Namun, kesepakatan yang terjadi pada 18 Agustus 1945 belum matang. Sehingga, persoalan negara sebagai dasar ideologi mencuat kembali selama masa kampanye pemilu 1955 dan dalam perdebatan Majelis Konstitunsi. 6 Dalam sidangnya Majelis Konstituante, tugas-tugasnya dalam menyusun konstitusi sebenarnya sudah diselesaikan 90%, diantaranya HAM, bentuk pemerintahan dan prinsip-prinsip kebijakan negara.Â
Namun, permasalahan dasar negara yang berideologikan Islam atau bukan, tidak menemukan ujung kesepakatan. Hingga pada 2 Juni 1959 perdebatan tersebut menemukan keputusannya yang mana kedua kelompok tersebut sepakat bahwa Pancasila dijadikan sebagai dasar negara.
Di masa berikutnya, pada masa demokrasi terpimpin, Soekarno memiliki porsi yang besar dalam memimpin bangsa. Hubungan Islam dan negara mulai memburuk. Hal ini ditandai dengan otoritas Soekarno pada tahun 1960 yang memberinya otoritas untuk melarang dan membubarkan partai-partai yang menentang negara.Â
Politik Islam semakin melemah dengan dibubarkannya PSI dan Masyumi pada 17 Agustus 1960, hal ini dikarenakan PSI dan Masyumi tidak mengeksekusi anggota yang memberontak secara tegas, sehingga dianggap adanya keterlibatan para pemimpin Masyumi dengan pemberontakan daerah PRRI atau PERMESTA.
Keputusan dibubarkannya Masyumi dan PSI dari partai resmi bangsa secara simbolik menunjukkan bahwa nasionalis Islam berhasil dikalahkan. Namun, di antara kedua partai tersebut dan partai-partai lainnya yang mulai memudar, NU justru lebih dekat dengan Soekarno.Â
Hal ini disebabkan karena dalam banyak hal, NU dan PNI memiliki banyak kesamaan ketimbang dengan Masyumi. Kedua partai ini mempunyai basis yang kuat di Jawa dan mencakup nilai-nilai Jawa, serta lebih menghargai gaya kepemimpinan tradisionalis dari pada cita-cita demokrasi Barat.
- Masa Orde BaruÂ
Berbeda dengan orde lama, orde baru menggunakan cara berpikir yang berorientasi pada program. Belajar dari Orde Lama, pemerintahan terlalu sibuk dengan orientasi ideologi dalam hal pembangunan, sehingga menyebabkan kehancuran ekonomi karena perdebatan ideologi yang sengit.Â
Oleh karena itu untuk memperbaiki pembangunan ekonomi, industrialisasi atau pemenuhan kebutuhan dasar rakyat masa depan Indonesia harus bebas dari politik yang didasarkan kepada ideologi.
Hal inilah yang menjadikan umat Islam merasa kecewa di masa Orde Baru. Pada awalnya pemimpin-pemimpin Muslim mengira bahwa dengan bergantinya Orde Lama dapat memberikan kesempatan untuk mengembalikan kekuatan politik Islam dan mulai menyusun rencana agar syari'at Islam masuk ke edalam sistem kenegaraan
Sebagai "Balas Budi" oemerintah Orde Baru atas partisipasi umat Islam dalam perjuangan melawan komunis, partai Muslimin Indonesia diizinkan oleh Soeharto berdasarkan keputusan Presiden, No. 70, pada 20 Februari 1968 yang menyatakan bahwa permusi merupakan sebuah persatuan organisasi sosial Islam yang tidak tergabung dalam partai Politik.Â
Namun, partai ini dipenuhi dengan konflik yang terjadi di dalam tubuh Permusi sendiri.Â