasakan hujan. Walau dengan serpih kenangan yang kian waktu entah kenapa terasa kian tak nyaman....

***

Thornvillage-Samosir, 17 September 2015

Catatan :

Karya ini diikutsertakan dalam Event You & Me RTC di FB Rumpies The Club

Kesanku (AM) :

Mungkin tak ada yang istimewa dari FM. Hanya saja beliau kuat di narasi, agaknya tak perlu diragukan lagi. Terutama narasi tentang kisah cinta yang juga berkonflik. Sesuatu yang jelas amat menyedapkan selera “kutak-katik kata” saya.

Kesanku (FM) : 

AM adalah satu Sahabat Rumpies yang suka bermain kata dalam puisi. Proses awal kolaborasi ini pun diawali dengan puisi miliknya. Karena ide awalnya sudah penuh "rasa", saya tidak mengalami kesulitan ketika meracik karya ini dengan narasi.

Sumber Ilustrasi di SINI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun