Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin | Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Spesialisasi menulis kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

6 Kunci Tingkatkan Kualitas Pribadi Usai Libur Lebaran

12 Juli 2016   14:40 Diperbarui: 12 Juli 2016   14:48 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Bagaimana peningkatan kualitas pribadi setelah libur Lebaran?

Waktu seminggu libur Lebaran cukup buat menyegarkan pikiran. berkumpul bersama keluarga, mudik, liburan ke tempat wisata mampu membuat otak yang sehari-hari didera kerjaan kantor jadi segar.

Selama itu pula, Anda pasti berpikir peningkatan kualitas pribadi, baik urusan pribadi maupun kantor. Berbagai harapan dan target tujuan Anda yang ingin dicapai menyelimuti kepala.

Momen perbaikan diri sendiri juga saya pikirkan. Ini adalah catatan hari pertama saya usai libur Lebaran.

Memaklumi Orang Lain

Lingkungan kerja yang menuntut berhubungan dengan banyak orang membuat saya belajar satu hal. Cara menghargai orang lain, entah orang yang bersangkutan punya jabatan tinggi atau tidak, yakni memaklumi orang tersebut.

Bagi Anda mungkin dilematis, terutama pada saat Anda berbeda pendapat dan pandangan terhadap suatu hal. untuk itu, saya lebih memilih memaklumi orang tersebut. menanggapi positif ide dan keputusan orang tersebut.

Diam Bukan Menyerah

Ada kalanya orang lain menganggap Anda sebelah mata atau mengomentari sikap dan pekerjaan secara tajam. Hal itu bernilai baik bila positif untuk memotivasi bekerja.

Lantas bagaimana cara menanggapi sesuatu yang orang lain justru tidak tahu bahkan salah paham soal diri Anda? Terlebih lagi bila Anda sudah mengemukakan pendapat alih-alih pembelaan  diri sendiri tapi orang lain belum juga paham terhadap diri Anda.

Posisi yang sangat tidak nyaman. saat didera itu, saya lebih baik diam. Tanda menyerah?  Tentu tidak. Diam demi menghargai orang lain. Teringat nasihat ibu saya, 

"Penilaian manusia itu bisa saja tidak  adil dan subjektif. Tapi hanya penilaian Allah SWT yang adil."

Saya percaya, suatu saat nanti penilaian Allah SWT terbukti lebih indah. Anda bisa saja tidak percaya: sakit hati akibat perkataan orang lain. kesal, marah, dan sebal atas perbuatan buruk orang lain ke diri Anda.

Anda cukup diam dan lihat apa yang akan terjadi kelak. tidak sekarang, tapi nanti pada waktu yang tepat.

Tetap Tersenyum

Ini kunci yang paling saya suka dan penuh tantangan. senyum. Satu kata cantik, mudah diucapkan, tapi kerap sulit dilakukan. Seringkali saya perhatikan orang lain bila tidak suka dengan seseorang  atau tersinggung dengan orang yang bersangkutan, ekspresi tidak mengenakkan dan jutek pasti menghiasi wajah.

Di antara Anda sekalian pasti ada yang tidak mampu menyembunyikan rasa tidak suka dengan orang lain. Penilaian yang sederhana, tak ada satu pun senyum tersungging saat bertemu atau berpapasan dengan orang yang bersangkutan.

Kalau saya lebih memilih tetap tersenyum. Meskipun ada rasa tidak enak atau kegalauan hati akibat tingkah laku orang lain. suka atau tidak suka, senyum harus tetap ada.

Bermuka muka? Bukan. Menurut saya, senyum itu termasuk obat penawar jitu. Perlahan-lahan diri memaklumi orang lain. Hal ini membuktikan kuatnya mental.

Jangan Iri, Puji Diri Sendiri

Kadang saya iri dengan orang lain, entah dari cara kerja atau sesuatu yang lain (yang tidak saya miliki). setelah dipikir-pikir, untuk apa iri. Penyakit hati yang bisa berbahaya bagi jiwa bila menumpuk terus-menerus.

Anda mungkin pernah merasakan hal serupa. kini, saatnya hati untuk membuang rasa iri. Toh rezeki masing-masing tidak akan tertukar. Banyak jalan menuju roma, banyak jalan pula menuju hal yang diri ini cita-citakan (bukan dengan iri).

Lakukan Sesuatu Sesuai Porsi

Seringkali Anda maupun saya menyarankan orang yang sulit makan agar "makan yang banyak." padanan kata yang saya rasa kurang pas. Lebih tepat dengan "makan sesuai porsi."

Karena 'banyak' seakan terlalu berlebihan. Pun begitu dengan segala aktivitas dan pekerjaan yang dilakukan. Lakukan sesuatu sesuai porsi Anda. Terlalu berlebihan akan berdampak buruk bagi kesehatan. Anda bisa saja kembali stres.

Jika sudah melakukan sesuai porsi tapi ada saja orang lain yang 'iseng' mengganggu atau mengomentari dengan jelek. Cukup berdoa saja, semoga orang tersebut diberikan penerangan di hatinya.

Asalkan Anda sudah berusaha sebaik mungkin. Tapi hasilnya sesuai porsi Anda, tak masalah bukan.

Berikan Pujian pada Diri Sendiri

Anda sudah berupaya melakukan hal baik tapi masih dipandang jelek oleh orang lain. Biarkan saja orang lain berpendapat. Anda harus tetap memuji diri sendiri.

Saya mulai membiasakan diri, sembari merapikan perlengkapan kantor sebelum pulang. Ucapan seperti:

"Cukup pekerjaan untuk hari ini. masih banyak memang yang harus dikerjakan tapi ini sudah dibatas maksimal saya. Fitri, kamu hebat..."

Pujian yang sederhana sekaligus jadi hiburan diri sendiri.

Jakarta, 12 Juli 2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun