Armaya duduk diatas sebuah batu sambil memandang langit senja yang begitu syahdu. Kenangan akan persahabatannya dengan Wila berputar di pikirannya, bagai film lama yang diputar ulang. Ia dan Wila, dua orang yang pernah berbagi segalanya, kini seperti dua orang asing.
Awal yang Penuh Kepercayaan
Armaya dan Wila adalah sahabat yang tak terpisahkan. Mereka selalu saling mendukung, baik dalam suka maupun duka. Wila, dengan kecerdasannya dalam bidang IT, sering membantu Armaya menyelesaikan masalah teknis. Sementara Armaya, dengan ketulusannya, selalu ada untuk Wila di saat sulit.
Suatu hari, Wila meminjam laptop Armaya untuk menyelesaikan pekerjaan penting. "Aku butuh banget laptop ini untuk proyek kerjaanku. Laptopku rusak," kata Wila dengan nada penuh harap.
Tanpa berpikir panjang, Armaya meminjamkan laptop itu. "Pakai saja, Wil. Aku percaya sama kamu," jawabnya dengan senyum.
Namun, beberapa minggu kemudian, Wila menghubungi Armaya dengan kabar buruk. "Ma, aku nggak tahu harus bilang gimana. Tapi... laptopmu terbakar di rumahku. Ada korsleting," suara Wila terdengar penuh penyesalan.
Armaya terkejut, tapi ia mencoba menenangkan dirinya. "Sudahlah, Wil. Itu cuma barang. Yang penting kamu nggak apa-apa," jawabnya, meskipun hatinya sesak.
Ketabahan di Tengah Kehilangan
Laptop itu adalah alat utama Armaya untuk bekerja. Tanpanya, ia kesulitan menyelesaikan tugas-tugasnya. Namun, ia memilih untuk tidak membebani Wila dengan rasa bersalah.
Armaya memutuskan menabung untuk membeli laptop baru. Setiap bulan, ia menyisihkan sebagian kecil dari gajinya. Meskipun lambat, ia yakin suatu hari akan bisa membeli laptop baru.
Namun, satu hal yang membuatnya bingung adalah perubahan sikap Wila. Sahabat yang biasanya hangat itu mulai menjauh. Wila jarang menghubungi, dan ketika mereka bertemu, senyumnya terasa hambar.
"Kenapa, ya, Wila berubah? Apa karena masalah laptop itu?" pikir Armaya berulang kali.
Pertemuan Tak Terduga
Beberapa bulan kemudian, dalam perjalanan dinas ke luar kota, Armaya melihat Wila di sebuah kafe. Dengan penuh semangat, ia mendekati sahabatnya.
"Wila! Kamu di sini?" sapanya.
Wila menoleh dan tersenyum tipis. "Oh, hai, Ma. Iya, aku lagi ada kerjaan," jawabnya singkat.
Percakapan mereka hanya berlangsung sebentar. Wila tampak terburu-buru dan tidak lagi ramah seperti dulu. Armaya merasa aneh, tetapi ia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh.
Sebuah Kecurigaan
Seiring waktu, Armaya mulai menyadari bahwa Wila lebih sering bersama Dinda, seorang teman lain yang belakangan dikenal Armaya sebagai manipulatif.
Armaya sering melihat Dinda mempengaruhi banyak teman-temannya, termasuk Wila. Ia mencoba berpikir positif, tetapi tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa semakin banyak orang yang menjauh darinya.
"Kenapa semua orang meninggalkanku? Apa aku melakukan sesuatu yang salah?" pikir Armaya, kesepian.
Kembali dengan Sebuah Laptop
Suatu sore yang tenang, Wila datang ke rumah Armaya membawa sebuah laptop bekas. "Ini, Ma. Aku tahu ini nggak sebagus laptopmu yang dulu, tapi semoga bisa membantu," kata Wila dengan nada pelan.
Armaya menerima laptop itu dengan senyuman. "Terima kasih, Wil. Aku menghargainya," jawabnya tulus, meskipun ia tahu laptop itu penuh kekurangan.
Namun, setelah itu, Wila semakin menjauh. Ia tidak lagi merespons panggilan atau pesan Armaya. Bahkan, Wila tampak lebih dekat dengan Dinda, membantu segala kebutuhan temannya itu.
Caption Penuh Misteri
Suatu malam, Armaya melihat story WhatsApp Wila. "Kecewa itu berat, apalagi kalau datang dari orang yang kita percaya," tulis Wila.
Armaya merasa terpukul. Apa maksud Wila? Apakah ia telah mengecewakan sahabatnya? Ia mencoba menghubungi Wila untuk mencari jawaban, tetapi semua usahanya sia-sia.
Melangkah Maju
Hari-hari berlalu, dan Armaya akhirnya memutuskan untuk berhenti mencoba. Ia sadar bahwa terkadang, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan hidup tidak selalu tersedia.
Di dalam kesepiannya, ia menemukan kekuatan. Ia bekerja lebih keras, mengembangkan dirinya, dan mencoba menerima kenyataan bahwa tidak semua hubungan bisa dipertahankan.
Suatu malam, di bawah sinar bulan yang sama, Armaya menutup matanya dan berbisik pada dirinya sendiri, "Mungkin, ini cara semesta mengajarkan aku untuk lebih kuat."
Epilog
Meskipun Wila tak lagi ada dalam hidupnya, Armaya memilih untuk mengingat kenangan indah mereka. Ia tahu, di balik semua luka, ada pelajaran berharga yang membuatnya tumbuh menjadi pribadi yang lebih tegar.
Dan di suatu hari nanti, jika takdir mempertemukan mereka kembali, Armaya hanya berharap satu hal: semoga ada keikhlasan yang mampu menjembatani hati mereka yang pernah renggang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H