Mohon tunggu...
Fitri Haryanti Harsono
Fitri Haryanti Harsono Mohon Tunggu... Penulis - Penulis di Kementerian Kesehatan RI

Akrab disapa Fitri Oshin | Jurnalis Kesehatan Liputan6.com 2016-2024. Spesialisasi menulis kebijakan kesehatan. Bidang peminatan yang diampu meliputi Infectious disease, Health system, One Health, dan Global Health Security.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Jelajah Singkat Jakarta, dari Stasiun Gondangdia Sampai Es Krim Baltic

14 Mei 2016   12:51 Diperbarui: 14 Mei 2016   13:31 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam museum

Diorama seukuran manusia sedang belajar di ruangan begitu menarik perhatian. Papan tulis hitam, pengajar di depan kelas, dan peserta yang belajar. Sebagian besar diorama peserta yang belajar laki-laki memakai pakaian ala Jawa dan blangkon.

Diorama
Diorama
Ada pula diorama yang diset sebagai ruang konferensi dengan meja melingkar bertingkat ke atas. Teman-teman blogger pun asyik menyerbu untuk selfie dan foto bersama. Bagi saya, hal yang paling berkesan saat berjejer dengan patung-patung tokoh kebangkitan nasional, rasanya seperti bertemu langsung dengan mereka.

Diorama
Diorama
Memasuki ruang demi ruang, peralatan kedokteran yang tersimpan dalam kotak kaca membuat saya bergidik. Antara ngeri melihat pisau bedah, suntikan, sampai alat rontgen zaman sekaligus terpesona. Betapa hebat di zaman dulu, para siswa STOVIA sudah mempelajari kedokteran dengan alat-alat kedokteran.

Memasuki ruang bedah dan anatomi, saya disambut dengan kerangka manusia dalam kotak kaca. Dari keterangan yang tertulis, kerangka manusia yang dipajang benar-benar asli. Dari ukuran kerangka manusia, sepertinya kerangka manusia berasal dari Asia. Tidak tinggi layaknya orang-orang Eropa.

Ruang asrama membuat saya bergidik. Ruangan yang luas dengan kiri-kanan tempat tidur, kasur dan selimut putih. Lemari kecil menaruh pakaian dan baju dokter berwarna putih tergantung di lemari. Suasana panas di dalam ruang asrama mungkin terpengaruh cuaca panas di luar.

Di sudut pilar, saya memerhatikan sekitar area museum. Pohon-pohon dan rerumputan masih hijau. Suasana memang akan terasa sangat sepi bila hanya segelintir pengunjung saja yang berkunjung ke museum ini.

Menutup perjalanan

Selesai berputar-putar di Museum Kebangkitan Nasional, perjalanan bersama teman-teman blogger dilanjutkan ke Es Krim Baltic. Berkunjung ke Es Krim Baltic menjadi titik pemberhentian akhir sesi tur KRL ini. Makan es krim tempo dulu memberikan sensasi tersendiri. Es krim yang tertulis sejak 1939 membuat saya kembali ke masa tempo dulu.

Di Es Krim Baltic
Di Es Krim Baltic
Terpikirkan pertanyaan, apakah rasa es krim ini memang benar-benar sama seperti dahulu. Bagaimana pula bisa bertahan sampai sekarang. Berbeda dengan Ragusa Es Italia, es krim Baltic dikemas bungkus dan cup. Pengunjung tinggal memilih berbagai macam rasa.

Tau Dari Blogger
Tau Dari Blogger
Penutup manis perjalanan dengan es krim. Segarnya dahaga terpuaskan. Sejenak melupakan teriknya matahari di luar sana. Saatnya kembali meneruskan kerasnya perjalanan masing-masing di ibu kota…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun