Nama Amanda melintas di benak Dina. Ada sesuatu yang terasa tidak beres, tapi dia tidak tahu apa.
Jaring Manipulasi yang Menguat
Sementara itu, Amanda semakin mendekati Ruly. Di tengah malam, dia sering mengirim pesan-pesan panjang, curhat tentang bagaimana dia merasa terjepit di antara konflik Dina dan Rafika.
"Rul, aku nggak tahu harus gimana," tulis Amanda suatu malam. "Aku cuma pengen kalian semua damai. Tapi Dina kayak nggak mau berubah, dan aku nggak bisa terus-menerus jadi penengah."
Ruly, yang sudah merasa Amanda adalah satu-satunya yang memahami perasaannya, merespons dengan cepat. "Lo nggak usah mikirin Dina terlalu dalam, Man. Kadang orang emang susah diajak berubah."
Amanda tersenyum puas membaca pesan itu. Dia tahu, semakin dia memposisikan dirinya sebagai korban, semakin banyak simpati yang akan dia dapatkan.
Konflik yang Meledak
Puncaknya terjadi pada hari ulang tahun Rafika. Dina, yang sudah lama merasa terasing, memutuskan untuk datang dan mencoba memperbaiki hubungan. Tapi suasana pesta justru membuatnya semakin merasa terasing.
Amanda, dengan dress merah yang mencolok, tampak menjadi pusat perhatian. Dia terus sibuk berbincang dengan Ruly dan Rafika, sementara Dina hanya duduk di pojokan.
Saat Dina mencoba mendekati mereka, Amanda tiba-tiba berkata, "Din, aku denger dari Ruly kalau kamu nggak suka sama aku ya? Aku nggak tahu apa salahku, tapi aku cuma pengen kita semua akur."
Semua mata tertuju pada Dina. Dina, yang tidak pernah mengatakan apa pun tentang Amanda, merasa marah dan bingung.